بسم
الله الرحمن الرحيم
Syarah Kitab Tauhid (22)
(Larangan
Beribadah Kepada Allah di sisi kuburan)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang
mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut
lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya
Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah, yang banyak
kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya
Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
Bab: Larangan
Beribadah Kepada Allah di Sisi Kuburan
Dalam
kitab Shahih dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Ummu Salamah
pernah menyebutkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebuah
gereja yang dilihatnya di negeri Habasyah, berikut gamba-gambar yang dilukiskan
di dalamnya, maka Beliau bersabda,
أُولَئِكَ إِذَا مَاتَ
فِيهِمُ
الرَّجُلُ الصَّالِحُ أَوِ العَبْدُ الصَّالِحُ، بَنَوْا عَلَى
قَبْرِهِ مَسْجِدًا، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ، أُولَئِكَ شِرَارُ
الخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
“Mereka
itu, apabila ada orang yang saleh atau hamba yang saleh meninggal dunia, mereka
membangun di atas kuburnya sebuah tempat ibadah, dan membuatkan di dalamnya
rupaka-rupaka (gambar-gambar). Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk di sisi
Allah.”
Mereka
dihukumi seburuk-buruk makhluk, karena mereka melakukan dua fitnah sekaligus,
yaitu fitnah memuja kuburan (dengan membangun tempat ibadah di atasnya) dan
fitnah membuat rupaka-rupaka (patung-patung).
**********
Penjelasan:
Hadits
di atas disebutkan oleh Bukhari no. 434, Muslim no. 528, dan Ahmad 6/51.
Dalam
bab ini, penyusun (Syaikh Muhammad At Tamimi) rahimahullah ingin menerangkan,
bahwa beribadah kepada Allah di sisi kuburan merupakan sarana yang mengantarkan
kepada perbuatan syirik.
Pada
hadits di atas, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha menyebutkan kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam di saat Beliau sakit menjelang wafatnya apa yang
ia saksikan di gereja orang-orang Nasrani berupa rupaka-rupaka
(lukisan-lukisan) manusia, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan
sebab mereka membuat rupaka-rupaka itu, yaitu sikap berlebihan terhadap
orang-orang saleh yang mendorong mereka membangun tempat ibadah di atas kuburan
mereka, serta membuat rupaka-rupaka di dalamnya, kemudian Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menerangkan, bahwa orang-orang yang melakukan hal itu adalah
orang-orang yang paling buruk di sisi Allah, karena mereka memadukan antara dua
larangan, yaitu menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah dan membuat
patung-patung, dimana keduanya merupakan sarana yang mengantarkan kepada
kemusyrikan.
Hadits
di atas juga menunjukkan, bahwa menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah sama
saja menyerupai orang-orang Nasrani, dan bahwa yang melakukan hal itu akan
menjadi manusia yang paling buruk di sisi Allah, wal iyadz billah.
Kesimpulan:
1.
Larangan beribadah kepada
Allah di sisi kuburan, karena hal itu dapat mengantarkan seseorang kepada kemusyrikan.
2.
Larangan menjadikan
kuburan sebagai tempat ibadah.
3.
Larangan memajang
gambar-gambar orang saleh di masjid, dan bahwa yang melakukan hal itu telah
menyerupai orang-orang Nasrani.
4.
Peringatan terhadap melukis
makhluk bernyawa dan membuat patung, karena hal itu dapat mengantarkan kepada
kemusyrikan.
5.
Orang yang membangun
tempat ibadah di sisi kubur orang saleh atau wali adalah orang yang paling
buruk di sisi Allah meskipun niatnya baik.
**********
Dalam
riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Ketika
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam akan wafat, Beliau segera menutup
mukanya dengan khamishah (kain bergaris), dan ketika nafasnya terasa sesak,
maka dibukanya kembali kain itu, lalu Beliau bersabda dalam kondisi seperti itu,
لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى
اليَهُودِ وَالنَّصَارَى، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Laknat
Allah tertimpa kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani; mereka menjadikan kubur
para nabi mereka sebagai masjid,”
Beliau
memperingatkan umatnya agar tidak melakukan perbuatan yang dilakukan mereka.
Kalau bukan karena hal itu, tentu kubur Beliau akan ditampakkan, hanyasaja dikhawatirkan
kalau kuburannya nanti dijadikan tempat beribadah.”
**********
Penjelasan:
Hadits
di atas disebutkan dalam Shahih Bukhari no. 435 dan Muslim no. 531.
