بسم
الله الرحمن الرحيم
Sujud Tilawah (3)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat
dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya,
dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut
lanjutan pembahasan tentang sujud tilawah, semoga Allah menjadikan penyusunan
risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Sujud
tilawah dalam waktu-waktu terlarang
Diperbolehkan
melakukan sujud tilawah dalam waktu-waktu terlarang shalat tanpa makruh sama
sekali menurut pendapat yang lebih kuat di antara pendapat-pendapat ulama,
karena sujud tilawah bukan merupakan shalat, sedangkan hadits-hadits yang
melarang melakukan shalat pada waktu-waktu tertentu tertuju kepada ibadah
shalat. Inilah pendapat Imam Syafi’i, salah satu riwayat dari Ahmad, dan
dipegang oleh Ibnu Hazm.
Terdengar
beberapa kali ayat sujud
Apabila
seorang membaca ayat sajdah dan mengulanginya, atau mendengarnya lebih dari
sekali di satu masjid, maka ia sujud sekali saja dengan syarat ia menunda
sujudnya pada bacaan ayat sajdah terakhir. Jika ia sujud setelah ayat
sajdah pertama, maka ada yang berpendapat cukup sujud itu baginya (tanpa perlu
melakukannya lagi)[i].
Ada pula yang berpendapat, ia perlu sujud lagi karena ada sebab yang baru[ii].
Jika
ayat sajdah di akhir surat, maka apa yang dilakukannya?
Jika
seseorang membaca ayat sajdah dalam
shalat, sedangkan ayat sajdah itu berada di akhir surat, maka ia diberikan
pilihan melakukan salah satu di antara tiga hal ini:
Pertama, melakukan sujud,
lalu berdiri, kemudian menyambung lagi dengan surat yang lain, kemudian ruku.
Hal
ini sebagaimana yang dilakukan Umar radhiyallahu anhu, dimana Beliau pernah
membaca surat Yusuf dalam shalat Subuh, lalu ruku, kemudian pada rakaat kedua,
ia membaca surat An Najm, lalu sujud (tilawah), kemudian melanjutkan dengan
membaca surat idzas samaa’un syaqqat (QS. Al Insyiqaq) (Diriwayatkan
oleh Abdurrazzaq dan Thahawi, dan dinyatakan isnadnya shahih oleh penyusun Shahih
Fiqhis Sunnah). Inilah yang lebih utama.
Kedua, langsung ruku
tanpa bersujud.
Dari
Nafi, bahwa Ibnu Umar ketika membaca surat An Najm, melakukan sujud di sana
ketika shalat. Jika ia tidak sujud, maka ia melakukan ruku. ((Diriwayatkan oleh
Abdurrazzaq, dan dinyatakan isnadnya shahih oleh penyusun Shahih Fiqhis
Sunnah)
Ibnu
Mas’ud pernah ditanya tentang surat yang terdapat ayat sajdah di akhirnya,
“Apakah ia ruku atau sujud?” Ia menjawab, “Jika antara dirimu dengan ayat
sajdah hanya ada ruku, maka itu mendekati.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Syaibah, dan dinyatakan isnadnya shahih oleh penyusun Shahih Fiqhis Sunnah)
Syaikh
Abu Malik berkata, “Hal ini jika ia sendiri atau sebagai imam dan ia
mengetahui, bahwa sikapnya itu tidak membingungkan makmum. Tetapi jika
membingungkan makmum, yakni membuat sebagian mereka sujud, sedangkan yang lain
ruku, maka tidak patut dilakukan, wallahu a’lam.” (Shahih Fiqhis
Sunah hal. 454)
Ketiga, melakukan sujud,
lalu bertakbir dan berdiri, kemudian ruku tanpa menambah bacaan.
Ketika
membaca ayat sajdah di atas mimbar
Ketika
membaca ayat sajdah di atas mimbar, maka ia boleh turun untuk sujud, dan ikut
sujud pula orang-orang yang ada bersamanya. Kalau pun tidak bersujud, maka
tidak mengapa berdasarkan praktek Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia pernah
membaca surat An Nahl pada hari Jum’at, sehingga ketika sampai ayat sajdah,
maka ia pun sujud, kemudian orang-orang ikut sujud bersamanya, namun pada hari
Jum’at berikutnya, ia membaca ayat sajdah dan ketika sampai ayat tersebut, ia
berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya kita diperintahkan bersujud. Barang siapa
yang bersujud, maka telah benar sikapnya, dan barang siapa yang tidak bersujud,
maka tidak ada dosa baginya. Ketika itu Umar tidak bersujud.” (Diriwayatkan
oleh Bukhari)
Kalau
pun seseorang mungkin sujud di atas mimbar, maka ia bisa sujud di atasnya, dan
manusia ikut sujud bersamanya, tetapi jika khatib tidak sujud, maka tidak
disyariatkan bagi makmum untuk sujud.
Mengqadha
sujud tilawah
Jumhur
(mayoritas) ulama berpendapat, bahwa dianjurkan melakukan sujud setelah membaca
atau mendengar ayat sajdah. Jika ia menunda sujudnya, maka tidak gugur anjuran
itu selama tidak terlalu lama jedanya. Tetapi jika jedanya terlalu lama, maka
gugurlah anjuran itu dan tidak perlu mengqadha.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa
‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan
bin Musa
Maraji’:
Fiqhus Sunnah (Syaikh Sayyid Sabiq), Tamamul Minnah
(Syaikh M. Nashiruddin Al Albani), Al Fiqhul Muyassar (Tim Ahli
Fiqh, KSA), Maktabah Syamilah versi 3.45, Mausu’ah
Haditsiyyah Mushaghgharah (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur’an was
Sunnah), dll.
0 komentar:
Posting Komentar