بسم
الله الرحمن الرحيم
Syarah Kitab Tauhid (24)
(Usaha
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Dalam Menjaga Tauhid dan Menutup Jalan
Yang Menuju Kepada Syirik)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang
mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut
lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya
Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah, yang banyak
kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya
Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
Bab: Usaha
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Dalam Menjaga Tauhid dan Menutup Jalan
Yang Menuju Kepada Syirik
Firman
Allah Ta’ala,
لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ
مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri,
berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, sangat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS.
At Tabuah: 128)
**********
Penjelasan:
Dalam ayat
ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya nikmat
yang Dia berikan kepada mereka berupa diutus-Nya ke tengah-tengah mereka
seorang rasul yang mulia dari kalangan mereka dan dengan bahasa mereka, dimana di
antara sifatnya adalah merasakan berat penderitaan yang mereka alami,
menginginkan kebaikan bagi mereka, dan sangat sayang kepada orang-orang beriman.
Hubungan
ayat di atas dengan bab ini adalah bahwa sifat-sifat yang dimiliki Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menghendaki untuk memperingatkan umatnya
dari perbuatan syirik yang merupakan dosa yang paling besar dan menyebabkan
seseorang sengsara dunia dan akhirat.
Kesimpulan:
1.
Memperingatkan manusia
dari perbuatan syirik menunjukkan kasih sayang dan perhatian Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam terhadap umatnya.
2.
Diutusnya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan nikmat yang besar bagi manusia.
3.
Mulianya nasab dan rumah
Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
4.
Sifat-sifat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang patut dimiliki oleh setiap pemimpin, yaitu
merasakan penderitaan umatnya, menginginkan kebaikan bagi mereka, dan sayang
kepada mereka.
**********
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
لَا تَجْعَلُوا
بُيُوتَكُمْ قُبُورًا، وَلَا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا، وَصَلُّوا عَلَيَّ
فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ
“Janganlah
kalian menjadikan rumah kalian seperti kuburan. Janganlah kalian jadikan
kuburku sebagai tempat perayaan. Ucapkanlah shalawat kepadaku, karena shalawat
kalian akan sampai kepadaku di mana
saja kalian berada.” (HR. Abu Dawud dengan isnad yang hasan, dan para perawinya
adalah para perawi yang tsiqah).
**********
Penjelasan:
Hadits
di atas diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 2042 dan Ahmad dalam Musnadnya
2/367, dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani.
Dalam
hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menjadikan rumah
seperti kuburan, dimana keadaan kuburan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah sepi dan kosong dari ibadah, doa, dzikr dan sebagainya. Beliau
memerintahkan kita mengisi rumah kita dengan ibadah, seperti shalat sunah, doa,
membaca Al Qur’an, dan ibadah-ibadah lainnya.
Demikian
pula Beliau melarang umatnya menjadikan kubur Beliau sebagai tempat perayaan,
yakni dengan sering dikunjungi dan berkumpul di situ sambil berdoa dan
beribadah, karena hal itu merupakan sarana yang mengantarkan kepada perbuatan
syirik.
Beliau
juga menerangkan kepada umatnya, bahwa cukup bagi mereka memperbanyak ucapan
shalawat dan salam kepada Beliau dimana saja mereka berada, karena hal itu akan
sampai kepada Beliau baik dari orang yang berada di tempat yang jauh maupun
yang dekat, sehingga tidak perlu bagi mereka sering mengunjungi kuburnya.
Dalam
hadits di atas terdapat
bentuk menutup celah kepada perbuatan syirik.
Kesimpulan:
1.
Menutup sarana yang dapat
mengantarkan kepada kemusyrikan,
seperti shalat di kuburan, bersikap ghuluw (berlebihan) terhadap kuburan para
nabi dan orang-orang saleh, menjadikan kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebagai tempat perayaan, dsb.
2.
Disyariatkan mengucapkan
shalawat dan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana saja kita
berada, dan bahwa ucapan shalawat dan salam dari kita akan sampai kepada Beliau.
Demikian pula tidak ada perbedaan, antara yang berada dekat dengan kubur Beliau
maupun jauh.
3.
Larangan safar khusus
untuk meziarahi kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
4.
Usaha Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk menjaga tauhid.
**********
Dari
Ali bin Husain, bahwa dirinya pernah melihat seseorang mendatangi sebuah celah
di dekat kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu orang itu masuk ke
dalamnya dan berdoa di sana, maka Ali segera melarangnya dan berkata, “Maukah
aku sampaikan kepada kamu sebuah hadits yang aku dengar dari ayahku, dari
kakekku, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
لاَ
تَتَّخِذُوْا قَبْرِيْ عِيْداً وَلاَ بُيُوْتَكُمْ قُبُوْراً فَإِنَّ تَسْلِيْمَكُمْ
يَبْلُغُنِيْ أَيْنَمَا -أَوْ حَيْثُ- كُنْتُمْ
“Janganlah kalian menjadikan kuburku sebagai tempat
perayaan, dan jangan kalian jadikan rumah kalian sebagai kuburan, karena
sesungguhnya salam kalian akan sampai kepadaku di mana saja kalian berada.”
(Diriwayatkan dalam kitab Al Mukhtarah)
**********
Penjelasan:
Hadits
di atas diriwayatkan oleh Abu Ya’la, Isma’il Al
Qadhiy dalam Fadhlush shalah ‘alan Nabi no. 20 dan dishahihkan oleh Al
Albani karena jalur-jalur dan syahidnya, dan diriwayatkan oleh Al Hafizh Dhiya’uddin
Muhammad bin Abdul Wahid Al Maqdisi dalam kitab Al Mukhtarah.
Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib dikenal dengan
Zainal Abidin, seorang tabi’in utama keturunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, ia wafat pada tahun 93 H.
Dalam hadits tersebut terdapat larangan mendatangi kubur
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berdoa di dekatnya. Jika ke kubur Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam saja dilarang apalagi ke kubur selain Beliau
karena hal itu termasuk sarana yang mengantarkan kepada kemusyrikan.
Sungguh sangat disayangkan orang-orang Syiah yang mengaku
mencintai keturunan Nabi, justru mereka yang terdepan dalam memuja kubur dan
berdoa di dekatnya, padahal Ali bin Husain salah seorang keturunan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingkarinya seperti dalam riwayat di atas.
Kesimpulan:
1.
Larangan berdoa di dekat kubur Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam demi menjaga tauhid.
2.
Disyariatkan mengingkari kemungkaran dan mengajarkan
orang yang tidak tahu.
3.
Larangan bersafar hanya untuk mengunjungi kubur Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentuk penjagaan terhadap tauhid.
4.
Tujuan ziarah ke kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
hanyalah mengucapkan salam untuk Beliau, dan hal ini bisa dilakukan oleh orang
yang dekat dengan kubur Beliau maupun jauh.
Bersambung...
Marwan
bin Musa
Maraji’:
Al
Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan
Al Fauzan), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.