Lafaz “khusyiya”
(dikhawatirkan) dengan didhammahkah huruf khanya dalam hadits di atas,
bisa dibaca fathah “khasyiya”. Jika didhammahkan, maka maksudnya para
sahabat mengkhawatirkan kubur Beliau dijadikan tempat ibadah sehingga tidak
ditampakkan, dan jika difathahkan, maka berarti Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam yang memerintahkan agar kubur Beliau tidak ditampakkan.
Hadits
di atas menunjukkan perhatian besar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
terhadap tauhid agar umatnya tidak terjatuh ke dalam syirik yang diakibatkan
oleh sikap berlebihan terhadap kubur para nabi atau orang-orang saleh, padahal
ketika itu Beliau dalam keadaan sekarat, namun Beliau tetap memperingatkan
umatnya agar tidak melakukan seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi dan
Nasrani, maka semoga shalawat Allah dan salam-Nya terlimpah kepada Nabi kita
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam
hadits di atas terdapat larangan beribadah di sisi kuburan, karena yang
demikian dapat mengantarkan kepada perbuatan syirik.
Kesimpulan:
1.
Larangan menjadikan kubur
para nabi dan orang-orang saleh sebagai masjid, karena yang demikian dapat
mengantarkan kepada perbuatan syirik.
2.
Perhatian besar dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap tauhid, dan rasa takut Beliau kalau
sekiranya kuburnya nanti disembah dan diagungkan.
3.
Bolehnya melaknat
orang-orang Yahudi dan Nasrani, serta orang yang melakukan seperti perbuatan
mereka, yaitu membangun kuburan dan menjadikannya sebagai tempat ibadah.
4.
Hikmah dikuburkannya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumahnya, yaitu agar umat tidak menjadikannya
sebagai tempat ibadah.
5.
Nabi shallallahu alaihi wa
sallam adalah manusia, berlaku bagi Beliau apa yang dialami manusia yang lain
seperti kematian dan sekaratnya.
**********
Dalam
riwayat Muslim dari Jundab bin Abdullah ia berkata, “Aku mendengar Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda -lima hari sebelum wafatnya,
إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى
اللهِ أَنْ يَكُونَ لِي مِنْكُمْ خَلِيلٌ، فَإِنَّ اللهِ تَعَالَى قَدِ
اتَّخَذَنِي خَلِيلًا، كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا، وَلَوْ كُنْتُ
مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا، أَلَا
وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ
وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ، أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ، إِنِّي
أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
“Sungguh,
aku menyatakan setia kepada Allah dengan menolak bahwa aku mempunyai seorang
khalil (kekasih mulia) dari antara kalian, karena sesungguhnya Allah telah
menjadikanku sebagai kekasih-Nya, sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim
sebagai kekasih-Nya. Kalau sekiranya aku menjadikan seorang kekasih dari
kalangan umatku, maka aku akan jadikan Abu Bakar sebagai kekasihku. Ketahuilah,
sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kubur para nabi dan
orang-orang saleh mereka sebagai masjid (tempat ibadah). Ingatlah, janganlah
kalian jadikan kubur-kubur sebagai masjid, sesungguhnya aku melarang kalian
melakukan perbuatan itu.”
**********
Penjelasan:
Hadits
di atas disebutkan dalam Shahih Muslim no. 532.
Jundab
bin Abdullah bin Sufyan Al Bajalliy adalah seorang sahabat yang masyhur, ia
wafat di atas usia enam puluh tahun, semoga Allah meridhainya.
Abu
Bakar; Abdullah bin Utsman bin Amir bin ‘Amr bin Ka’ab At Taimiy adalah
khalifah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabat Beliau terbaik,
wafat pada tahun 13 H dengan usia 63 tahun, semoga Allah meridhainya.
Maksud ‘menjadikan
kuburan sebagai masjid’ adalah melakukan ibadah atau shalat di dekatnya
atau menghadap ke arahnya, serta membangun bangunan dan kubah di atasnya.
Dalam
hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan perkara penting
kepada umatnya, yaitu menyampaikan kedudukannya di hadapan Allah, yakni sebagai
kekasih-Nya sebagaimana yang diperoleh Ibrahim ‘alaihis salam. Oleh karena itu,
Beliau nafikan khalil (kekasihnya) selain Allah, karena hati Beliau penuh
dengan kecintaan, pengagungan, dan ma’rifat (pengenalan) kepada-Nya. Kalau
sekiranya, Beliau mempunyai kekasih, tentu Beliau jadikan Abu Bakar sebagai
kekasihnya. Hal ini juga menunjukkan keutamaan Abu Bakar dan keberhakannya
untuk menjadi khalifah (pengganti) setelahnya. Selanjutnya Beliau menyampaikan
tentang sikap berlebihan orang-orang Yahudi dan Nasrani terhadap kubur para
nabi sehingga menjadikannya tempat ibadah yang penuh dengan kesyirikan, dan
Beliau melarang umatnya melakukan hal yang sama dengan mereka.
Kesimpulan:
1.
Larangan menjadikan
kuburan sebagai tempat ibadah; yang dilakukan shalat atau ibadah di sisinya,
atau menghadap ke arahnya, atau membangun masjid dan kubah di atasnya.
2.
Menutup segala celah yang
bisa mengantarkan kepada kesyirikan.
3.
Menetapkan sifat mahabbah
(cinta) bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sesuai dengan keagungan-Nya.
4.
Keutamaan dua kekasih
Allah; Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim ‘alaihimash shalatu wa salam.
5.
Keutamaan Abu Bakar Ash
Shiddiq, dan bahwa Beliau adalah orang terbaik umat ini.
6.
Bukti akan kekhalifahan
Abu Bakar Ash Shiddiq setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
**********
Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam di akhir hayatnya telah melarang menjadikan kubur
sebagai masjid. Kemudian ketika akan wafatnya, Beliau melaknat orang yang
melakukan hal itu, dan melakukan shalat di sisinya termasuk hal tersebut
meskipun tidak dibangunkan masjid di atasnya, dan inilah maksud perkataan
Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Dikhawatirkan akan dijadikan sebagai tempat
ibadah,”
Para
sahabat pun belum pernah membangun masjid (tempat ibadah) di sekitar kubur
Beliau, dan setiap tempat yang digunakan untuk shalat berarti telah dijadikan
sebagai masjid, bahkan setiap tempat yang dipergunakan untuk shalat disebut
masjid sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
جُعِلَتْ لِي الأَرْضُ
مَسْجِدًا وَطَهُورًا
“Dijadikan
untukku bumi sebagai masjid dan alat bersuci.”
Imam
Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang jayyid dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu
secara marfu (dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam),
إِنَّ مِنْ شِرَارِ
النَّاسِ مَنْ تُدْرِكُهُ السَّاعَةُ وَهُمْ أَحْيَاءٌ، وَمَنْ يَتَّخِذُ
الْقُبُورَ مَسَاجِدَ
“Sesungguhnya
termasuk seburuk-buruk manusia adalah orang-orang yang masih hidup ketika hari
Kiamat tiba, dan orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid (tempat
ibadah).” (Diriwayatkan pula oleh Abu Hatim dalam Shahihnya)
**********
Hadits
di atas diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya no. 3844, dan
dishahihkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya no. 340. Pentahqiq Musnad
Ahmad cet. Ar Risalah menyatakan isnadnya hasan karena ada Ashim bin
Abin Nujud, sedangkan para perawi lainnya adalah para perawi Bukhari dan
Muslim.
Maksud
ketika hari Kiamat tiba adalah ketika telah tiba tanda besar hari Kiamat yang
menunjukkan sudah sangat dekatnya, seperti keluarnya dabbah (binatang
melata) dan terbitnya matahari dari barat.
Dalam
hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan tentang
orang-orang terburuk, yaitu di antarnya mereka yang masih hidup ketika tiba
hari Kiamat, dan mereka yang menjadikan kuburan sebagai masjid, yakni dengan
melakukan shalat di sisinya, menghadap ke arahnya, dan membangun bangunan serta
kubah di atasnya. Hal ini merupakan peringatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada umatnya agar tidak melakukan perbuatan itu.
Kesimpulan:
1.
Peringatan untuk tidak
melakukan shalat di sisi kubur, karena hal itu dapat mengantarkan kepada
kemusyrikan.
2.
Orang yang menjadikan
kuburan orang saleh sebagai tempat ibadah adalah termasuk seburuk-buruk manusia
meskipun niatnya mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla.
3.
Kiamat tiba terhadap
orang-orang yang buruk.
4.
Peringatan terhadap
perbuatan syirik dan sarana yang mengantarkan kepadanya agar dijauhi.
Bersambung...
Marwan
bin Musa
Maraji’:
Al
Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan
Al Fauzan), Maktabah Syamilah versi 3.45, Mausu’ah Ruwathil
Hadits (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur’ani was Sunnah), dll.
0 komentar:
Posting Komentar