بسم الله الرحمن الرحيم
Tanya-Jawab Masalah Agama (7)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin,
shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para
sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut tanya jawab
berbagai masalah aktual, semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan
bermanfaat, aamin.
25.
Pertanyaan: Assalamu'alaikum, saya
pernah memakai celana dalam di pagi hari yang sudah dicuci akan tetapi ada
bekas madzi yang sudah kering dan saya baru tahu ketika malam hari, bagaimana
dengan shalat saya yang dikerjakan sebelumnya ustadz yang tanpa mengetahui dengan
kondisi memakai celana yang ana bekas madzinya?
Jawab: Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh.
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى
آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Madzi termasuk najis. Ali radhiyallahu anhu berkata,
كُنْتُ رَجُلاً مَذَّاءً وَكُنْتُ أَسْتَحْيِى أَنْ أَسْأَلَ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم لِمَكَانِ ابْنَتِهِ فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ فَقَالَ « يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ » .
"Aku adalah
seorang laki-laki yang banyak keluar madzy, aku malu bertanya kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam karena puterinya, maka aku menyuruh Miqdad bin
Aswad untuk bertanya kepada Beliau, sabdanya, "Hendaknya ia cuci
kemaluannya dan berwudhu'." (Muttafaq 'alaih, lafaz ini adalah lafaz
Muslim)
Jika madzi
mengenai badan, maka wajib dicuci dan jika mengenai pakaian maka cukup dengan
dipercikkan (rasysy) dengan air. Dalil cukupnya memercikkan pakaian yang terkena madzy adalah hadits Sahl bin Hunaif, ia
berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika madzi mengenai kainku?” Beliau
menjawab, “Cukup bagimu dengan mengambil segenggam air, lalu kamu percikkan ke
kainmu sampai kamu melihat air tersebut telah mengenainya.” (Hasan, HR. Abu
Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)
Jika celana dalam seseorang sudah dicuci berarti sudah
bersih. Dan jika seseorang shalat dengannya dan setelah shalat ternyata dilihatnya
masih ada bekas madzi, maka shalatnya sah tanpa perlu diulangi. wallahu a’lam.
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa
Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
26.
Pertanyaan: Assalamu'alaykum. Afwan
Ustad, ana mau bertanya, bolehkah kita
bermudah-mudah dalam melaknat seseorang yang
berbuat dosa? Karena banyak hadits yang juga dibolehkan melaknat. Padahal
di satu kisah ibunda Aisyah ketika membalas yahudi yang mendoakan keburukan
kepada Rasulullah, Rasulullah sendiri menegur ibunda Aisyah. Jazaakumullah
khairan atas jawabannya.
Jawab: Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh.
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى
آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya sebagai berikut:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ، أَنَّ رَجُلًا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ اسْمُهُ عَبْدَ اللَّهِ، وَكَانَ يُلَقَّبُ حِمَارًا، وَكَانَ
يُضْحِكُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ جَلَدَهُ فِي الشَّرَابِ، فَأُتِيَ بِهِ يَوْمًا فَأَمَرَ
بِهِ فَجُلِدَ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ القَوْمِ: اللَّهُمَّ العَنْهُ، مَا أَكْثَرَ مَا
يُؤْتَى بِهِ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ
تَلْعَنُوهُ، فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ إِنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ»
Dari Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu, bahwa ada seorang di zaman Nabi
shallallahu alaihi wa sallam yang bernama Abdullah, namun digelari dengan
‘himar’ (keledai). Ia sering membuat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
tertawa. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menderanya karena
meminum arak. Suatu ketika ia ditangkap (karena mengkonsumsi arak), maka Beliau
memerintahkan untuk didera, lalu ada seorang yang hadir berkata, “Ya Allah,
laknatlah dia. Sering sekali ia ditangkap.” Maka Nabi shallallahu alaihi wa
sallam bersabda, “Jangan kamu melaknatnya. Demi Allah, setahuku, dia cinta
kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Jumhur (mayoritas) ulama berdalih dengan hadits ini tentang haramnya
melaknat pelaku maksiat secara khusus meskipun ia melakukan dosa besar seperti
mengkonsumsi minuman keras dan sebagainya.
Imam Ahmad menyatakan makruh hal tersebut sebagaimana disebutkan Ibnu
Taimiyah dalam Minhajus Sunnah, namun Ibnul Jauzi berpendapat boleh.
Demikian pula Imam Al Balqini dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya.
Mereka berdalih dengan laknat para malaikat terhadap wanita yang menolak ajakan
suami ke ranjangnya.
Dalam kitab Nihayatul Muhtaj karya Ar Ramli disebutkan bolehnya
melaknat jika tertuju kepada orang kafir dan fasik. Orang fasik di sini adalah
pelaku dosa besar dan orang yang terus menerus melakukan dosa kecil, namun
menurut jumhur sebaiknya meninggalkan hal itu.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah melaknat orang-orang kafir
dengan menyebutkan nama-nama mereka dalam doa qunut, lalu Allah melarangnya dan
memerintahkan untuk bersabar dan mendoakan kebaikan.
Intinya, kita tidak boleh bermudah-mudahan dalam melaknat, karena
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا
اللَّعَّانِ وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ
“Orang mukmin bukanlah orang yang suka
mencela, melaknat, berkata keji, dan berkata kotor.” (HR. Bukhari dalam Al Adabul Mufrad
dan dishahihkan oleh Al Albani)
مَنْ لَعَنَ مُؤْمِنًا فَهُوَ كَقَتْلِهِ
“Barang siapa yang melaknat orang mukmin, maka dia seperti membunuhnya.”
(Hr. Bukhari)
Melaknat secara khusus (menyebut orangnya) hendaknya tidak dilakukan, dan
tidak mengapa melaknat secara umum terhadap pelaku dosa besar karena Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan
kebalikannya, melaknat pemakan riba dan yang memberi riba serta pencatat dan
saksinya, melaknat wanita pentato dan pencabut bulu alis, dsb. Wallahu a’lam.
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa
Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
27.
Pertanyaan: Assalamualaikum ustad.
Saya mau bertanya apakah hukumnya onani sambil membayangkan istri sendiri? Dengan
kondisi suami jauh dari istri karena pekerjaan. Sedangkan suami
punya kebutuhan syahwat dikhawatirkan takut terjadi perzinahan. Terimakasih
ustad.
Jawab: Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh.
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى
آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Onani atau istimna
termasuk perbuatan yang bertentangan dengan adab dan akhlak yang mulia. Para fuqaha
(Ahli Fiqih) berbeda pendapat tentang hukumnya:
Di antara mereka ada
yang berpendapat haram dalam sebagian keadaan; dan tidak dalam keadaan
tertentu. Ada pula yang berpendapat hanya sebagai makruh.
Adapun ulama yang
berpendapat haram adalah ulama madzhab Maliki dan Syafi’i. Alasannya karena
Allah memerintahkan untuk menjaga kemaluan dalam semua keadaan kecuali kepada
istri atau budak yang dimiliki. Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى
أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6)
فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7)
“Dan
orang-orang yang menjaga kemaluannya,--Kecuali terhadap istri-istri mereka atau
budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak terceIa.—Barang
siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui
batas.” (Qs. Al Mu’minun: 5-7)
Adapun ulama yang
berpendapat haram pada sebagian keadaan dan boleh dalam keadaan tertentu, maka
ini merupakan pendapat ulama madzhab Hanafi. Menurut mereka, tidak mengapa
melakukan onani jika khawatir jatuh ke dalam zina jika ia tidak melakukan
demikian karena mengikuti kaidah ‘Irtikab Akhaffid Dharurain’ (mendatangi
yang lebih ringan bahayanya).
Mereka (ulama madzhab
Hanafi) juga mengatakan, bahwa onani haram jika untuk membangkitkan syahwat,
dan tidak mengapa jika syahwat bergejolak, sedangkan di dekatnya tidak ada
istri atau budak, lalu ia melakukan onani dengan maksud meredam syahwatnya.
Sedangkan ulama
madzhab Hanbali berpendapat, bahwa hukumnya haram, kecuali jika ia khawatir
jatuh ke dalam zina, atau khawatir terhadap kesehatannya, dan ia tidak memiliki
istri atau budak, dan tidak mampu menikah.
Adapun Ibnu Hazm, maka
ia berpendapat, bahwa onani hukumnya makruh; tidak berdosa, karena menyentuh
dzakar dengan tangan kirinya adalah mubah. Di samping itu, perkara yang haram
telah Allah jelaskan, dan hal ini tidak termasuk yang dijelaskan keharamannya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا
اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya
Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa
yang terpaksa kamu memakannya.” (Qs. Al
An’aam: 119)
Ada riwayat dari
generasi terdahulu, bahwa orang-orang membicarakan tentang onani, maka sebagian
orang memakruhkannya, sedangkan sebagian lagi menganggap mubah. Di antara yang
menganggap makruh adalah Ibnu Umar dan Atha, sedangkan yang menganggap mubah
adalah Ibnu Abbas, Al Hasan, dan sebagian tabiin besar.
Al Hasan berkata, “Dahulu
mereka melakukannya ketika dalam peperangan.”
(Fiqhusunnah
2/435)
Intinya, sebaiknya
yang bersangkutan tidak melakukan onani dan berusaha untuk meredam syahwatnya
dengan berpuasa, karena inilah yang ditunjuki oleh Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ
لَهُ وِجَاءٌ
“Barang siapa yang
belum sanggup menikah, maka hendaknya ia berpuasa, karena hal itu sebagai
pengebirinya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Di sini Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam menyuruh berpuasa; tidak menyuruh selain itu. Hal ini
menunjukkan sebaiknya ia berpuasa untuk meredam syahwatnya, wallahu a’lam.
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa
Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
28.
Pertanyaan: Bagaimana hukumnya
jika seorang anak menyarankan orangtuanya untuk bercerai? Sebab melihat
dari keseharian kedua orang tua, sang anak berpikir bahwa lebih baik keduanya
berpisah. Selain permasalahan nafkah juga salah satu dari orang tuanya semakin
jauh dari ajaran Islam. Berharap
team Bimbingan Islam dapat memberikan jawaban atau referensi seputar pertanyaan
tersebut. Mudah-mudahan team Bimbingan Islam selalu dirahmati
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Aamiin
ya Allah. Jazaakumullah khaira,
barakallahu fiikum.
Jawab: Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh.
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى
آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Anak yang saleh berusaha untuk meredam pertengkaran yang terjadi pada kedua
orang tuanya, bukan malah mendorong atau memanas-manasi. Memang talak hukumnya
mubah, namun sebagai perkara yang dibenci. Apalagi setelah ada anak yang
akibatnya anak akan terlantar, kesulitan mengunjungi orang tua, kurang
mendapatkan kasih sayang, dan madharat-madharat lainnya yang muncul. Oleh karenanya,
Iblis senang sekali jika terjadi perceraian antara suami dan istri bahkan
memuji setan yang berhasil membuat suami-istri bercerai, karena tahu anaknya
nanti mudah diperdayakan.
Oleh karena itu, cobalah seorang anak berusaha membantu meredam
pertengkaran yang terjadi pada orang tuanya, baik dengan kata-kata yang halus
dan sopan, maupun dengan perbuatan seperti meringankan beban keluarga. Demikian
juga jika keadaannya semakin jauh dari agama, maka coba dekatkan dengan
mengajak mengaji, atau menyiapkan berbagai sarana dan media untuk menyimak
pengajian, dsb. wallahu a’lam.
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa
Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.