بسم
الله الرحمن الرحيم
Fawaid Riyadhush Shalihin (4)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits)
Riyadhush Shalihin yang banyak kami rujuk dari kitab Syarh
Riyadhush Shalihin karya Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy. semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
عَنْ زِرِّ بْنِ حُبَيْشٍ، قَالَ: أَتَيْتُ صَفْوَانَ بْنَ عَسَّالٍ
المُرَادِيَّ، أَسْأَلُهُ عَنِ المَسْحِ عَلَى الخُفَّيْنِ، فَقَالَ: مَا جَاءَ
بِكَ يَا زِرُّ؟ فَقُلْتُ: ابْتِغَاءَ العِلْمِ، فَقَالَ: إِنَّ المَلَائِكَةَ
لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ العِلْمِ رِضًا بِمَا يَطْلُبُ، فَقُلْتُ:
إِنَّهُ حَكَّ فِي صَدْرِي المَسْحُ عَلَى الخُفَّيْنِ بَعْدَ الغَائِطِ
وَالبَوْلِ، وَكُنْتَ امْرَأً مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَجِئْتُ أَسْأَلُكَ هَلْ سَمِعْتَهُ يَذْكُرُ فِي ذَلِكَ شَيْئًا،
قَالَ: نَعَمْ، كَانَ يَأْمُرُنَا إِذَا كُنَّا سَفَرًا أَوْ مُسَافِرِينَ أَنْ
لَا نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيهِنَّ إِلَّا مِنْ
جَنَابَةٍ، لَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ، فَقُلْتُ: هَلْ سَمِعْتَهُ
يَذْكُرُ فِي الهَوَى شَيْئًا؟ قَالَ: نَعَمْ، كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَبَيْنَا نَحْنُ عِنْدَهُ إِذْ نَادَاهُ
أَعْرَابِيٌّ بِصَوْتٍ لَهُ جَهْوَرِيٍّ يَا مُحَمَّدُ، فَأَجَابَهُ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى نَحْوٍ مِنْ صَوْتِهِ هَاؤُمُ
وَقُلْنَا لَهُ: وَيْحَكَ اغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ فَإِنَّكَ عِنْدَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ نُهِيتَ عَنْ هَذَا، فَقَالَ: وَاللَّهِ
لَا أَغْضُضُ. قَالَ الأَعْرَابِيُّ: المَرْءُ يُحِبُّ القَوْمَ وَلَمَّا يَلْحَقْ
بِهِمْ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «المَرْءُ مَعَ مَنْ
أَحَبَّ يَوْمَ القِيَامَةِ» ، فَمَا زَالَ يُحَدِّثُنَا حَتَّى ذَكَرَ بَابًا
مِنْ قِبَلِ المَغْرِبِ مَسِيرَةُ عَرْضِهِ، أَوْ يَسِيرُ الرَّاكِبُ فِي عَرْضِهِ
أَرْبَعِينَ أَوْ سَبْعِينَ عَامًا، قَالَ سُفْيَانُ: قِبَلَ الشَّامِ خَلَقَهُ
اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ مَفْتُوحًا - يَعْنِي لِلتَّوْبَةِ
- لَا يُغْلَقُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْهُ.
(19) Dari Zir
bin Hubaisy ia berkata, “Aku pernah datang menemui Shafwan bin Assal Al Muradiy
untuk bertanya tentang mengusap dua sepatu khuf, lalu ia bertanya, “Apa yang
membuatmu datang wahai Zir?” Aku menjawab, “Karena ingin memperoleh ilmu.” Maka
Shafwan berkata, “Sesungguhnya para malaikat menurunkan sayap-sayapnya –yakni
berhenti terbang dan ingin pula mendengarkan ilmu atau karena tunduk hormat-
kepada penuntut ilmu karena ridha terhadap apa yang dicarinya,” kemudian aku
berkata, “Sesungguhnya hatiku ragu-ragu untuk mengusap kedua sepatu setelah
buang air besar dan buang air kecil, sedangkan engkau adalah salah seorang
sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam; aku datang kepadamu untuk
bertanya, apakah engkau mendengar tentang hal itu?” Ia menjawab, “Ya. Beliau
menyuruh kami ketika sedang safar untuk tidak melepas sepatu kami selama tiga
hari tiga malam kecuali karena junub; bukan karena buang air besar, buang air
kecil, dan tidur.” Lalu aku bertanya lagi, “Apakah engkau pernah mendengar
persoalan tentang cinta?” Ia menjawab, “Ya. Kami pernah bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika sedang safar, tiba-tiba ada seorang Arab badui yang
memanggil Beliau dengan suara keras, “Wahai Muhammad!” Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan suara yang semisalnya sambil
berkata, “Mari kesini!” Aku pun berkata kepada orang Arab badui itu,
“Kasihanilah dirimu! Pelankanlah suaramu, karena engkau berada di dekat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan engkau dilarang berbicara seperti itu.”
