بسم الله الرحمن الرحيم
Terjemah Kitab
Al Wajibat Al Mutahattimat Al
Ma’rifah ‘Alaa Kulli Muslim wa Muslimah
(Beberapa Masalah Yang Mesti
Diketahui Oleh Setiap Muslim dan Muslimah)
Oleh: Syaikh Abdullah Al Qar’awiy
Penerjemah dan Pemberi Catatan Kaki:
Marwan Hadidi, M.Pd.I
Daftar Isi
Daftar Isi
…………………………………
Mukadimah
……………………………
Tiga Dasar
Utama Yang Wajib Dipelajari Oleh Setiap Muslim dan
Muslimah
………………………………
Empat
Masalah Penting
………………………………………………
Tiga Masalah
Utama ………………………………………………
Syarat-Syarat
Laailaahaillallah ………………………………………………
Pembatal-Pembatal Keislaman ……………………………………………..
Lawan
Tauhid adalah Syirik …………………………………………….
2 Macam Kufur
…………………
Nifak Terbagi Dua; I’tiqadi dan ‘Amali …………………………………………
Makna Thagut dan Tokoh-Tokohnya ………………………………………….
بسم الله الرحمن الرحيم
Mukadimah
Segala puji bagi Allah,
kami memuji-Nya, memohon ampunan kepada-Nya, dan bertaubat kepada-Nya, serta
berlindung kepada Allah dari keburukan diri kami dan keburukan amal perbuatan
kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat
menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada yang
dapat memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwa tidak
ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah saja; tidak ada sekutu bagi-Nya,
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya shallallahu alaihi
wa sallam. Amma ba’du:
Sesungguhnya tidak ada
kebaikan, keberuntungan, kesuksesan, kehidupan yang baik, kebahagiaan di dunia
dan di akhirat, serta keselamatan dari kehinaan di dunia dan azab di akhirat
bagi seorang hamba kecuali dengan mengetahui kewajiban pertama yang diwajibkan
kepada mereka serta mengamalkannya. Itulah perintah yang karenanya Allah Azza
wa Jalla menciptakan mereka, mengambil perjanjian dari mereka, dan karenanya akan
tegak hari Kiamat yang pasti terjadi, dimana berkenaan dengan hal itu disiapkan
timbangan, catatan amal menjadi bertebaran, dan karena hal itu pula terjadi
kebahagiaan dan kesengsaaraan.
Terkait hal itu pula
diberikan kadar cahaya kepada seseorang, dan siapa saja yang tidak diberikan
cahaya oleh Allah, maka dia tidak akan memperoleh cahaya. Perintah itu adalah mengenal
Allah Azza wa Jalla, mengenal Uluhiyyah-Nya (keberhakan-Nya untuk diibadahi),
mengenal Rububiyyah-Nya (pengaturan-Nya terhadap alam semesta), nama dan
sifat-Nya, serta mentauhidkan itu semua, demikian pula mengetahui hal yang
dapat membatalkannya atau sebagiannya berupa syirik akbar dan syirik asghar
(kecil), kufur akbar dan kufur asghar, nifak (kemunafikan) I’tiqadi (terkait
keyakinan), nifak amali (terkait amalan), mengenal thagut dan cara
mengingkarinya, serta tentang beriman kepada Allah.
Dahulu penduduk Nejed (pusat
negara Saudi Arabia) dan lainnya sebelum dakwah Imam Mujaddid Syaikhul Islam
Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berada dalam kejahilan terhadap
rukun dan dasar yang agung ini, pokok yang asasi, dan pokok ilmu, yakni ilmu
tentang tauhid uluhiyyah.
Masalah ini kemudian semakin
parah, dimana gelombang kekufuran serta kesyirikan semakin besar di tengah umat
sampai menghapus peninggalan generasi sebelumnya, bermunculan bid’ah dari kaum
Syi’ah Rafidhah dan perkara-perkara syirik hingga tiba saatnya Allah Ta’ala
menyingkirkan kegelapan tersebut, bid’ah dan kesesatan, serta menghilangkan
syubhat dan kebodohan sebagai pembenaran terhadap sabda Rasul Allah Rabbul
ardhi was samawat dalam sabdanya,
«إِنَّ
اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ
لَهَا دِينَهَا»
“Sesungguhnya
Allah akan membangkitkan untuk umat ini di penghujung setiap seratus tahun
orang yang akan memperbaharui agamanya.”[1]
Hal itu melalui seorang
yang menduduki posisi itu dan mendapatkan keutamaan dan nikmat. Beliau yang mendapatkan
nikmat itu adalah Syaikh Imam yang berada di belakang kaum salaf yang mulia,
yang mengikuti petunjuk pemimpin manusia, yang membela agama Allah dalam
berbagai kesempatan, yaitu Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab, semoga
Allah memberinya tempat kembali yang terbaik dan melipatgandakan pahala
untuknya.
Beliau kemudian
berdakwah siang dan malam, baik secara sembunyi maupun terang-terangan dan
menegakkan perintah Allah dengan berdakwah kepada-Nya, Beliau tidak berat
sebelah dan tidak memihak, sehingga hal itu terasa berat bagi kebanyakan orang
dan mereka bersikap sombong terhadapnya, namun yang demikian tidak menghalangi
Beliau dari menegakkan perintah Allah sehingga Allah mengadakan penolong dan
pembela untuknya, mereka pun meninggikan bendera dan panjinya sehingga
tersebarlah panjinya di ufuk timur dan barat.
Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab rahimahullah juga menulis beberapa karya tentang tauhidnya
para nabi dan rasul, serta bantahan terhadap orang-orang musyrik yang
menyelisihinya. Di antara kitab yang beliau tulis adalah Kitabut Tauhid yang
belum ada semisalnya, belum ada yang mendahuluinya, dan belum ada yang
menyusulnya. Termasuk juga Al Ushul Ats Tsalatsah, Kasyfusy Syuubhat, dan
karya-karya Beliau lainnya yang bermanfaat.
Oleh karena, betapa
pentingnya perkara tauhid dan betapa agungnya masalah ini, maka sebagian
saudara-saudara saya meminta saya untuk menggabung matan secara ringkas terkait
apa yang mesti diyakini dan diamalkan, dimana dari sana juga dipelajari, di
samping mudah juga bagi penuntut ilmu pemula untuk menghafalnya, dan orang yang
mengingikan yang sudah di puncaknya pun tetap butuh memahaminya, lalu Allah
Tabaraka wa Tta’ala memudahkan saya melakukan hal itu serta memberiku taufik
untuk mengumpulkan perkara-perkara yang dikukuhkan oleh Beliau dan keturunannya
serta selain mereka, maka segala puji bagi Allah tehadap hal itu dan
nikmat-nikmat lainnya yang saya tidak dapat menjumlahkan pujian untuk-Nya, dan
saya beri nama ‘Al Wajibat Aal Mutahattimah Al Ma’rifah ala kulli muslim wa
muslimah’ (Ilmu Yang Wajib Diketahui Oleh Setiap Muslim dan Muslimah).
Saya memohon kepada
Allah Ta’ala agar menjadikannya ikhlas karena mencari keridhaan-Nya,
menjadikannya bermanfaat bagi saya ketika saya masih hidup dan setelah saya
wafat, demikian pula bagi pembacanya, pendengarnya, dan yang melihatnya,
sesungguhnya Allah yang diserahi terhadap hal itu dan berkuasa terhadapnya.
Diucapkan dan didiktekan oleh orang
yang membutuhkan ampunan Allah Rabbnya dan Pelindungnya.
Abdullah bin Ibrahim bin Utsman Al Qar’awiy
Qashim, Buraidah.
Tiga Dasar Utama Yang Wajib Dipelajari Oleh Setiap Muslim dan
Muslimah
Tiga dasar itu adalah
seorang hamba mengenal Allah Tuhannya Azza wa Jalla, agamanya, dan Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Jika engkau ditanya, “Siapa Tuhanmu?” Jawablah: Tuhanku adalah Allah yang
telah mengurusku dan mengurus alam semesta dengan nikmat-nikmat-Nya, Dialah
sembahan-Ku; tidak ada yang berhak disembah selain Allah.
Jika engkau ditanya, “Apa agamamu?” Jawablah: agamaku
adalah Islam, yang artinya adalah menyerahkan diri kepada Allah dengan
mentauhidkan-Nya, tunduk kepada-Nya dengan menaati-Nya, dan berlepas diri dari
syirik dan para pelakunya.
Jika engkau ditanya, “Siapa Nabimu?” Jawablah: Yaitu
Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Hasyim dari kalangan
Quraisy, sedangkan Quraisy termasuk bangsa Arab, dan bangsa Arab adalah
keturunan Ismail bin Ibrahim Al Khalil semoga Allah melimpahkan shalawat dan
salam kepada keduanya dan kepada Nabi kita. Allah mengutus Beliau untuk
memperingatkan manusia terhadap syirik dan mengajak kepada tauhid.
Empat Masalah Penting
Empat masalah itu adalah:
Pertama, ilmu, yaitu mengenal Allah Azza wa Jalla, mengenal Nabi-Nya shallallahu
alaihi wa sallam, dan mengenal agama-Nya dengan dalil.
Kedua, mengamalkannya.
Ketiga, mendakwahkannya.
Keempat, bersabar terhadap gangguan dalam mendakwahkannya.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَالْعَصْرِ
(1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
“Demi masa--Sesungguhnya manusia itu benar-benar
dalam kerugian,--Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh
dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran.”
(Qs. Al ‘Ashr: 1-3)
Tiga Masalah Utama
Pertama, Allah yang menciptakan kita dan memberikan kepada kita rezeki, Dia
tidak begitu saja membiarkan kita; bahkan Dia mengutus kepada kita seorang
rasul. Barang siapa yang taat kepadanya, maka dia akan masuk surga, dan barang
siapa yang mendurhakainya, maka dia akan masuk neraka.
Kedua, Allah tidak ridha jika Dia disekutukan dengan seorang pun dalam
beribadah kepada-Nya, baik dengan malaikat yang didekatkan maupun rasul yang
diutus.
Ketiga, barang siapa yang taat kepada Rasul dan mentauhidkan Allah, maka tidak
boleh baginya berwala (memberikan loyalitas) kepada orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya meskipun ia sebagai kerabat terdekat.
Pokok Agama dan Kaedahnya
Pertama, perintah beribadah kepada Allah Ta’ala saja dan tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu, mengajak kepadanya, berwala (memberikan loyalitas) karenanya,
dan menyatakan kafir orang yang meninggalkannya.
Kedua, memperingatkan syirik dalam beribadah kepada Allah Ta’ala, mempertegas
masalah tersebut, berbara (bermusuhan) karenanya, dan menyatakan kafir orang
yang melakukannya.
Syarat-Syarat Laailaahaillallah
Pertama, ilmu (mengetahui) maknanya yang di dalamnya terdapat penafian
sesembahan selain Allah dan menetapkan bahwa yang berhak disembah hanyalah
Allah.
Kedua, yakin, yaitu mengetahui secara sempurna terhadapnya yang menolak sikap ragu-ragu
dan bimbang.
Ketiga, ikhlas; yang menolak perbuatan syirik.
Keempat, shidq (membenarkan), yang menafikan sikap kemunafikan.
Kelima, mahabbah (cinta) terhadap kalimat tauhid dan kandungannya serta
bergembira terhadapnya.
Keenam, inqiyad (tunduk) melaksanakan hak-haknya, yaitu mengerjakan amal yang
mesti dilakukan dengan ikhlas karena Allah dan mencari keridhaan-Nya.
Ketujuh, qabul (menerima), yang menafikan sikap penolakan.
Dalil syarat-syarat di atas dari kitabullah dan Sunnah
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
Dalil ilmu adalah firman Allah Ta’ala,
فَاعْلَمْ
أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan
yang berhak disembah kecuali Allah.” (Qs. Muhammad: 19)
إِلَّا
مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Kecuali orang yang bersaksi terhadap
kebenaran, sedangkan mereka mengetahui.” (Qs. Az Zukhruf: 86)
Kebenaran di ayat ini adalah Laailaahaillallah, yakni
mereka mereka mengetahui makna yang mereka ucapkan di lisan mereka.
Sedangkan dalam As Sunnah adalah hadits yang
shahih dalam kitab Shahih dari Utsman radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barang siapa yang meninggal dunia sedangkan
dia mengetahui bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, maka
dia akan masuk surga.”[2]
Dalil
yakin adalah firman Allah Ta’ala,
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا
وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ
الصَّادِقُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada
Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang
(berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah
orang-orang yang benar.” (Qs. Al Hujurat: 15)
Disyaratkan untuk benarnya iman mereka kepada
Allah dan Rasul-Nya adalah bahwa mereka tidak ragu-ragu, yakni tidak bimbang.
Adapun orang yang ragu-ragu adalah orang-orang munafik.
Sedangkan dalam As Sunnah adalah hadits
shahih dalam kitab Shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata,
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«أَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ، لَا يَلْقَى اللهَ بِهِمَا
عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا، إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ»
“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang
berhak disembah kecuali Allah dan bahwa aku Rasulullah,” dimana seorang hamba
tidaklah menghadap Allah dengan membawa keduanya tanpa ragu-ragu melainkan dia
akan masuk surga.” [3]
Dalam sebuah riwayat disebutkan,
لَا
يَلْقَى اللهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ، فَيُحْجَبَ عَنِ الْجَنَّةِ
“Tidaklah seorang hamba menghadap Allah
dengan membawa keduanya tanpa ragu melainkan tidak dihalangi masuk surga.” [4]
Dari Abu Hurairah pula dalam hadits yang
panjang disebutkan,
مَنْ
لَقِيتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْحَائِطَ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مُسْتَيْقِنًا
بِهَا قَلْبُهُ، فَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ
“Siapa saja yang engkau temui di balik kebun
ini bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dengan
yakin dari hatinya, maka berilah kabar gembira dengan surga.” [5]
Dalil
Ikhlas adalah firman Allah Ta’ala,
أَلَا
لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
“Ingatlah,
hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (Qs.
Az Zumar: 3)
وَمَا
أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (Qs.
Al Bayyinah: 3)
Sedangkan dalam As Sunnah adalah hadits
shahih dalam kitab shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu
alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
أَسْعَدُ
النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ، مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ،
خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ، أَوْ نَفْسِهِ
“Orang yang paling bahagia mendapatkan
syafaatku pada hari Kiamat adalah orang yang mengucapkan ‘Laailaahaillallah’
dengan ikhlas dari hati atau dirinya.” [6]
Dalam kitab shahih dari Itban bin Malik
radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
إِنَّ
اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، يَبْتَغِي
بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ
“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka
bagi orang yang mengatakan ‘Laailaahaillallah’ dengan maksud mencari keridhaan
Allah Azza wa Jalla.” [7]
Dalam riwayat Nasa’i pada risalah ‘Amalul
yaumi wal Lailah’ dari hadits dua orang sahabat, dari Nabi shallallahu
alaihi wa sallam disebutkan,
مَنْ
قَالَ لَا إِلَه إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ
الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ مُخْلِصًا بِهَا قَلْبَهُ يُصَدِّقُ
بِهَا قَلْبُهُ لِسَانَهُ إِلَّا فَتَقَ الله لَهُ أَبْوَابَ السَّمَاءِ فَتْقًا حَتَّى
يَنْظُرَ إِلَى قَائِلِهَا وَحَقٌّ لِعَبْدٍ نََظَرَ اللهُ إِلَيْهِ أَنْ يُعْطِيَهُ
سُؤْلَهُ
“Barang siapa
yang mengucapkan ‘Laailaahaillallah…dan seterusnya sampai ‘wa huwa ‘alaa
kulli syai’in qadiir’ dengan ikhlas dari hatinya, dimana hatinya
membenarkan lisannya melainkan Allah akan membukakan pintu-pintu langit
untuknya sehingga Dia memperhatikan orang yang mengucapkannya, dan hak orang
yang diperhatikan Allah adalah Dia mengabulkan permintaannya.” [8]
Dalil
Shidq (jujur) adalah firman Allah Ta’ala,
الم
(1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
(2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ
صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3)
“Alif laam
miim--Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan,
"Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?--Dan
sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.” (Qs. Al
‘Ankabut: 1-3)
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ
(8) يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ
وَمَا يَشْعُرُونَ (9) فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ (10)
“Di antara manusia ada yang mengatakan,
"Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian," padahal mereka itu
sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.--Mereka hendak menipu Allah dan
orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang
mereka tidak sadar.--Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah
penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (Qs.
Al Baqarah: 8-10)
Sedangkan dalam As Sunnah adalah
hadits shahih dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Mu’adz bin Jabal
radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
«مَا
مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ،
صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ، إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ»
“Tidak ada seorang yang bersaksi bahwa
tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah
utusan Allah dengan jujur dari hatinya melainkan Allah akan mengharamkan neraka
baginya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Dalil
mahabbah (cinta) adalah firman Allah Ta’ala,
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Dan di
antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah;
mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman sangat sangat cintanya kepada Allah.” (Qs. Al
Baqarah: 165)
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي
اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ
عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ
“Wahai orang-orang yang beriman, barang siapa
di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan
suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang
bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap
orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada
celaan orang yang suka mencela.” (Qs. Al
Maidah: 54)
Sedangkan dalam As Sunnah adalah
hadits yang tertera dalam kitab Shahih dari Anas radhiyallahu anhu ia berkata,
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
ثَلَاثٌ
مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ: مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُولُهُ
أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا
لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ
مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Ada
tiga hal yang jika tiga hal itu ada pada seseorang, maka dia akan merasakan
manisnya iman, yaitu: jika Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada selain
kedua-Nya. Ketika ia mencintai orang lain karena Allah, dan ketika ia benci
kembali kepada kekafiran setelah Allah selamatkan daripadanya sebagaimana ia
benci jika dilemparkan ke dalam neraka.” [9]
Dalil
Inqiyad (tunduk) adalah firman Allah Ta’ala,
وَأَنِيبُوا
إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ
“Dan
kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya.” (Qs.
Az Zumar: 54)
وَمَنْ
أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada
orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan
kebaikan,” (Qs. An Nisaa: 125)
وَمَنْ
يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ
الْوُثْقَى
“Dan barang
siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat
kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh.” (Qs.
Luqman: 22) yakni telah berpegang dengan Laailahaillallah.
فَلَا
وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا
يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara
yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka
sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.” (Qs. An Nisaa: 65)
Dalam As Sunnah adalah sabda Nabi
shallallahu alaihi wa sallam,
لَا
يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ
“Tidak sempurna iman salah seorang di antara
kamu sampai hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.” [10]
Ini termasuk bentuk sempurnanya sikap tunduk
dan puncaknya.
Dalil Qabul
(menerima) adalah firman Allah Ta’ala,
وَكَذَلِكَ
مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ
مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ
مُقْتَدُونَ (23) قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكُمْ بِأَهْدَى مِمَّا وَجَدْتُمْ عَلَيْهِ
آبَاءَكُمْ قَالُوا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ (24)
فَانْتَقَمْنَا مِنْهُمْ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (25)
“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum
kamu seorang pemberi peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang
yang hidup mewah di negeri itu berkata, "Sesungguhnya Kami mendapati
bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut
jejak-jejak mereka".--(Rasul itu) berkata, "Apakah (kamu akan
mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata)
memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?"
Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus
untuk menyampaikannya."--Maka Kami binasakan mereka, maka perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” (Qs. Az
Zukhruf: 23-25)
إِنَّهُمْ
كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ (35)
وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ (36) بَلْ جَاءَ
بِالْحَقِّ وَصَدَّقَ الْمُرْسَلِينَ (37)
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan
kepada mereka, "Laa ilaaha illallah" (Tidak ada Tuhan yang berhak
disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri,--Dan mereka berkata,
"Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena
seorang penyair gila?"--Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa
kebenaran dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya).” (Qs. Ash
Shaaffaat: 35-37)
Sedangkan dalam As Sunnah adalah hadits yang
disebutkan dalam kitab Shahih dari Abu Musa radhiyallahu anhu, dari Nabi
shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
«مَثَلُ
مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنَ الهُدَى وَالعِلْمِ، كَمَثَلِ الغَيْثِ الكَثِيرِ
أَصَابَ أَرْضًا، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ، قَبِلَتِ المَاءَ، فَأَنْبَتَتِ
الكَلَأَ وَالعُشْبَ الكَثِيرَ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ، أَمْسَكَتِ المَاءَ،
فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا، وَأَصَابَتْ
مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى، إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً وَلاَ تُنْبِتُ
كَلَأً، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ، وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي
اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا،
وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ»
“Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku
dengan membawanya seperti hujan deras yang menimpa bumi, di antara tanah itu
ada yang baik, ia menerima air lalu menumbuhkan tumbuhan dan rerumputan yang
banyak. Ada pula tanah yang tandus; dapat menahan air, dan Allah memberikan
manfaat kepada manusia dengannya, sehingga mereka dapat minum, memberi munum,
dan menanam. Ada pula yang menimpa tanah lain yang licin yang tidak menahan air
dan tidak bisa menumbuhkan tanaman, maka seperti itulah perumpamaan orang yang
faham agama Allah dan bermanfaat baginya ilmu yang aku diutus Allah membawanya,
ia pun belajar dan mengajarkannya, berbeda dengan orang yang tidak menerima
petunjuk Allah yang aku diutus dengan membawanya.”[11]
Pembatal-Pembatal
Keislaman
Ketahuilah,
bahwa pembatal-pembatal keislaman ada sepuluh:
Pertama,
syirik dalam beribadah kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia
mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (Qs.
An Nisaa: 116)
إِنَّهُ
مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ
وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi
orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (Qs. Al
Maidah: 72)
Termasuk syirik dalam ibadah adalah
menyembelih untuk selain Allah seperti untuk jin atau untuk kuburan.
Kedua, orang
yang menjadikan antara dia dengan Allah perantara, dimana ia berdoa kepada
perantara itu, meminta syafaat, dan bertawakkal kepadanya, maka ia telah kafir
berdasarkan ijma.
Ketiga,
orang yang tidak menyatakan kafir orang-orang musyrik atau ragu terhadap
kekafiran mereka, atau bahkan membenarkan ajaran mereka, maka ia kafir.
Keempat,
orang yang meyakini bahwa petunjuk selain Nabi shallallahu alaihi wa sallam
lebih sempurna daripada petunjuk Beliau, atau hukum selainnya lebih baik
daripada hukumnya, seperti halnya orang yang mengutamakan hukum thagut di atas
hukum Beliau, maka dia kafir.
Kelima,
orang yang membenci sesuatu dari ajaran yang dibawa Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam meskipun ia mengamalkannya, maka ia telah kafir. Dalilnya
adalah firman Allah Ta’ala,
ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Yang
demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan
Allah (Al Quran) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (Qs.
Muhammad: 9)
Keenam, orang
yang mengolok-olokkan perkara yang termasuk agama Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam, atau mengolok-olok pahala atau siksanya, maka ia kafir. Dalilnya
adalah firman Allah Ta’ala,
قُلْ
أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا
قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
Katakanlah,
"Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok?"--Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah
beriman.” (Qs. At Taubah: 65-66)
Ketujuh,
sihir, termasuk di antaranya adalah pelet dan pengasihan. Barang siapa yang
melakukannya atau ridha dengannya, maka dia kafir. Dalilnya adalah firman Allah
Ta’ala,
وَمَا
يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ
“Sedang
keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan,
"Sesungguhnya Kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu
kafir." (Qs. Al Baqarah: 102)
Kedelapan, membantu
kaum musyrik melawan kaum muslimin. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ
يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Barang siapa
di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu
termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.” (Qs. Al Maidah: 51)
Kesembilan,
orang yang meyakini bahwa sebagian manusia boleh keluar dari syariat Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana Khidhir boleh keluar dari
syariat Nabi Musa alaihis salam, maka dia kafir.
Kesepuluh,
berpaling dari agama Allah Ta’ala, tidak mau mempelajarinya dan mengamalkannya.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ
أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ
مُنْتَقِمُونَ
“Dan siapakah
yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat
Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan
pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” (Qs. As
Sajdah: 22)
Tidak
ada bedanya di antara pembatal-pembatal ini baik orang yang serius maupun
bercanda dan orang yang khawatir selain orang yang dipaksa. Semua pembatal
tersebut termasuk pembatal yang paling berbahaya dan paling terjadi. Oleh
karena itu, seorang muslim seharusnya waspada dan khawatir jika hal itu menimpa
dirinya. Kita berlindung kepada Allah dari hal-hal yang mendatangkan
kemurkaan-Nya dan azab-Nya yang pedih.
Pembagian
Tauhid
Tauhid
ada tiga bagian:
Pertama,
Tauhid Rububiyyah.
Inilah tauhid yang diakui orang-orang kafir
di zaman Rasululllah shallallahu alaihi wa sallam, namun tidak membuat mereka
masuk Islam, bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tetap memerangi
mereka dan menanggap halal darah dan harta mereka. Tauhid rububiyyah adalah
mentauhidkan Allah dalam tindakan-Nya. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
قُلْ
مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ
وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
Katakanlah,
"Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah
yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang
mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang
hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab,
"Allah". Maka katakanlah, "Mengapa kamu tidak bertakwa
kepada-Nya)?" (Qs. Yunus: 31)
Ayat berkenaan dengan tauhid rububiyyah
sangat banyak sekali.
Kedua,
Tauhid Uluhiyyah.
Tauhid inilah yang terjadi pertentangan di
masa lalu dan masa sekarang, yaitu mentauhidkan Allah dalam tindak hamba,
seperti berdoa, bernadzar, berkurban, berharap, takut, tawakkal, harap, cemas,
dan kembali. Semua macam-macam ibadah ini ada dalilnya dalam Al Qur’an.
Kedua,
Tauhid Dzat, Asma wa Shifat.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ
يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
Katakanlah,
"Dia-lah Allah, yang Maha Esa.--Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu.--Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan,--Dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (Qs. Al Ikhlas: 1-4)
وَلِلَّهِ
الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ
سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Hanya milik Allah Asmaa-ul Husna, maka
bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah
orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti
mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs.
Al A’raaf: 180)
لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatu yang serupa dengan-Nya,
dan Dia Mahamendengar lagi Mahamelihat.” (Qs. Asy
Syuuraa: 11)
Lawan Tauhid adalah Syirik
Syirik
ada tiga macam: syirik akbar (besar), syirik asghar (kecil), dan syirik
khafiy (tersembunyi).
Pertama, syirik akbar tidak diampuni Allah dan tidak
akan diterima amal salehnya. Allah Azza wa Jalla berfirman,
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia
mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang
siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah
tersesat sejauh-jauhnya.” (Qs. An Nisa: 116)
لَقَدْ
كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ
بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا
لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya
telah kafirlah orang-orang yang berkata, "Sesungguhnya Allah ialah Al
Masih putera Maryam", Padahal Al Masih (sendiri) berkata, "Wahai Bani
Israil! Sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu." Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya
surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu
seorang penolong pun.” (Qs. Al Maidah: 72)
وَقَدِمْنَا
إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“Dan Kami
hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan)
debu yang berterbangan.” (Qs. Al Furqan: 23)
لَئِنْ
أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
"Jika
kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu
termasuk orang-orang yang merugi.” (Qs. Az
Zumar: 65)
وَلَوْ
أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya
mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah
mereka kerjakan.” (Qs. Al An’aam: 88)
Syirik Akbar ada empat macamnya:
Pertama, syirk
dalam doa. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
فَإِذَا
رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ
إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka apabila
mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba
mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (Qs. Al
‘Ankabut: 65)
Kedua,
syirik dalam niat dan keinginan. Dalilnya firman Allah Ta’ala,
مَنْ
كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ
فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي
الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
(16)
“Barang siapa yang menghendaki kehidupan
dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan
mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan
dirugikan.---Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali
neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan
sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. Hud:
15-16)
Ketiga,
syirik dalam ketaatan. Dalilnya firman Allah Ta’ala,
اتَّخَذُوا
أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ
عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka
menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain
Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka
hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (Qs.
At Taubah: 31)
Tafsirnya yang tidak diragukan lagi adalah
dengan menaati ulama atau ahli ibadah dalam bermaksiat, bukan dengan berdoa
meminta kepada mereka. Hal ini sebagaimana tafsir Nabi shallallahu alaihi wa
sallam kepada Addiy bin Hatim saat ia mengatakan “Kami tidak menyembah mereka,”
maka Beliau menyampaikan bahwa penyembahan mereka kepada ulama mereka adalah
dengan menaati mereka dalam hal maksiat.
Keempat,
syirik dalam cinta. Dalilnya firman Allah Ta’ala,
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ
“Dan di
antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah;
mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.” (Qs.
Al Baqarah: 165)
Kedua, yang
termasuk syirik juga adalah syirik asghar (kecil), yaitu riya. Dalilnya
adalah firman Allah Ta’alaa,
فَمَنْ
كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ
رَبِّهِ أَحَدًا
“Barang siapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada
Tuhannya." (Qs. Al Kahf: 110)
Ketiga, yang
termasuk syirik juga adalah syirik khafi (tersembunyi).
Dalilnya sabda Nabi shallallahu alaihi wa
sallam,
اَلشِّرْكُ فِي هَذِهِ
الْأُمَّةِ أَخْفَى مِنْ دَبِيْبِ النَّمْلِ عَلَى صَفَاةٍ سَوْداَءِ فِي ظُلْمَةِ
اللَّيْلِ
“Syirik di tengah umat ini lebih tersembunyi
daripada rayapan semut di atas batu yang hitam di kegelapan malam.” [12]
Kaffarat(penebus)nya adalah sebagaimana sabda
Nabi shallallahu alaihi wa sallam, yaitu mengucapkan:
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا وَأَنَا أَعْلَمُ
وَأَسْتَغْفِرُكَ مِنَ الذَّنْبِ الَّذِيْ لاَ أَعْلَمُ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu, sedangkan aku mengetahui, dan
aku memohon ampunan kepada-Mu dari dosa yang aku tidak ketahui.” [13]
2 Macam Kufur
Pertama,
kufur yang mengeluarkan dari Islam. Hal ini terbagi lima macam:
1.
Kufur
takdzib (karena mendustakan)
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ
أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُ
أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ
“Dan siapakah
yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap
Allah atau mendustakan yang hak ketika yang hak itu datang kepadanya? Bukankah
dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir?” (Qs.
Al ‘Ankabut: 68)
2.
Kufur
Ibaa wa Istikbar (Karena enggan dan sombong)
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَإِذْ
قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ
وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman
kepada para malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam," maka mereka sujud
kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir.” (Qs. Al Baqarah: 34)
3.
Kufur
Syak (ragu-ragu)
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَدَخَلَ
جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَذِهِ أَبَدًا (35) وَمَا
أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَى رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْرًا
مِنْهَا مُنْقَلَبًا (36) قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي
خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا (37) لَكِنَّا هُوَ
اللَّهُ رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا (38)
“Dan dia
memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata,
"Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,--Dan aku tidak
mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada
Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada
kebun-kebun itu".--Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya - sedang dia
bercakap-cakap dengannya, "Apakah kamu kafir kepada (tuhan) yang
menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan
kamu seorang laki-laki yang sempurna?--Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah
Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku.” (Qs.
Al Kahf: 35-38)
4.
Kufur
I’raadh (karena berpaling)
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَالَّذِينَ
كَفَرُوا عَمَّا أُنْذِرُوا مُعْرِضُونَ
“Dan
orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.” (Qs.
Al Ahqaaf: 3)
5.
Kufur
Nifaq (karena kemunafikan)
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا فَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ
“Yang
demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian
menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak
dapat mengerti.” (Qs. Al Munafiqun: 3)
Kedua,
yaitu kufur ashghar (kecil) yang tidak mengeluarkan dari Islam.
Misalnya adalah kufur nikmat. Dalilnya adalah
firman Allah Ta’ala,
وَضَرَبَ
اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا
مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ
وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
“Dan Allah
telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi
tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi
(penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan
kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu
mereka perbuat.” (Qs. An Nahl: 112)
Nifak Terbagi
Dua; I’tiqadi dan ‘Amali
Nifak
I’tiqadiy (terkait keyakinan) ada enam macam, dimana pelakunya termasuk
penghuni neraka yang paling bawah.
Pertama,
mendustakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Kedua,
mendustakan sebagian yang dibawa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Ketiga,
membenci Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Keempat,
membenci sebagian yang dibawa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Kelima,
senang ketika agama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak berjaya.
Keenam,
tidak suka agama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berjaya.
Adapun
nifaq ’Amali (terkait dengan amalan), maka ada lima macam. Dalilnya sabda Nabi
shallallahu alaihi wa sallam,
آيَةُ
المُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ
خَانَ
“Tanda orang munafik itu tiga; ketika
berbicara berdusta, ketika berjanji mengingkari, dan ketika diamanahkan
berkhianat.” [14]
Dalam sebuah riwayat disebutkan,
وَإِذَا
خَاصَمَ فَجَرَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ
“Apabila bertengkar dia bertindak jahat, dan
apabila mengadakan perjanjian melakukan pelanggaran.” [15]
Makna Thagut
dan Tokoh-Tokohnya
Ketahuilah
-semoga Allah merahmatimu- bahwa kewajiban pertama yang Allah wajibkan kepada
anak cucu Adam adalah ingkar kepada thagut dan beriman kepada Allah. Dalilnya
adalah firman Allah Ta’ala,
وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah
Allah (saja), dan jauhilah Thaghut.” (Qs. An
Nahl: 36)
Adapun bentuk
ingkar kepada thagut adalah engkau meyakini batalnya peribadatan kepada selain
Allah, meninggalkannya, membencinya, dan menyatakan kafir pelakunya, dan
memusuhinya.
Sedangkan
beriman kepada Allah adalah engkau meyakini bahwa Allah adalah Tuhan yang
satu-satunya berhak disembah tidak selain-Nya dan engkau mengikhlaskan semua
bentuk ibadah kepada Allah serta menafikan ibadah kepada selain-Nya, engkau
mencintai orang-orang yang ikhlas dan berwala (memberikan loyalitas) kepada
mereka. Engkau juga membenci orang-orang yang melakukan kemusyrikan dan
memusuhi mereka. Inilah ajaran Nabi Ibrahim alaihis salam, dimana hanya
orang-orang yang bodoh yang membencinya.
Demikianlah teladan kita yang Allah Azza wa
Jalla sampaikan dalam firman-Nya,
قَدْ
كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا
لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا
بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى
تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ
لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا
وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
“Sesungguhnya
telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka,
"Sesungguhnya Kami berlepas diri dari kamu dari dari apa yang kamu sembah
selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu
permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah
saja. kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya, "Sesungguhnya aku akan
memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tidak dapat menolak sesuatupun dari kamu
(siksaan) Allah". (Ibrahim berkata), "Ya Tuhan kami, hanya kepada
Engkaulah Kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah Kami bertaubat dan hanya
kepada Engkaulah Kami kembali." (Qs. Al
Mumtahanah: 4)
Thagut
berlaku umum, dimana setiap yang disembah selain Allah, ia ridha disembah baik
ia sebagai orang yang disembah, diikuti, atau ditaati yang bukan dalam ketaatan
Allah dan rasul-Nya, maka ia adalah thagut.
Thagut juga
banyak, tokohnya ada lima, yaitu:
Pertama,
setan yang mengajak beribadah kepada selain Allah. Dalilnya adalah firman Allah
Ta’ala,
أَلَمْ
أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ
عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Bukankah Aku
telah memerintahkan kepadamu wahai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan?
Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu," (Qs.
Yaasiin: 60)
Kedua,
pemimpin yang zalim yang merubah hukum-hukum Allah Ta’ala. Dalilnya adalah
firman Allah Ta’ala,
أَلَمْ
تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا
أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا
أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Apakah kamu
tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa
yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka
hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari
Thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang
sejauh-jauhnya.” (Qs. An Nisaa: 60)
Ketiga, orang
yang berhukum dengan selain yang Allah turunkan. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ
لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Qs.
Al Maidah: 44)
Keempat,
orang yang mengaku tahu yang gaib di samping Allah. Dalilnya adaklah firman
Allah Ta’ala,
عَالِمُ
الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا (26) إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ
فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا (27)
(Dia
adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada
seorang pun tentang yang ghaib itu.--Kecuali
kepada Rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan
penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di belakangnya.” (Qs.
Al Jinn: 26-27)
وَعِنْدَهُ
مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ
وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ
وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan pada
sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya
kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan
tidak ada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan
tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah
atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfudz)." (Qs. Al An’aam: 59)
Kelima,
orang yang disembah di samping Allah, sedangkan ia ridha disembah. Dalilnya
adalah firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ
يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِنْ دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ
نَجْزِي الظَّالِمِينَ
“Dan barang siapa di antara mereka,
mengatakan, "Sesungguhnya aku adalah tuhan selain Allah", maka orang
itu Kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan
kepada orang-orang zalim.” (Qs. Al Anbiya: 29)
Demikian
pula hendaknya diketahui, bahwa seseorang tidaklah menjadi seorang mukmin
kecuali dengan ingkar kepada thagut. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
فَمَنْ
يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى
لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Karena itu barang
siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia
telah berpegang kepada buhul tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Qs. Al
Baqarah: 256)
Petunjuk
itulah agama Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan kesesatan itulah
agama Abu Jahal, buhul tali yang kuat itulah persaksian bahwa tidak ada Tuhan
yang berhak disembah kecuali Allah yang di dalamnya mengandung nafyu dan
itsbat, yakni engkau tiadakan semua ibadah kepada selain Allah dan engkau
menetapkan bahwa semua ibadah hanya ditujukan kepada Allah saja; tidak ada
sekutu bagi-Nya.
[1]
Hr. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al Albani.
[2]
Hr. Muslim.
[3]
Hr. Muslim.
[4]
Hr. Muslim.
[5]
Hr. Muslim.
[6]
Hr. Bukhari.
[7]
Hr. Bukhari dan Muslim.
[8]
Didhaifkan oleh Al Albani dalam Adh Dha’ifah no. 6617. Al Albani
berkata, “Isnad ini dhaif, para perawinya tsiqah selain Muhammad bin Abdillah
bin Maimun yakni Ath Thaifiy, ia adalah seorang yang majhul (tidak dikenal),
tidak ada yang meriwayatkan darinya selain Wabr ini sebagaimana dinyatakan oleh
Ibnul Madiniy dan Adz Dzahabi, sedangkan Al Hafizh menyatakan maqbul
(diterima). Al Albani juga berkata, “Dia menyendiri dengan susunan lafaz ini,
dan di dalamnya terdapat perkara aneh yang jelas.”.
[9]
Hr. Bukhari dan Muslim.
[10]
Yang rajih hadits ini adalah dha’if
(Lihat Qowa’id Wa Fawa’id
minal Arba’in An-Nawawiyah, karya Nazim Muhammad Sulthan hal.
355, Misykatul Mashabih takhrij Syaikh Al Albani, hadits no. 167, juz 1,
dan Jami’ Al Ulum wal Hikam oleh Ibnu Rajab). Hadits ini
tidak shahih karena dalam sanadnya ada Nu’aim bin Hammad yang menyendiri dengan
hadits ini, sedangkan Nu’aim didhaifkan oleh sebagian ulama. Di samping itu,
sanadnya pun diperselisihkan terhadap Nu’aim yang sesekali meriwayatkan dari
Ats Tsaqafi dari Hisyam, sedangkan Ats Tsaqafi tidak dikenal, atau ia
meriwayatkan dari Ats Tsaqafi dari sebagian syaikh, sehingga Ats Tsaqafi
meriwayatkan dari seorang syaikh yang majhul (tidak dikenal) sehingga bertambah
majhul pada sanadnya, demikian pula terjadi idhthirab (kegoncangan dan
bertabrakan) dalam isnadnya, lihat Jami’ul Ulum wal Hikam 2/391.
[11]
Hr. Bukhari.
[12]
Hr. Al Hakim dari Ibnu Abbas, Ahmad,
Hakim, Abu Nu’aim
dari Aisyah, Ahmad dari Abu Musa, Bukhari dalam Al Adab, Abu Ya’la,
dan Ibnus Sunniy dari Abu Bakar. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul
Jami no. 3730 sampai pada kata ‘min dabibin naml’ (daripada rayapan
semut).
[13]
Al Haitsami menyebutkan hadits yang maknanya mirip dengan di atas dan berkata,
“Diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani dalam Al Kabir dan Al Awsath, para perawi
Ahmad adalah para perawi kitab shahih selain Abu Ali, namun ia ditsiqahkan oleh
Ibnu Hibban.” Namun pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah menyatakan isnnadnya
dhaif karena majhulnya Abu Ali Al Kahiliy. Wallahu a’lam.
[14]
Hr. Bukhari dan Muslim.
[15]
Hr. Tirmidzi dan lain-lain,
dinyatakan ‘hasan
shahih’
oleh Tirmidzi.