بسم
الله الرحمن الرحيم
Syarah Kitab Tauhid (10)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut
lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, yang
kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya
Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
BAB : MEMAKAI GELANG DAN
SEJENISNYA UNTUK MENOLAK BAHAYA ADALAH PERBUATAN SYIRK
Firman Allah Ta’ala,
قُلْ أَفَرَأَيْتُم مَّا تَدْعُونَ مِن دُونِ اللهِ إِنْ أَرَادَنِيَ
اللهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ
هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ
الْمُتَوَكِّلُونَ
Katakanlah,
"Maka Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika
Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu
dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat
kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?” Katakanlah, "Cukuplah
Allah bagiku." kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” (QS. Az Zumar: 38)
**********
Penjelasan:
Dalam bab ini,
penyusun (Syaikh M. bin Abdul Wahhab) menyebutkan hal-hal yang bertentangan
dengan tauhid, yang di antaranya adalah memakai gelang, cincin, kalung dan
sejenisnya dengan maksud menolak bahaya atau musibah seperti halnya mereka yang
memakai jimat.
Jika seseorang
beranggapan bahwa benda-benda itu dapat memberikan manfaat dan menghindarkan
bahaya dengan sendirinya, maka hal inii merupakan syirk akbar (besar). Tetapi
jika seseorang beranggapan bahwa benda-benda itu sebagai sebab mendapatkan
manfaat dan menghindarkan bahaya, maka hal ini menjadi syirk asghar (kecil),
karena Allah tidak menjadikan benda-benda itu sebagai sebab memperoleh manfaat
dan menolak bahaya.
Pada ayat di
atas (QS. Az Zumar: 38), Allah Subhaanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada orang-orang musyrik
dalam bentuk pengingkaran agar mereka berfikir tentang patung dan berhala yang
mereka sembah di samping Allah; apakah patung dan berhala itu dapat memberikan
manfaat dan menghindarkan musibah dari mereka? Tentu mereka akan mengakui
kelemahan patung dan berhala itu, dan bahwa patung dan berhala itu tidak dapat
memberikan manfaat serta menghindarkan bahaya, bahkan tidak dapat berbuat
apa-apa. Jika keadaan patung dan berhala seperti itu, maka jelaslah, bahwa
patung dan berhala itu tidak berhak disembah.
Kaitan ayat di
atas dengan bab ini adalah karena di sana terdapat dalil akan batilnya syirk
yang di antaranya memakai kalung, gelang, dan cincin sebagai jimat, padahal
benda-benda itu tidak dapat bermanfaat apa-apa dan tidak dapat menghindarkan
bahaya.
Kesimpulan:
1. Batilnya syirk, karena sesembahan yang
disembah selain Allah ternyata tidak dapat mendatangkan manfaat dan tidak dapat
menolak bahaya.
2. Peringatan keras terhadap mereka yang
memakai jimat baik berupa kalung, gelang, maupun cincin untuk mendatangkan
keberuntungan atau menghindarkan bahaya, bahwa hal tersebut termasuk perbuatan
syirk dan dosa yang sangat besar.
3. Disyariatkan mengajak dialog
orang-orang musyrik untuk membatalkan kemusyrikan.
4. Wajibnya bertawakkal dan bergantung
hanya kepada Allah Azza wa Jalla dan menyerahkan semua urusan kepada-Nya.
**********
Dari Imran bin
Hushain, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seorang
laki-laki yang memakai gelang dari kuningan, kemudian Beliau bertanya,
"مَا هَذِهِ؟ " قَالَ: مِنَ اْلوَاهِنَةِ.
فَقَالَ: "اِنْزِعْهَا فَإِنَّهَا لاَ تَزِيْدُكَ إِلاَّ وَهْناً، فَإِنَّكَ
لَوْ مُتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَداً"
“Apa itu?”
Laki-laki itu menjawab, “Gelang penangkal penyakit.” Beliau bersabda,
“Lepaskanlah gelang itu. Sesungguhnya ia tidak akan menambah bagimu selain kelemahan,
dan jika engkau mati sedangkan gelang ini masih ada di tanganmu, maka engkau
tidak akan beruntung selamanya.” (HR. Ahmad dengan sanad yang bisa diterima)
**********
Penjelasan:
Hadits di atas
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al Musnad (4/445), Ibnu Hibban dalam Al
Mawarid (1410, 1411), Ibnu Majah (3531), dan Hakim dalam Mustadrak
(4/216) ia menshahihkannya dan disepakati oleh Adz Dzahabi. Akan tetapi isnad
ini adalah dhaif karena dalam sanadnya tedapat rawi bernama Mubarak bin
Fudhalah seorang mudallis dan ia telah melakukan ‘an’anah, tanpa
menyebutkan secara tegas mendengar dari Al Hasan. Sedangkan Al Hasan tidak
mendengar dari Imran, dan pernyataan mendengarnya adalah kekeliruan dari
Mubarak sebagaimana diterangkan oleh Imam Ahmad dan lainnya. Oleh karenanya Al
Albani mendhaifkannya sebagaimana dalam Dhaif Sunan Ibnu Majah. Hadits tersebut
juga diperselisikan pada Al Hasan; apakah ia memauqufkannya (sampai sahabat)
atau memarfukannya (sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Hadits lain yang
shahih yang menunjukkan haramnya memakai jimat, yaitu hadits Uqbah bin Amir Al
Juhanniy radhiyallahu ‘anhu yang akan disebutkan oleh penyusun juga setelah ini,
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kedatangan rombongan
orang, Beliau membai’at Sembilan orangnya dan satu lagi tidak Beliau ba’ait,
maka rombongan itu mengatakan, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau bai’at
Sembilan orang dan tidak memba’iat orang ini?” Beliau bersabda, “Orang ini
memakai jimat.” Maka Beliau memasukkan tangannya (ke baju orang itu) dan
memutuskannya, kemudian Beliau bersabda,
مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barang siapa
yang menggantungkan jimat, maka ia telah berbuat syirk.” (HR. Ahmad, dan
dinyatakan isnadnya kuat oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah)
Hadits ini
menunjukkan dilarangnya memakai jimat dan bahwa hal tersebut termasuk syirk.
**********
Dalam riwayat
Ahmad pula dari Uqbah bin Amir secara marfu’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً، فَلَا أَتَمَّ اللهُ لَهُ، وَمَنْ
تَعَلَّقَ وَدَعَةً، فَلَا وَدَعَ اللهُ لَهُ
“Barang siapa
yang memakai tamimah, maka Allah tidak akan mengabulkan keinginannya, dan
barang siapa yang memakai wadi’ah, maka Allah tidak akan memberikan ketenangan
kepadanya.”
Dalam riwayat
lain disebutkan,
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barang siapa
yang menggantungkan jimat, maka ia telah berbuat syirk.”
**********
Penjelasan:
Hadits pertama,
“Barang siapa yang memakai tamimah…dst.” Diriwayatkan oleh Ahmad (4/154), Ibnu
Hibban dalam Al Mawarid (1413), dan Hakim dalam Al Mustdarak
(4/417). Hadits ini dinyatakan hasan oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar
Risalah, namun didhaifkan oleh Al Albani dalam Dha’iful Jami’ no. 5703. Dalam
sanadnya terdapat rawi yang majhul bernama Khalid bin Ubaid Al Ma’afiriy, wallahu
a’lam.
Hadits yang
kedua telah disebutkan takhrijnya.
Uqbah bin Amir
adalah seorang sahabat yang masyhur, Ahli Fiqh, dan pernah menjabat gubernur
Mesir pada pemerintahan Mu’awiyah selama tiga tahun. Ia wafat pada usia mendekati
60 tahun.
Tamimah adalah sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak sebagai
penangkal atau pengusir penyakit, dan penangkal terhadap pengaruh buruk dari
mata orang yang dengki.
Wada’ah
adalah sesuatu yang diambil dari laut
menyerupai rumah kerang yang digunakan kaum Jahiliyyah sebagai penangkal
penyakit.
Termasuk ke
dalam pengertian tamimah dan wadi’ah adalah jimat.
Hadits di atas
menunjukkan, bahwa orang yang memakai jimat, maka Allah tidak akan mengabulkan
keinginannya dan tidak akan memberikan ketenangan kepadanya.
Kesimpulan:
1. Memakai jimat (baik berupa kalung,
cincing, maupun gelang) termasuk perbuatan syirk.
2. Dilarangnya berobat dengan yang haram.
3. Perintah mengingkari yang munkar dan
mengajarkan orang yang tidak tahu.
4. Bahaya syirk di dunia dan akhirat.
5. Seorang mufti hendaknya meminta
penjelasan lebih lanjut dan menanyakan maksudnya.
6. Syirk asghar (kecil) adalah dosa yang
sangat besar.
7. Perbuatan syirk tidak diberi udzur
karena kebodohan.
8. Memberikan peringatan keras terhadap
perbuatan syirk agar seseorang menjauhinya.
9. Barang siapa yang bersandar kepada
selain Allah, maka Allah tidak akan mengabulkan keinginannya.
10. Doa buruk bagi mereka yang memakai
jimat, bahwa Allah tidak akan mengabulkan keinginannya dan tidak akan
memberikan ketenangan kepadanya.
**********
Ibnu Abi Hatim
meriwayatkan dari Hudzaifah, bahwa ia melihat seseorang yang di tangannya ada
benang untuk menangkal demam, maka ia segera memutuskannya dan membacakan
firman Allah Ta’ala,
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللهِ إِلاَّ وَهُم مُّشْرِكُونَ
“Dan
sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan
mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS. Yusuf: 106)
**********
Penjelasan:
Hudzaifah bin Al
Yaman Al ‘Absiy adalah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang mulia, ia sebagai sekutu kaum Anshar dan termasuk As Sabiqunal Awwalun. Ia
wafat pada tahun 36 H.
Atsar di atas
menjelaskan, bahwa Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu pada saat melihat seseorang
memakai gelang dari benang dengan maksud agar terhindar dari demam, maka ia
segera mengingkari pelakunya dan memutuskan benang itu, lalu ia berdalih dengan
ayat yang isinya, bahwa orang-orang musyrik memadukan antara mengakui tauhid
Rububiyyah tetapi melakukan syirk dalam uluhiyyah (ibadah).
Atsar tersebut
menunjukkan, bahwa memakai jimat meskipun hanya terbuat dari benang merupakan
perbuatan syirk yang wajib diingkari.
Kesimpulan:
1. Mengingkari orang yang memakai jimat
dan bahwa hal itu termasuk perbuatan syirk.
2. Wajibnya mengingkari kemungkaran bagi
mereka yang mampu mengingkari.
3. Sahnya berdalih dengan nash yang datang
berkenaan syirk akbar (besar) untuk mengingkari syirk asghar (kecil), karena
syirk mencakup keduanya.
4. Kaum musyrik mengakui Rububiyyah Allah,
namun tidak mengakui uluhiyyah-Nya (keberhakan-Nya untuk diibadati
satu-satunya).
Bersambung...
Marwan
bin Musa
Maraji’:
Al
Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan
Al Fauzan), Maktabah Syamilah
versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar