بسم
الله الرحمن الرحيم
Fawaid Riyadhush Shalihin (7)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits)
Riyadhush Shalihin yang banyak kami rujuk dari kitab Syarh
Riyadhush Shalihin karya Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy, kitab
Bahjatun Nazhirin karya Syaikh Salim bin Ied Al Hilaliy, dan lainnya. Hadits-hadits di dalamnya banyak merujuk kepada kitab Riyadhush
Shalihin, akan tetapi kami mengambil matannya dari kitab-kitab hadits
induk. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas
karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، أَنَّ نَاسًا مِنَ الْأَنْصَارِ
سَأَلُوا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَعْطَاهُمْ، ثُمَّ
سَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ، حَتَّى إِذَا نَفِدَ مَا عِنْدَهُ قَالَ: «مَا يَكُنْ
عِنْدِي مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ أَدَّخِرَهُ عَنْكُمْ، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ
اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ، وَمَنْ يَصْبِرْ يُصَبِّرْهُ اللهُ،
وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ مِنْ عَطَاءٍ خَيْرٌ وَأَوْسَعُ مِنَ الصَّبْرِ»
(26) Dari Abu
Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa beberapa orang Anshar pernah meminta (harta)
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Beliau memberikannya,
kemudian mereka meminta lagi, lalu Beliau memberikannya hingga habis harta yang
ada pada Beliau, kemudian Beliau bersabda, “Tidak ada satu kebaikan (harta)
yang aku sembunyikan dari kalian. Barang siapa yang menjaga dirinya (dari
meminta-minta), maka Allah akan mencukupkannya, barang siapa yang merasa cukup,
maka Allah akan mengkayakannya, barang siapa yang berusaha untuk sabar, maka
Allah akan membantunya untuk bersabar, dan tidak ada pemberian yang diberikan
kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Bukhari
dan Muslim).
Fawaid:
1. Kedermawanan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Kaya itu
bukan kaya atau banyak harta, akan tetapi kaya itu adalah kaya hati.
3. Anjuran untuk
menjaga diri dari meminta-minta, qana’ah (merasa cukup), dan bersabar terhadap
sempitnya rezeki yang diberikan kepadanya serta hal-hal lain yang tidak
menyenangkan di dunia.
4. Bolehnya
meminta ketika ada kebutuhan meskipun lebih utama meninggalkannya sampai datang
pertolongan dari Allah Azza wa Jalla.
عَنْ صُهَيْبٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: «عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ،
وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ،
فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ»
(27) Dari
Shuhaib radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Semua urusannya baik
baginya, dan hal itu tidak ada kecuali pada diri seorang mukmin. Jika ia
mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, maka hal itu baik baginya, dan jika ia
mendapatkan kesengsaraan, maka ia bersabar, maka hal itu baik baginya.” (HR.
Muslim)
Fawaid:
1. Keutamaan
syukur terhadap nikmat dan sabar ketika mendapatkan musibah. Barang siapa yang
melakukan hal tersebut, maka dia akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Sebaliknya, barang siapa yang tidak bersyukur terhadap nikmat dan
tidak bersabar terhadap musibah, maka ia mendapatkan kesengsaraan, kehilangan
pahala, dan mendapatkan dosa.
2. Orang mukmin
yang sempurna imannya akan bersyukur kepada Allah saat mendapatkan nikmat dan
bersabar ketika mendapatkan musibah.
3. Orang kafir keluh
kesal dan marah-marah ketika mendapatkan musibah, sehingga ia mendapatkan dua
dosa, yaitu tidak ridha terhadap takdir Allah dan tidak sabar ketika
mendapatkan musibah.
عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: لَمَّا ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ جَعَلَ يَتَغَشَّاهُ، فَقَالَتْ فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلاَمُ: وَا
كَرْبَ أَبَاهُ، فَقَالَ لَهَا: «لَيْسَ عَلَى أَبِيكِ كَرْبٌ بَعْدَ اليَوْمِ» ،
فَلَمَّا مَاتَ قَالَتْ: يَا أَبَتَاهُ، أَجَابَ رَبًّا دَعَاهُ، يَا أَبَتَاهْ،
مَنْ جَنَّةُ الفِرْدَوْسِ، مَأْوَاهْ يَا أَبَتَاهْ إِلَى جِبْرِيلَ نَنْعَاهْ،
فَلَمَّا دُفِنَ، قَالَتْ فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلاَمُ: يَا أَنَسُ أَطَابَتْ
أَنْفُسُكُمْ أَنْ تَحْثُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ التُّرَابَ
(28) Dari Anas
radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
semakin berat sakitnya, maka Beliau pun diliputi oleh kedukaan –karena
menghadapi sakaratul maut-, kemudian Fathimah radhiyallahu ‘anha berkata,
“Aduhai penderitaan yang dihadapi ayah.” Maka Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Setelah hari ini, ayahmu tidak akan mengalami penderitaan
lagi.” Saat Beliau telah wafat, maka Fathimah berkata, “Aduhai ayah, ia telah
memenuhi panggilan Rabb-Nya. Aduhai ayah, surga Firdauslah tempat tinggalnya.
Aduhai ayah, kepada Jibril, kami sampaikan berita wafatnya.” Setelah Beliau
dikubur, Fathimah radhiyallahu ‘anha berkata, “Wahai Anas! Apakah hatimu tenang
ketika menaburkan tanah di atas jasad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam?” (HR. Bukhari)
Fawaid:
1. Para nabi
adalah manusia yang paling berat cobaannya.
2. Bolehnya
menaruh kasihan kepada seseorang yang akan dicabut nyawa seperti yang diucapkan
Fathimah radhiyallahu ‘anha, dan bahwa hal itu tidak termasuk niyahah (meratap).
3. Bolehnya
menyebutkan sifat-sifat si mayit setelah wafatnya.
4. Kehidupan
setelah dunia lebih baik bagi para nabi ‘alaihimush shalatu was salam dan para
pengikutnya.
5. Dunia adalah
tempat yang penuh kelelahan, dan akhirat merupakan tempat istirahat dan
kenikmatan bagi seorang mukmin.
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا، قَالَ: أَرْسَلَتِ ابْنَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِلَيْهِ إِنَّ ابْنًا لِي قُبِضَ، فَأْتِنَا، فَأَرْسَلَ يُقْرِئُ السَّلاَمَ،
وَيَقُولُ: «إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ، وَلَهُ مَا أَعْطَى، وَكُلٌّ عِنْدَهُ
بِأَجَلٍ مُسَمًّى، فَلْتَصْبِرْ، وَلْتَحْتَسِبْ» ، فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ
تُقْسِمُ عَلَيْهِ لَيَأْتِيَنَّهَا، فَقَامَ وَمَعَهُ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ،
وَمَعَاذُ بْنُ جَبَلٍ، وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ، وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ وَرِجَالٌ،
فَرُفِعَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّبِيُّ
وَنَفْسُهُ تَتَقَعْقَعُ فَفَاضَتْ
عَيْنَاهُ، فَقَالَ سَعْدٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا هَذَا؟ فَقَالَ: «هَذِهِ
رَحْمَةٌ جَعَلَهَا اللَّهُ فِي قُلُوبِ عِبَادِهِ، وَإِنَّمَا يَرْحَمُ اللَّهُ
مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ»
(29) Dari Usamah
bin Zaid radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Puteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah mengirimkan seseorang untuk menyampaikan berita kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu “Anakku
akan meninggal dunia, maka datanglah kepada kami,” maka Beliau mengirimkan
seseorang untuk menyampaikan salam dan mengatakan, “Sesungguhnya milik Allah
apa yang Dia ambil, milik-Nya pula apa yang Dia berikan, dan semuanya telah ditentukan
ajalnya di sisi-Nya, maka hendaknya ia bersabar dan mengharapkan pahala.” Puterinya
pun mengirimkan seseorang sambil bersumpah agar Beliau datang, maka Beliau, Sa’ad
bin Ubadah, Mu’adz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, dan beberapa orang
sahabat pergi mendatanginya, lalu anaknya pun diangkat ke hadapan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan nafasnya ketika itu terengah-engah,
lalu mata Beliau berlinangan air mata, kemudian Sa’ad berkata, “Wahai
Rasulullah, apa ini?” Beliau menjawab, “Ini adalah rahmat yang Allah berikan
kepada hati hamba-hamba-Nya, dan Allah hanya memberikan rahmat kepada
hamba-hamba-Nya yang penyayang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Bolehnya
meminta orang yang memiliki keutamaan untuk hadir menyaksikan seorang yang
hendak dicabut nyawanya untuk meminta doanya, dan bolehnya bersumpah agar orang
tersebut datang.
2. Bolehnya
berjalan untuk ta’ziyah (menghibur keluarga mayit). Menjenguk juga boleh tanpa
izin; berbeda dengan walimah.
3. Anjuran
memenuhi sumpah orang lain.
4. Anjuran
memerintahkan orang yang mendapatkan musibah untuk bersabar sebelum datang kematian
agar dirinya menerima takdir Allah.
5. Bolehnya
mengulang-ulang undangan.
6. Dorongan
untuk sayang kepada semua makhluk Allah.
7. Peringatan
terhadap hati yang kasar dan mata yang tidak pernah menangis.
8. Bolehnya
menangis tanpa disertai ratapan.
9. Perintah
mendahulukan salam sebelum berbicara.
10. Perintah
menghibur orang yang mendapatkan musibah dengan hiburan yang meringankan
penderitaannya.
11. Menjenguk
orang sakit meskipun bukan orang utama atau bahkan hanya anak kecil merupakan
akhlak mulia.
12. Sekedar
menangis dan berlinangnya air mata tidaklah haram, bahkan ia merupakan bentuk
rahmat dan kasih sayang.
13. Wajibnya
bersabar terhadap musibah.
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji': Syarh Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy),
Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin Shalih Al Utsaimin), Bahjatun Nazhirin (Salim bin ’Ied Al
Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll.