بسم
الله الرحمن الرحيم
Syarah Kitab Tauhid (21)
(Sebab Kufurnya
Anak Cucu Adam Adalah Karena Sikap Berlebihan Terhadap Orang-Orang Saleh)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang
mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut
lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya
Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah, yang banyak
kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya
Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
Bab: Sebab
Kufurnya Anak Cucu Adam serta Meninggalkan Agamanya adalah Karena Sikap Ghuluw
(Berlebihan) Terhadap Orang-Orang Saleh
Firman
Allah Azza wa Jalla,
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا
تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ
“Wahai Ahli
Kitab! Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu
mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.” (QS.
An Nisaa’: 171)
**********
Penjelasan:
Setelah
penyusun (Syaikh Muhammad At Tamimi) rahimahullah menyebutkan pada
bab-bab sebelumnya sebagian perbuatan yang dilakukan para penyembah kubur berupa
perbuatan syirik, seperti berdoa dan meminta kepada para penghuni kubur, maka
pada bab ini Beliau menerangkan sebab terjadinya hal itu agar seseorang waspada
dan menjauhinya, yaitu sikap ghuluw (berlebihan) terhadap orang-orang saleh.
Ghuluw
artinya berlebihan dalam memuliakan, baik dalam ucapan maupun perbuatan, serta
melampaui batas dari apa yang Allah tetapkan.
Dalam
ayat di atas, Allah Ta’ala melarang Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) bersikap
melampaui batas dari apa yang Allah tetapkan, seperti menempatkan makhluk di
atas posisi yang Allah tetapkan baginya. Contohnya adalah Nabi Isa ‘alaihis
salam, dimana kedudukannya adalah sebagai hamba Allah dan Rasul-Nya; maka
jangan sampai menjadikannya sebagai tuhan. Dalam ayat tersebut terdapat
larangan bersikap ghuluw secara mutlak, termasuk pula bersikap ghuluw dengan
orang-orang saleh. Ayat tersebut, meskipun tertuju kepada Ahli Kitab, tetapi
maknanya adalah umum mencakup semua umat agar tidak bersikap terhadap nabi dan orang-orang
saleh mereka seperti sikap yang dilakukan orang-orang Nasrani kepada Isa, dan
orang-orang Yahudi kepada Uzair.
Kesimpulan:
1.
Larangan bersikap ghuluw.
2.
Bersikap ghuluw terhadap
nabi dan orang-orang saleh sama saja menyerupai orang-orang Yahudi dan Nasrani.
3.
Dorongan untuk bersikap
lurus dalam beragama, yaitu antara sikap meremehkan dan melampaui batas.
4.
Peringatan terhadap
perbuatan syirik, sebabnya, dan sarana yang mengantarkan kepadanya.
**********
Dalam
kitab Shahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang firman Allah
Ta’ala,
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ
آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ
وَنَسْرًا
Dan
mereka berkata, "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)
tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)
wadd, suwa', yaghuts, ya'uq, dan nasr.” (QS. Nuh: 23)
Ia
berkata, “Itu adalah nama laki-laki saleh dari kalangan kaum Nuh alaihis salam.
Saat mereka wafat, maka setan membisikkan mereka untuk membuatkan patung-patung
di majlis-majlis mereka (berkumpul) dan memberinya nama dengan nama-nama orang
saleh itu. Mereka pun melakukannya, namun masih belum disembah, tetapi setelah
mereka wafat dan ilmu (agama) dilupakan, maka patug-patung itu pun disembah.”
Ibnul
Qayyim berkata, “Banyak dari kalangan kaum salaf berkata, “Saat orang-orang
saleh itu meninggal dunia, maka mereka mendatangi kuburannya, membuat patungnya
dengan rupa mereka, dan setelah berlalu waktu yang panjang, maka patung-patung
itu pun disembah.”
**********
Penjelasan:
Atsar
Ibnu Abbas di atas disebutkan dalam Shahih Bukhari no. 4920.
Ibnul
Qayyim, nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abu Bakar bin Ayyub Az Zar’iy Ad
Dimasyqi; murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ia wafat pada tahun 751 H, dan
memiliki banyak karya yang bermanfaat.
Dalam
atsar di atas, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menerangkan, bahwa sesembahan
yang disebutkan kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam -dimana mereka saling
mengingatkan antara sesama mereka untuk tetap menyembahnya padahal Nabi mereka
telah melarangnya-, sebelumnya adalah nama orang-orang saleh, namun mereka
bersikap ghuluw terhadapnya karena bisikan setan, hingga akhirnya mereka
membuatkan patung orang-orang saleh itu, dan akhirnya patung-patung itu pun
disembah.
Adapun
penjelasan Ibnul Qayyim, bahwa mereka mendatangi kubur orang-orang saleh itu
adalah ketika belum dibuatkan patung-patung mereka, namun setelah dibuatkan
patung-patung, maka mereka mendatangi patung-patung itu.
Dengan
demikian, salah satu sebab terjadinya penyembahan kepada selain Allah Subhanahu
wa Ta’ala adalah karena ghuluw (sikap berlebihan) terhadap orang-orang saleh.
Kesimpulan:
1.
Sikap ghuluw terhadap
orang-orang saleh merupakan penyebab terjadinya penyembahan kepada mereka dan
menjadi sebab ditinggalkannya ajaran agama.
2.
Larangan menggambar
makhluk bernyawa dan memajangnya, apalagi jika yang digambar dan dipajang
gambarnya adalah gambar para tokoh.
3.
Larangan membuat patung.
4.
Peringatan agar tidak
tertipu oleh tipu daya setan, serta sikapnya menghias kebatilan dengan
kebenaran.
5.
Peringatan agar tidak
berbuat bid’ah dan mengada-ada dalam agama meskipun niatnya baik.
6.
Sikap ghuluw, menggambar
makhluk bernyawa dan memajangnya, serta membuat patung merupakan sarana yang
bisa mengantarkan kepada perbuatan syirik, sehingga dilarang.
7.
Pentingnya ilmu agama, dan
bagaimana keadaan ketika ilmu agama dilupakan.
8.
Sebab hilangnya ilmu
adalah dengan wafatnya para ulama.
9.
Peringatan agar tidak
ikut-ikutan (taklid), dan bahwa sikap itu terkadang bisa membawa seseorang
keluar dari bingkai Islam.
**********
Dari
Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
«لاَ تُطْرُونِي، كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ،
فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ، وَرَسُولُهُ»
“Janganlah
kalian berlebihan memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani memuji Isa putera
Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, katakanlah, “Hamba Allah dan Rasul-Nya.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
**********
Penjelasan:
Hadits
di atas disebutkan dalam Shahih Bukhari no. 3445, Musnad Ahmad
1/295, dan tidak ada dalam Shahih Muslim.
Umar
bin Khaththab bin Nufail Al Qurasyi adalah Amirul Mu’minin; khalifah kedua, dan
sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terbaik setelah Abu Bakar
Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Beliau wafat sebagai syahid pada bulan
Dzulhijjah tahun 23 H.
Dalam
hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya
bersikap berlebihan sebagaimana orang-orang Nasrani berlebihan kepada Nabi
mereka sampai memposisikannya sebagai tuhan. Beliau menyuruh umatnya
memposisikan Beliau pada tempat yang ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
yaitu sebagai hamba dan Rasul-Nya. Hadits di atas juga menunjukkan haramnya
bersikap ghuluw, dan bahwa hal itu dapat membawa kepada kemusyrikan.
Kesimpulan:
1.
Haramnya berlebihan terhadap
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memposisikannya melebihi posisi
yang Allah tetapkan bagi Beliau, yaitu sebagai hamba dan Rasul-Nya.
2.
Perhatian besar Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya.
3.
Berlebihan terhadap
orang-orang saleh merupakan sebab terjatuhnya ke dalam kemusyrikan.
4.
Peringatan agar tidak
menyerupai orang-orang kafir.
**********
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ
فِي الدِّينِ، فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ
“Jauhilah
oleh kalian bersikap ghuluw, karena sikap ghuluw telah membinasakan orang-orang
sebelum kalian.”
**********
Penjelasan:
Hadits
di atas disebutkan oleh Imam Ahmad 1/215, 347, Ibnu Majah 3029, Ibnu Khuzaimah
no. 2867, Hakim 1/466, ia menshahihkannya dan disepakati oleh Adz Dzahabi.
Dalam
hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan umatnya agar
tidak bersikap melampaui batas dalam beragama, dan hal ini meliputi sikap
melampaui batas dalam akidah maupun amal. Termasuk di dalamnya berlebihan dalam
memuliakan orang-orang saleh yang ternyata menjadi sebab binasanya orang-orang
terdahulu.
Kesimpulan:
1. Larangan bersikap ghuluw dan akibatnya.
2. Mengambil pelajaran dari penyimpangan yang terjadi pada umat-umat
terdahulu sehingga mereka binasa agar kita menjauhinya.
3. Usaha keras Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
menyelamatkan umatnya agar tidak jatuh ke dalam syirik atau melakukan perbuatan
yang mengantarkan kepadanya.
4. Dorongan bersikap pertengahan dalam beragama, yaitu tidak melampaui
batas (dari aturan yang ditetapkan) dan tidak meremehkan.
5. Berlebihan terhadap orang-orang saleh merupakan sebab terjatuh ke
dalam kemusyrikan.
6. Takutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terjatuh ke dalam
syirik, serta peringatan Beliau terhadapnya.
**********
Dalam
riwayat Muslim dari Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
«هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ»
“Binasalah
orang-orang yang melampaui batas.”
Beliau
mengucapkannya sebanyak tiga kali.
**********
Penjelasan:
Hadits
di atas diriwayatkan oleh Muslim no. 2670, Abu Dawud no. 4608, dan Ahmad 1/386.
Mutanaththi’un dalam
hadits di atas artinya orang-orang yang berlebihan dan melampaui batas baik
dalam ucapan maupun amalan.
Dalam
hadits di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan, bahwa berlebihan
dan melampaui batas dalam sesuatu menjadi sebab binasanya seseorang. Dalam hadits
tersebut terdapat larangan bersikap demikian. Termasuk ke dalam sikap
berlebihan dan melampaui batas adalah memuliakan orang-orang saleh secara
berlebihan sehingga membawanya kepada perbuatan syirik.
Kesimpulan:
1.
Larangan bersikap
berlebihan dan melampaui batas dalam segala sesuatu, terutama dalam beribadah
(sehingga melewati aturan) dan dalam memuliakan orang-orang saleh.
2.
Dorongan untuk bersikap
pertengahan; antara melampaui batas dan meremehkan.
3.
Perhatian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya agar mereka berada di atas
keselamatan.
Bersambung...
Marwan
bin Musa
Maraji’:
Al
Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan
Al Fauzan), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar