بسم الله الرحمن الرحيم
Tanya-Jawab Ringkas
Akidah Islam
Materi pertama yang
harus diketahui seorang muslim adalah materi Aqidah Islam. Hal itu, karena
‘Aqidah merupakan pondasi agama, maka perlu diperkuat dan diperkokoh agar
bangunan yang di atasnya tidak mudah roboh. Berikut ini di antara ‘Aqidah yang
harus dimiliki oleh seorang muslim, disusun dalam bentuk tanya jawab.
1.
Pertanyaan: “Untuk apa
Allah menciptakan kita?”
Jawab, “Untuk beribadah hanya kepada-Nya, lihat surat Adz Dzariyat: 56.”
2.
Pertanyaan: “Bagaimanakah
cara kita beribadah kepada Allah?”
Jawab, “Caranya adalah
dengan mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya dengan disertai rasa ikhlas
karena Allah dalam mengerjakannya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
مَن عَمِلَ عمَلاً لَيْسَ عَلَيهِ أمْرُنا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang
siapa yang mengerjakan amalan yang tidak kami perintahkan, maka amalan tersebut
tertolak.” (HR. Muslim)
Ini adalah syarat diterimanya ibadah.
3.
Pertanyaan: “Haruskah
dalam beribadah kepada Allah ada rasa khauf (takut) dan rajaa’ (berharap)?”
Jawab, “Ya, Allah berfirman,
“Dan berdoalah
kepada-Nya dengan rasa takut dan berharap.” (Terj. QS. Al A’raaf : 56)
Yakni takut terhadap siksa-Nya dan berharap akan surga-Nya, di
samping harus adanya rasa cinta (mahabbah) kepada Allah. Inilah pilar-pilar
ibadah.
4.
Pertanyaan: “Apa maksud
ihsan dalam beribadah?”
Jawab, “Maksudnya adalah
kita beribadah dengan merasakan adanya pengawasan Allah kepada kita, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“(Ihsan
adalah) kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, namun jika
kamu tidak merasakan begitu, maka ketahuilah bahwa Dia melihatmu.” (HR. Muslim)
5.
Pertanyaan: “Mengapa
Allah mengutus para rasul?”
Jawab, “Agar mengajak manusia menyembah hanya kepada Allah saja
(tauhid) dan menjauhi sesembahan selain-Nya (syirk) serta memberitahukan kepada
manusia mana jalan yang diridhai Allah dan mana jalan yang dimurkai-Nya.”
6.
Pertanyaan: “Apa makna
“Laaailaahaillallah” & “Muhammad Rasulullah”?”
Jawab, “Maknanya adalah “Laaa ma’buuda bihaqqin illallah” artinya, “Tidak ada tuhan yang berhak
disembah/diibadahi kecuali Allah”, yang mengharuskan kita hanya beribadah
kepada-Nya dan meniadakan sesembahan selain-Nya. Sedangkan makna Muhammad
Rasulullah adalah kita meyakini dan mengakui bahwa Muhammad adalah utusan
Allah, yang mengharuskan kita menaati perintahnya, menjauhi larangannya,
membenarkan setiap sabdanya dan beribadah kepada Allah Ta’ala sesuai
contohnya.”
7.
Pertanyaan: “Kita
diperintahkan untuk mentauhidkan Allah baik dalam uluhiyyah, rububiyyah maupun
asmaa’ wa shifaat, lalu apa maksudnya?”
Jawab, “Tauhid Uluhiyyah maksudnya kita mengarahkan ibadah
hanya kepada Allah Ta’ala saja. Misalnya berdoa, bertawakkal, berkurban,
meminta pertolongan dan perlindungan, ruku’-sujud dan ibadah lainnya kepada
Allah saja. Tauhid Rububiyyah maksudnya kita meyakini bahwa Allah-lah
satu-satunya yang menciptakan, memberi rezeki, menguasai alam semesta dan yang
mengurus semua makhluk-Nya. Sedangkan Tauhid Asmaa’ wa Shifaat maksudnya
kita meyakini bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’ala memiliki nama-nama dan sifat
sebagaimana yang disebutkan Allah dalam Al Qur’an dan Rasul-Nya dalam As Sunnah
tanpa menyerupakan sifat Allah tersebut dengan sifat makhluk-Nya (tamtsil),
menanyakan bagaimana sifat Allah (takyif), meniadakan sifat Allah (ta’thil) dan
tanpa menakwil sifat Allah tersebut (tahrif).
8.
Pertanyaan: “Adakah Nabi
lagi setelah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam?”
Jawab, “Tidak ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam. Beliau adalah penutup para nabi, tidak ada lagi nabi
sesudahnya, lihat surat
Al Ahzaab ayat 40.
9.
Pertanyaan: “Di manakah
Allah?”
Jawab, “Di atas langit, bersemayam di atas ‘Arsy(singgasana)-Nya,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bertanya -untuk mengetes-
seorang budak wanita dengan pertanyaan:
أَيْنَ اللَّهُ قَالَتْ فِي السَّمَاءِ قَالَ مَنْ أَنَا قَالَتْ أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ
“Di
manakah Allah?” Budak itu menjawab, “Di atas langit”, maka Beliau bersabda,
“Bebaskanlah dia, karena dia seorang mukminah.” (HR. Muslim) jawaban wanita itu
dibenarkan oleh Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.
10.Pertanyaan: “Dosa apakah
yang paling besar?”
Jawab, “Dosa yang paling
besar adalah syirk (menyekutukan Allah), lihat surat Luqman: 13.
Syirk terbagi dua: Syirk
Akbar dan Syirk Asghar. Syirk Akbar (besar) misalnya syirk dalam
rububiyyah dan uluhiyyah Allah. Dalam Rububiyyah maksudnya meyakini bahwa di
samping Allah ada juga yang mengatur dan menguasai alam semesta. Sedangkan
syirk dalam Uluhiyyah adalah mengarahkan segala macam ibadah kepada selain
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Misalnya berdoa dan meminta kepada selain Allah,
ruku’ dan sujud kepada selain Allah, berkurban untuk selain Allah (seperti
membuat sesaji untuk jin atau penghuni kubur), bertawakkal kepada selain Allah
dan mengarahkan berbagai macam penyembahan/ibadah kepada selain Allah.
Adapun Syirk
Asghar (kecil) adalah perbuatan,
ucapan atau niat yang dihukumi syirk namun tidak mengeluarkan seseorang dari
Islam, karena bisa mengarah kepada Syirk Akbar. Contohnya adalah bersumpah
dengan nama selain Allah, riya’, beribadah dengan tujuan mendapatkan dunia, Thiyarah
(merasa sial dengan sesuatu sehingga tidak melanjutkan keinginannya).
Termasuk syirk ashghar juga seperti yang
dijelaskan Ibnu ‘Abbas berikut ketika menafsirkan surat Al Baqarah ayat 22:
"Tandingan-tandingan tersebut
adalah perbuatan syirk, di mana hal itu lebih halus daripada semut di atas batu
yang hitam di kegelapan malam. Misalnya kamu mengatakan "Demi Allah dan
demi hidupmu hai fulan", dan "Demi hidupku", juga kata-kata
"Kalau seandainya tidak ada anjing kecil ini tentu kita kedatangan
pencuri", dan kata-kata "Kalau seandainya tidak ada angsa ini tentu
kita kedatangan pencuri", juga pada kata-kata seseorang kepada kawannya
"Atas kehendak Allah dan kehendakmu", dan pada kata-kata seseorang
"Kalau seandainya bukan karena Allah dan si fulan (tentu…)", jangan
kamu tambahkan fulan padanya, semua itu syirk."
11.Pertanyaan: “Bolehkah
kita meminta pertolongan kepada orang yang sudah mati atau orang yang jauh
tidak berada di dekat kita?”
Jawab: “Tidak boleh, kita harus meminta pertolongan kepada Allah
saja.”
12.Pertanyaan: “Bolehkah
kita meminta pertolongan kepada orang yang hidup dan berada di dekat kita?”
Jawab: “Boleh, dalam hal yang mereka mampu menolongnya.”
Perlu diketahui bahwa meminta
pertolongan itu terbagi terbagi dua:
ü Isti’anah Tafwidh, meminta pertolongan dengan
menampakkan kehinaan, pasrah dan sikap harap, ini hanya boleh kepada Allah
saja. Hukumnya syirk apabila mengarahkan kepada selain Allah.
ü Isti’anah Musyarakah, meminta pertolongan dalam
arti meminta keikut-sertaan orang lain untuk turut membantu, maka tidak mengapa
kepada makhluk, namun dengan syarat dalam hal yang mereka mampu membantunya.
13.Pertanyaan: “Bolehkah
shalat menghadap kubur atau di depannya ada kubur?”
Jawab: “Tidak boleh,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ وَلَا تُصَلُّوا إِلَيْهَا
“Janganlah
kalian duduk di atas kubur dan jangan shalat ke arahnya.” (HR. Muslim)
Perlu diketahui, bahwa jika di depan masjid ada kubur maka tidak
cukup dinding masjid sebagai pemisah dengan kubur, bahkan harus ada pemisah
lagi.
14.Pertanyaan: “Apa hukum
mempraktekkan sihir seperti pelet, santet, tenung dsb?”
Jawab: “Hukumnya haram dan termasuk dosa-dosa besar yang
membinasakan seseorang dunia-akhirat, bahkan termasuk pembatal keislaman.”
15.Pertanyaan: “Bolehkah
pergi ke dukun atau paranormal untuk bertanya sesuatu?”
Jawab: “Tidak boleh,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “
مَنْ أتَى عَرّافاً فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةُ أرْبََعِيْنَ لَيْلَةً
“Barang siapa yang mendatangi paranormal, lalu bertanya
kepadanya tentang sesuatu, maka tidak akan diterima shalatnya selama 40 malam.”
(HR. Muslim)
Apabila ditambah dengan
membenarkan kata-kata mereka maka sama saja ia telah kufur kepada Al Qur’an,
karena tidak ada yang mengetahui yang ghaib selain Allah saja.
16.Pertanyaan: “Bolehkah
kita memakai jimat atau penangkal?”
Jawab: “Tidak boleh,
bahkan termasuk syirk. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barang siapa yang memakai jimat, maka sesungguhnya ia telah
berbuat syirk.” (Shahih, diriwayatkan oleh Ahmad)
Jika ia meyakini bahwa jimat itu sebagai sebab saja maka ia telah
berbuat Syirk Asghar (kecil), karena Allah sama sekali tidak menjadikan
benda-benda tersebut sebagai sebab, namun apabila ia meyakini bahwa jimat
tersebut dengan sendirinya bisa mendatangkan manfaat dan menolak bahaya maka ia
telah berbuat Syirk Akbar.
17.Pertanyaan: “Dengan
apakah kita bertawassul (memakai perantara dalam berdoa) kepada Allah?”
Jawab: “Dengan nama-nama Allah, sifat-Nya dan dengan amal saleh
yang kita kerjakan. Dengan nama Allah misalnya “Ya Allah, Engkau adalah Ar
Razzaq (Maha Pemberi rezeki), maka karuniakanlah rezeki kepadaku”, sedangkan
dengan amal saleh misalnya mengatakan “Ya Allah, jika sedekah yang aku
keluarkan ini ikhlas karena Engkau maka kabulkanlah permohonanku.” Selain
itu kita diperbolehkan bertawassul dengan doa orang saleh yang masih hidup,
misalnya mengatakan “Ustadz, doakan saya agar Allah menyelamatkan saya di
perjalanan.”
18.Pertanyaan: “Sebagian
orang ada yang mengatakan “Wahai Rasulullah, syafa’atkanlah kami” benarkah
perkataan tersebut menurut syari’at?”
Jawab: “Tidak benar, apabila kita ingin mendapatakan syafa’at
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan meminta kepada Allah
seperti mengatakan “Ya Allah, berilah kami syafa’at Rasul-Mu” dan dengan
mengerjakan amalan yang jika dikerjakan akan mendapat syafa’at Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam seperti bershalawat setelah azan, ikhlas
mengucapkan Laailaahaillallah dsb.
19.Pertanyaan: “Bolehkah
menghukumi kafir kepada seseorang?”
Jawab, “Tidak
boleh mengkafirkan seorang muslim karena ia melakukan dosa besar kecuali apabila
ia melakukan dosa-dosa besar yang mengeluarkan dari Islam berdasarkan Al Qur’an
dan As Sunnah yang shahihah bahwa dosa besar itu mengeluarkan dari Islam, dan
telah terpenuhi syarat-syaratnya yaitu apabila ia melakukannya
dengan kerelaan (yakni tidak dipaksa), merasa tentram hati dengannya, sadar,
baligh dan berakal.
Takfir adalah masalah yang butuh
kehati-hatian, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَمَنْ دَعَا رَجُلًا بِالْكُفْرِ أَوْ قَالَ عَدُوَّ اللَّهِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ إِلَّا حَارَ عَلَيْهِ *
“Dan barang siapa yang memanggil seseorang “Kafir” atau “Musuh
Allah” padahal orang itu tidak demikian keadaannya maka akan kembali kepadanya
(yang memanggilnya). (HR. Muslim)
20.Pertanyaan: “Bolehkah
mengada-ngada (berbuat bid’ah) dalam agama, dan apakah ada bid’ah hasanah (yang
baik)?”
Jawab, “Tidak boleh,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٍ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Jauhilah
olehmu perkara yang diada-adakan, karena semua yang diada-adakan (dalam agama)
adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat ”(Shahih, diriwayatkan oleh Abu
Dawud)
Hadits ini juga menunjukkan bahwa tidak ada bid’ah hasanah."
21.Pertanyaan: “Kapankah
kaum mislimin akan kembali jaya?”
Jawab: “Apabila mereka kembali kepada agamanya dengan mengamalkannya.”
Marwan
bin Musa
Maraji’: ‘Aqiidatu kulli Muslim (M.
bin Jamil Zainu), dll.
0 komentar:
Posting Komentar