بسم
الله الرحمن الرحيم
Syarah Kitab Tauhid (23)
(Berlebihan
Terhadap Kubur Orang Saleh Dapat Dapat Menjadi Penyebab Kubur Itu Disembah)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang
mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut
lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya
Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah, yang banyak
kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya
Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
Bab: Berlebihan
Terhadap Kubur Orang-Orang Saleh Dapat Menjadi Penyebab Kubur Itu Dijadikan Sesembahan
Selain Allah
Imam
Malik meriwayatkan dalam Al Muwaththa, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
اَللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ
قَبْرِي وَثَنًا، اشْتَدَّ غَضَبُ اللهِ عَلَى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ
أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburku sebagai
berhala yang disembah. Allah sangat murka kepada orang-orang yang menjadikan
kubur para nabi mereka sebagai tempat ibadah.”
**********
Penjelasan:
Hadits
di atas disebutkan oleh Imam Malik dalam Al Muwaththa no. 85, dan Ahmad 2/246.
Pentahqiq Musnad Ahmad menyatakan isnadnya kuat.
Imam
Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir Al Ashbahi adalah imam darul hijrah
(Madinah), salah satu di antara imam madzhab yang empat, yang wafat pada tahun
179 H.
Setelah
penyusun (Syaikh Muhammad At Tamimi) menerangkan tentang bahaya bersikap ghuluw
(berlebihan) terhadap orang-orang saleh, maka pada bab ini, ia menerangkan,
bahwa bersikap ghuluw terhadap kubur orang-orang saleh juga merupakan sarana
yang dapat mengantarkan kepada perbuatan syirik, sehingga orang-orang yang
telah mati itu akhirnya disembah.
Kata
‘berhala’ atau dalam bahasa Arab disebut ‘watsan’ adalah sesembahan yang tidak
memiliki rupa manusia, seperti kuburan, pohon, dinding, batu, dsb.
Dalam
hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhawatirkan jika umatnya
bersikap terhadap kubur Beliau seperti sikap orang-orang Yahudi dan Nasrani
terhadap kubur para nabi mereka, yaitu bersikap ghuluw (berlebihan), sehingga
kuburan mereka menjadi berhala yang disembah. Oleh karena itu, Beliau memohon
kepada Allah Azza wa Jalla agar kuburannya tidak seperti itu. Selanjutnya Nabi
shallallahu alaihi wa sallam menerangkan sebab kemurkaan dan laknat menimpa
orang-orang Yahudi dan Nasrani, yaitu menjadikan kubur para nabi mereka sebagai
masjid atau tempat ibadah.
Kesimpulan:
1.
Bersikap ghuluw terhadap
kubur para nabi dapat menjadi penyebab kubur itu disembah.
2.
Contoh ghuluw terhadap
kuburan orang-orang saleh adalah ketika menjadikannya sebagai masjid atau
tempat ibadah.
3.
Menetapkan sifat ‘murka’
bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala sesuai yang layak dengan keagungan-Nya.
**********
Ibnu
Jarir meriwayatkan dengan sanadnya dari Sufyan, dari Manshur, dari Mujahid
tentang firman Allah Ta’ala,
أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ
وَالْعُزَّى
“Maka
apakah patut kamu (wahai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza?” (QS. An
Najm: 19)
Ia
berkata, “Lata adalah seorang yang mengaduk tepung untuk jamaah haji. Saat ia
meninggal dunia, maka mereka senantiasa mendatangi kuburnya.”
Demikian
pula penafsiran Ibnu Abbas sebagaimana dituturkan oleh Abul Jauza, bahwa Lata
adalah seorang yang mengaduk tepung untuk jamaah Haji.”
**********
Penjelasan:
Muhammad
Ibnu Jarir Ath Thabari adalah seorang Imam Ahli Tafsir, wafat pada tahun 310 H,
rahimahullah.
Sufyan
di sini adalah Sufyan bin Sa’id Ats Tsauriy, seorang imam, hujjah, dan Ahli
Ibadah, wafat pada tahun 161 H.
Manshur
bin Mu’tamir adalah seorang yang tsiqah (terpercaya), ahli fiqih, wafat pada
tahun 132 H.
Mujahid
bin Jabr adalah seorang yang tsiqah, Imam Ahli Tafsir. Ia mengambil tafsir dari
Ibnu Abbas dan lainnya, wafat pada tahun 104 H.
Abul
Jauza adalah Aus bin Abdullah Ar Rib’i, ia adalah seorang yang tsiqah dan
masyhur, wafat pada tahun 83 H.
Atsar
(riwayat) di atas menunjukkan, bahwa sebab penyembahan kepada Lata adalah
bersikap ghuluw (berlebihan) terhadap kuburnya sehingga menjadi berhala yang
disembah.
**********
Dari
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma ia berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَائِرَاتِ الْقُبُورِ، وَالْمُتَّخِذِينَ
عَلَيْهَا الْمَسَاجِدَ وَالسُّرُجَ
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita-wanita yang menziarahi kubur, dan
orang-orang yang membuat tempat ibadah dan memberi lampu penerang di atas
kuburan.” (HR. Penulis kitab Sunan)
**********
Penjelasan:
Hadits
di atas diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah.
Syaikh
Al Albani berkata, “Hadits ini meskipun masyhur, namun dhaif isnadnya, karena
melalui riwayat Abu Shalih Badzam dari Ibnu Abbas, sedangkan Badzam didhaifkan
oleh mayoritas ulama, bahkan sebagian mereka menuduhnya berdusta sebagaimana
yang aku sebutkan dalam Ahkamul Janaiz, serta aku berikan penjelasan
secara rinci dalam At Ta’liqatul Jiyad. Dalam hal ini bisa juga dilihat kitab
Tahdzibus Sunan dan At Talkhish. Namun hadits di atas jika dengan
lafaz …‘zawwaarat’… (artinya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaknat wanita yang sering ziarah kubur dan yang menjadikan kubur sebagai
tempat ibadah) itu shahih lighairih, karena memiliki beberapa syahid
(penguat) selain lafaz ‘suruj’ (memberi lampu penerang di atasnya), maka
aku belum temukan syahidnya, sehingga tetap dhaif.” (Tamamul Minnah hal.
297)
Dalam
hadits di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan laknat (jauh dari
rahmat Allah) kaum wanita yang sering menziarahi kubur, karena seringnya mereka
menziarahi kubur mengakibatkan banyak mafsadat, seperti terjadinya ratapan,
keluh kesah, dan tergodanya kaum laki-laki oleh mereka. Beliau juga melaknat
mereka yang menjadikan kuburan sebagai masjid atau tempat ibadah.
Adapun
memberi lampu penerang di atas kubur, karena di dalamnya terdapat sikap ghuluw
(berlebihan) terhadap kubur dan menjadi sarana yang mengantarkan kepada
kemusyrikan, maka hukumnya haram juga.
Hadits
di atas menunjukkan haramnya bersikap ghuluw (berlebihan) di atas kubur, karena
hal itu dapat menjadikannya sebagai berhala yang disembah.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak sah shalat di pekuburan dan menghadap
kepadanya. Larangan tersebut maksudnya adalah untuk menutup celah ke arah
kemusyrikan. Sebagian orang yang semadzhab dengan kami menyatakan, bahwa jika
hanya satu atau dua kubur, tidak menghalangi untuk shalat di sana, karena belum
disebut pekuburan. Disebut pekuburan adalah jika terdiri dari tiga kubur atau
lebih, namun tidak ada dalam pernyataan Imam Ahmad dan sebagian besar ulama
yang semadzhab dengan kami adanya pembedaan ini. Bahkan pada umumnya, ucapan
mereka, alasan, dan pendalilannya menghukumi tidak bolehnya shalat meskipun di
satu kuburan, dan inilah yang benar. Pekuburan adalah setiap yang dikubur di
sana, bukan sebagai bentuk jamak dari kata ‘qabr’ (kuburan). Kawan-kawan kami
yang semadzhab berkata, “Setiap yang masuk ke dalam lingkup pekuburan, seperti
di sekitar kubur-kubur, maka tidak boleh shalat di sana.” Hal ini menunjukkan,
bahwa larangan tersebut mencakup satuan kuburan dan halamannya yang menjadi
bagiannya. Namun Al Amidiy dan lainnya menyatakan, bahwa tidak boleh shalat di
sana, yakni di masjid yang kiblatnya menghadap kubur sampai antara dinding
dengan pekuburan ada penghalang lagi yang lain. Sebagian mereka menyatakan,
inilah pernyataan Imam Ahmad.” (Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah 1/411)
Kesimpulan:
1.
Haramnya bersikap ghuluw
terhadap kubur, yaitu dengan menjadikannya sebagai tempat ibadah, karena dapat
mengantarkan kepada kemusyrikan.
2.
Haramnya memberikan lampu
penerang pada kubur, karena termasuk sarana yang dapat mengantarkan kepada kemusyrikan.
3.
Sebab dilarang shalat di
dekat kuburan adalah agar tidak terjatuh ke dalam kemusyrikan.
Bersambung...
Marwan
bin Musa
Maraji’:
Al
Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan
Al Fauzan), Maktabah Syamilah versi 3.45, Mausu’ah Ruwathil
Hadits (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur’ani was Sunnah), Tamamul
Minnah (Syaikh M. Nashiruddin Al Albani), dll.
0 komentar:
Posting Komentar