بسم
الله الرحمن الرحيم
Konsep Ketuhanan Dalam Islam
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Konsep
ketuhanan dalam Islam sejalan sekali dengan akal dan fitrah manusia. Berikut
ini kami tunjukkan kepada Anda tentang konsep ketuhanan dalam Islam, semoga
Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma
aamin.
Adanya
Allah
Adanya
Allah Azza wa Jalla dibuktikan oleh dalil syara, dalil akal, dalil fitrah, dan
dalil hissi (inderawi).
Dalil syara tentang
adanya Allah misalnya dengan disebutkan nama-Nya berulang kali dalam semua
kitab samawi seperti dalam Taurat, Zabur, Injil, dan Al Qur’an. Demikian pula tidak
mungkin ada firman-Nya tanpa ada yang berfirman.
Dalil
akal yang menunjukkan adanya Allah adalah adanya makhluk ciptaan. Secara akal,
tidak mungkin ada hasil ciptaan tanpa ada yang menciptakan. Tidak perlu
jauh-jauh membayangkannya. Mungkinkah barang-barang yang ada di hadapan kita
terwujud secara tiba-tiba tanpa ada yang membuatnya, misalnya meja, kursi, perabotan
dan perhiasan, kasur, karpet, lampu, setrika, piring, gelas, komputer, hp, motor,
mobil, dan sebagainya? Tentu tidak mungkin. Bahkan jika ada yang mengatakan di
hadapan kita, bahwa barang-barang itu muncul secara tiba-tiba tanpa ada yang
membuatnya, tentu kita katakan bahwa orang tersebut telah gila. Jika terhadap
barang-barang itu saja kita tidak menerima jika dikatakan, bahwa barang-barang
itu ada dengan sendirinya, apalagi alam semesta ini yang tersusun rapi dan indah,
ada matahari, ada bulan, ada langit, ada bumi, ada daratan, ada lautan, ada
sungai-sungai, ada bukit dan ada lembah, ada hewan dan ada manusia. Apakah semua
itu muncul secara tiba-tiba? Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
أَمْ
خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ (35) أَمْ خَلَقُوا
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بَلْ لَا يُوقِنُونَ (36)
“Apakah
mereka diciptakan tanpa sesuatu (Pencipta) pun ataukah mereka yang menciptakan
(diri mereka sendiri)?--Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya
mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).” (QS.
Ath Thuur: 35-36)
Tidak bisa
dibenarkan, hanya karena kita tidak melihat proses penciptaan langit dan bumi,
kemudian kita katakan, bahwa langit dan bumi itu muncul secara tiba-tiba,
sebagaimana tidak dapat dibenarkan hanya karena kita tidak melihat proses
pembuatan barang-barang yang ada di hadapan kita, kemudian kita katakan, bahwa
barang itu ada dengan sendirinya.
Dalil
fitrah yang menunjukkan adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah, bahwa
manusia sudah tertanam dalam dirinya kepercayaan terhadap adanya Tuhan yang menciptakan
alam semesta ini, termasuk dirinya, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dalil
hissiy yang menunjukkan adanya Allah Azza wa Jalla adalah kita mendengar dan
menyaksikan pengabulan terhadap doa seseorang ketika ia berdoa kepada Allah,
demikian pula kita telah mengetahui adanya mukjizat luar biasa yang Allah
berikan kepada para nabi dan rasul-Nya sehingga mereka berhasil mengalahkan musuh-musuhnya,
dimana itu semua terdapat dalil akan adanya Tuhan yang mengutus mereka, yaitu
Allah Azza wa Jalla.
Mengenal
Allah
Jika seseorang
bertanya, “Siapa Allah?” atau “Bagaimana konsep ketuhanan dalam Islam?” Maka seseorang dapat menjawabnya dengan surat
Al Ikhlas berikut ini:
قُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3)
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
Katakanlah,
"Dia-lah Allah, yang Maha Esa.--Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu.--Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan,--Dan
tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia." (QS. Al
Ikhlas: 1-4)
Perhatikanlah
surat tersebut!
Surat tersebut
menerangkan kepada kita siapa Allah dan seperti apa konsep ketuhanan dalam
Islam.
Ayat
yang pertama menyebutkan, bahwa Allah Mahaesa.
Ya,
dalam Islam tuhan itu hanya satu, yaitu Allah, dan Dia Mahaesa, tidak
berbilang. Dia sendiri saja; tidak banyak.
Konsep
ini adalah konsep yang sejalan dengan fitrah dan akal manusia. Hal itu, karena
jika tuhan itu banyak, maka banyak pula yang disembah dan diminta, dan jika
banyak yang disembah dan diminta, tentu akan menyusahkan dan memberatkan
penyembahnya. Jika seorang penyembah hanya menyembah satu tuhan dan
meninggalkan yang lain, tentu tuhan yang lain akan cemburu dan akan terjadi
pertengkaran antara sesama tuhan. Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta’ala
berfirman,
لَوْ
كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ
الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ (22)
“Sekiranya
ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah
rusak binasa. Maka Mahasuci Allah yang mempunyai 'Arsy dari apa yang mereka
sifatkan.” (QS. Al Anbiya’: 22)
مَا
اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَذَهَبَ
كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ
عَمَّا يَصِفُونَ (91)
“Allah
sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada Tuhan (yang lain)
beserta-Nya, kalau ada Tuhan beserta-Nya, masing-masing Tuhan itu akan membawa
makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan
sebagian yang lain. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu,” (QS.
Al Mu’minun: 99)
Ayat
yang kedua menerangkan, bahwa Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Benar
sekali! Tuhan dalam konsep Islam menjadi sandaran seluruh makhluk, kepada-Nya
mereka menyembah dan kepada-Nya mereka memohon pertolongan serta meminta
dipenuhi kebutuhan.
Tuhan
dalam konsep Islam Mahakaya; tidak membutuhkan alam semesta, bahkan semua makhluk
butuh kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ
الْحَمِيدُ (15)
“Wahai
manusia! Kamulah yang butuh kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya
(tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS.
Fathir: 15)
Allah
juga Mahakuasa atas segala sesuatu, Dia berfirman,
قُلِ
اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ
الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ
بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (26) تُولِجُ اللَّيْلَ
فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ
الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ
حِسَابٍ (27)
Katakanlah,
"Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang
yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau
kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang
yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya
Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.--Engkau masukkan malam ke dalam siang
dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang
mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki
siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).” (QS.
Ali Imran: 26-27)
Sekarang
perhatikanlah patung dan berhala yang disembah oleh sebagian manusia, apakah
mereka memiliki kekuasaan dan kemampuan? Sama sekali tidak. Jangankan menolong
para penyembahnya, menolong diri mereka sendiri pun mereka tidak bisa. Perhatikanlah
berhala-berhala yang dihancurkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, apakah
berhala-berhala itu dapat melawannya?
Ayat
yang ketiga menerangkan, bahwa tuhan dalam konsep Islam tidak melahirkan dan
tidak dilahirkan. Ayat ini merupakan bantahan terhadap mereka yang mengatakan
bahwa tuhan mempunyai anak. Demikian pula terdapat bantahan bagi kaum Nasrani
yang mengatakan bahwa Isa atau Yesus anak tuhan. Kalau sekiranya Isa anak
tuhan, tentu keadaannya sama seperti tuhan dan mahakuasa, tetapi kenyataannya dia
sama seperti manusia yang lain, butuh makan, butuh minum, butuh istirahat, dan memerlukan
kebutuhan manusia lainnya, bahkan hampir saja Beliau dibunuh oleh orang-orang
Yahudi, kemudian Allah menyelamatkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
مَا
الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ
وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلَانِ الطَّعَامَ انْظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ
لَهُمُ الْآيَاتِ ثُمَّ انْظُرْ أَنَّى يُؤْفَكُونَ (75)
“Al Masih
putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu
sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, keduanya biasa
memakan makanan.” (QS. Al Maidah: 75)
Di
samping itu, kalau sekiranya Allah mempunyai anak, tentu harus ada istrinya,
padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia berfirman,
بَدِيعُ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ
صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (101)
“Dia
Pencipta langit dan bumi. bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak
mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala
sesuatu.” (QS. Al An’aam: 101)
Ayat
yang keempat menunjukkan, bahwa tidak ada yang serupa dan
setara dengan tuhan. Ini sangat tepat sekali, yakni tidak ada yang sama seperti
Allah, dan memang benar, bahwa Tuhan harus seperti itu; tidak ada yang
menyamai-Nya, karena jika ada yang sama dengan tuhan, maka yang lain itu juga
berhak disembah, tetapi kenyataannya tidak ada. Dari ayat ini juga kita dapat
menyimpulkan bahwa sifat Allah tidak sama dengan sifat makhluk-Nya, dan bahwa
Dia disifati dengan sifat-sifat sempurna tanpa ada kekurangan sama sekali.
Khatimah
(Penutup)
Saudaraku,
konsep ketuhanan dalam Islam begitu jelas, benar, mudah dicerna, dan sejalan
dengan fitrah dan akal manusia, maka benarlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَمَنْ
يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي
الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (85)
“Barang
siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS.
Ali Imran: 85)
Wallahu
a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa
sallam, wal hamdu lillahi Rabbil ‘alamin.
Marwan
bin Musa
Maraji’: Syarh
Tsalatsatil Ushul (Muhammad bin Shalih Al Utsaimin), Minhajul
Muslim (Abu Bakr Al Jazairiy), Aisarut Tafasir (Abu Bakr
Al Jazairiy), dll.