Orang Arab badui itu berkata, “Demi Allah, aku tidak akan mempelankan suaraku.”
Orang Arab badui itu berkata, “Ada orang yang mencintai suatu kaum, namun ia
tidak menyamai mereka.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesorang
itu akan bersama dengan orang yang dicintainya.” Beliau terus menyampaikan
kepada kami sehingga menyebutkan salah satu pintu di arah barat yang luasnya
itu atau sejauh perjalanan seorang yang berkendaraan selama empat puluh atau
tujuh puluh tahun.” Sufyan berkata, “Di arah Syam pintu (taubat) itu dijadikan
Allah terbuka sejak Allah menciptakan langit dan bumi, dan ia tidak akan
ditutup sampai matahari terbit dari arahnya (barat).” (HR. Tirmidzi, Ibnu
Majah, dan Nasa’i. Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.”)
Fawaid:
1. Keutamaan
cinta kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta
orang-orang yang saleh; baik mereka masih hidup maupun sudah meninggal dunia.
2. Keutamaan
ilmu dan Ahli Ilmu.
3. Kebiasaan
kaum salaf, ketika ada masalah yang masih mengganjal di hati, maka mereka
mendatangi para ulama.
4. Pintu taubat
tetap terbuka sampai matahari terbit dari barat.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ سَعْدِ
بْنِ مَالِكِ بْنِ سِنَانٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا
فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ فَأَتَاهُ فَقَالَ
إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ لَا
فَقَتَلَهُ فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ
عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ
فَقَالَ نَعَمْ وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ
كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَاعْبُدْ اللَّهَ مَعَهُمْ
وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ فَانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا
نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ فَاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ
وَمَلَائِكَةُ الْعَذَابِ فَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلًا
بِقَلْبِهِ إِلَى اللَّهِ وَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الْعَذَابِ إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ
خَيْرًا قَطُّ فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ فِي صُورَةِ آدَمِيٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ فَقَالَ
قِيسُوا مَا بَيْنَ الْأَرْضَيْنِ فَإِلَى أَيَّتِهِمَا كَانَ أَدْنَى فَهُوَ لَهُ
فَقَاسُوهُ فَوَجَدُوهُ أَدْنَى إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي أَرَادَ فَقَبَضَتْهُ مَلَائِكَةُ
الرَّحْمَةِ . وفي رواية في الصحيح: «فَكَانَ إلى القَريَةِ الصَّالِحَةِ أقْرَبَ
بِشِبْرٍ فَجُعِلَ مِنْ أَهْلِهَا»
وَفِي رِوَايَةٍ فِي الصَّحِيْحِ: «فَأَوحَى الله تَعَالَى إِلىَ هَذِهِ
أَنْ تَبَاعَدِي، وإِلَى هَذِهِ أَنْ تَقَرَّبِي، وقَالَ: قِيْسُوا مَا بيْنَهُما،
فَوَجَدُوهُ إِلىَ هَذِهِ أَقْرَبَ بِشِبْرٍ فَغُفِرَ لَهُ» . وَفِي رِوَايَةٍ:
«فَنَأَى بِصَدْرِهِ نَحْوَهَا» .
(20) Dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan Al Khudri
radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Allah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Dahulu, di zaman sebelum kamu ada seseorang yang telah membunuh sembilan puluh
sembilan orang. Dia pun bertanya kepada orang-orang tentang orang yang paling
mengerti agama, lalu ditunjukkanlah kepadanya seorang rahib (ahli ibadah), maka
didatanginya ahli ibadah itu dan diberitahukannya bahwa dia telah membunuh
sembilan puluh sembilan orang, apakah masih bisa diterima tobatnya? Ahli ibadah
itu menjawab, “Tidak bisa.” Maka dibunuhnya ahli ibadah itu sehingga genap
seratus orang yang telah dibunuhnya, namun dia (masih ingin bertobat) dan
bertanya tentang orang yang mengerti agama, maka ditunjukkanlah kepadanya
seorang yang alim (mengerti agama), ia memberitahukan kepadanya bahwa dirinya
telah membunuh seratus orang, “Apakah masih bisa diterima tobatnya?” Orang alim
itu menjawab, “Ya, siapakah yang dapat menghalangi seseorang untuk bertobat.
Pergilah kamu ke kampung ini atau itu, karena di sana ada orang-orang yang
beribadah kepada Allah. Beribadahlah kamu kepada Allah bersama mereka, dan
jangan kembali lagi ke kampungmu, karena kampungmu adalah kampung yang buruk.”
Orang ini pun pergi, dan di tengah perjalanan tiba-tiba maut datang, sehingga
malaikat rahmat dan malaikat azab berselisih (siapa di antara keduanya yang
mencabut nyawanya), malaikat rahmat berkata, “Bukankah ia datang untuk bertobat
seraya menghadapkan hatinya kepada Allah?” Sedangkan malaikat azab berkata,
“Tetapi dia belum sempat berbuat baik.” Maka datanglah kepada mereka seorang
malaikat dalam bentuk manusia, dan dijadikanlah ia sebagai hakim di antara
mereka berdua, ia berkata, “Ukur saja jarak antara kedua kampung, apabila
lebih dekat ke kampung yang satu, maka yang mencabut adalah malaikat ini.”
Kedua malaikat itu pun mengukur, ternyata lebih dekat ke kampung yang hendak
ditujunya, maka dicabutlah nyawanya oleh malaikat rahmat.” (HR. Bukhari dan Muslim. Dalam sebuah riwayat
dalam kitab Shahih disebutkan, “Ternyata ia lebih dekat sejengkal dengan
kampung yang baik yang hendak ditujunya sehingga ia pun termasuk penduduknya.” Dalam
sebuah riwayat dalam kitab Shahih juga disebutkan, “Maka Allah mewahyukan
kepada tanah yang satu, “Menjauhlah!” dan kepada tanah yang lain,
“Mendekatlah!” Kemudian Dia berfirman, “Ukurlah jarak keduanya, maka mereka
(malaikat yang hendak mencaut nyawanya) mendapatkan orang itu lebih dekat
sejengkal ke kampung yang hendak ditujunya, maka ia pun diampuni.” Dalam
sebuah riwayat disebutkan, “Orang tersebut menggerakkan dadanya –dengan
susah payah- ke arah kampung yang hendak ditujunya.”)
Fawaid:
1. Keutamaan
ilmu dan para pemiliknya di atas ibadah sunah dan para pelakunya.
2. Bantahan
terhadap orang yang mengatakan, lebih baik bodoh daripada berilmu.
3. Keutamaan
hijrah dari tempat maksiat dan memutuskan hubungan dengan orang-orang buruk menuju
tempat yang baik dan bergaul dengan orang-orang yang baik.
4. Dosa meskipun
banyak dan besar, namun ampunan Allah lebih banyak dan lebih besar lagi, dan
bahwa barang siapa jujur dalam bertaubat, maka Allah akan menerima taubatnya
meskipun ia belum sempat mengerjakan perbuatan baik yang diniatkannya.
5. Seorang hakim
ketika dihadapkan banyak pendapat, maka ia boleh menghukumi berdasarkan qarinah
(tanda).
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji': Syarh Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy),
Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin Shalih Al Utsaimin), Bahjatun Nazhirin (Salim bin ’Ied Al
Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar