بسم الله الرحمن الرحيم
Al Wala’ wal Bara’
Al Walaa’ dan Al Baraa’ termasuk bagian ‘Aqidah Islam. Al Walaa’
maksudnya memberikan rasa cinta dan pembelaan kepada Allah, rasul-Nya dan kaum
mukminin (lihat Al Maa’idah: 55-56). Sedangkan Al Baraa’ maksudnya berlepas
diri, memusuhi dan membenci musuh-musuh Allah.
Keutamaan
Al Walaa’ wal Baraa’
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَوْثَقُ عُرَى الْإِيْمَانِ الْمُوَالاَةُ فِي اللهِ
وَالْمُعَادَاةُ فِي اللهِ، وَالْحُبُّ فِي اللهِ وَالْبُغْضُ فِي اللهِ
“Ikatan keimanan yang paling kuat adalah berwala’ karena Allah,
berbara’ karena Allah, cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR.
Thabrani dalam Al Kabir, dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahiihul
Jami’ 2536)
Beliau
juga bersabda,
« ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ : أَنْ
يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ
الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى
الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ » .
“Ada
tiga yang jika ada semuanya (dalam diri seseorang) niscaya ia akan mendapatkan
manisnya iman; Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada selain keduanya,
cinta kepada seseorang karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran
sebagaimana ia tidak suka dilempar ke dalam api.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Contoh
memberikan wala’ kepada kaum muslimin
Sebagaimana
diketahui, bahwa kita diperintahkan berwala’ kepada kaum muslimin. Berikut ini
contoh-contohnya:
1.
Berhijrah
(pindah) ke negeri kaum muslimin dan meninggalkan negeri kaum musyrikin.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَنَا بَرِيْءٌ مِنْ كُلِّ
مُسْلِمٍ يُقِيْمُ بَيْنَ أَظْهُرِ الْمُشْرِكِيْنَ
“Aku
berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal di tengah-tengah kaum musyrik.”
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Adh Dhiyaa’, dihasankan oleh Syaikh Al Albani
dalam Shahihul Jami’ no. 1461)
2.
Membantu
kaum muslimin dan menolong mereka baik dengan jiwa, harta maupun lisan dalam
hal yang mereka butuhkan baik yang berkaitan dengan dunia maupun agama.
3.
Merasa
sakit jika mereka sakit dan merasa gembira jika mereka bergembira.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي
تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى
مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بالْحُمَّى والسَّهَرِ
“Perumpamaan kaum mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi
dan mengasihi adalah seperti sebuah jasad; jika salah satunya sakit, maka yang
lain ikut merasakannya dengan demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Muslim dan
Ahmad)
4. Bersikap tulus (nashiihah) kepada mereka, senang
apabila mereka mendapatkan kebaikan, tidak menipu mereka, menghina mereka dan
tidak membiarkan mereka dalam kesulitan serta menjaga darah, harta dan
kehormatan mereka.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
الْمُسْلِمُ أَخُو
الْمُسْلِمِ لَا يَحْقِرُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ ولايُسْلِمُهُ ، بِحَسْبِ امْرِئٍ
مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى
الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
“Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, ia tidak boleh
menghinanya, membiarkannya dan menyerahkannya kepada musuh. Cukuplah, seseorang
berbuat jahat jika menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim dengan muslim
lainnya adalah terpelihara; baik darah, harta maupun kehormatannya.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
5.
Menghormati
mereka, memuliakan mereka dan tidak menjelekkan atau mencela martabat mereka.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam brsabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُجِلَّ
كَبِيْرَنَا وَ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَ يَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
“Bukan
termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang tua, menyayangi yang
muda dan mengetahui hak orang berilmu di antara kami.” (HR. Ahmad dan Hakim, dihasankan
oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 5443)
6.
Bersama
mereka dalam keadaan mudah maupun susah, lapang maupun sempit.
Inilah
perbedaan orang mukmin dengan orang munafik, di mana orang munafik senang jika
kaum mukmin dalam kesusahan, dan tidak mau memikul beban secara bersama. Allah
Subhaanahu wa Ta'aala berfirman tentang orang-orang munafik:
“(Yaitu)
orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai
orang-orang mukmin). Maka jika terjadi kemenangan untukmu dari Allah, mereka
berkata, "Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?" dan jika
orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata,
"Bukankah Kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang
mukmin?" (terj. An Nisaa’: 141)
7.
Mengunjungi
mereka, senang bertemu dan berkumpul bersama mereka.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
« أَنَّ رَجُلاً زَارَ أَخًا لَهُ فِى قَرْيَةٍ أُخْرَى فَأَرْصَدَ
اللَّهُ لَهُ عَلَى مَدْرَجَتِهِ مَلَكًا فَلَمَّا أَتَى عَلَيْهِ قَالَ أَيْنَ
تُرِيدُ قَالَ أُرِيدُ أَخًا لِى فِى هَذِهِ الْقَرْيَةِ . قَالَ هَلْ لَكَ
عَلَيْهِ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا قَالَ لاَ غَيْرَ أَنِّى أَحْبَبْتُهُ فِى
اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ . قَالَ فَإِنِّى رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكَ بِأَنَّ اللَّهَ
قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ فِيهِ » .
“Ada
seseorang yang mengunjungi saudaranya di kampung lain, maka Allah mengirimkan
seorang malaikat untuk memperhatikannya. Ketika bertemu, malaikat itu bertanya,
“Ke mana anda hendak pergi?” Ia menjawab, “Ke saudaraku di kampung ini.” Malaikat
itu bertanya, “Apakah ia berhutang budi kepadamu?” Orang itu menjawab, “Tidak,
hanyasaja saya cinta kepadanya karena Allah Azza wa Jalla.” Maka malaikat itu
berkata, “Sesungguhnya saya adalah utusan Allah kepadamu untuk memberitahukan
bahwa Allah cinta kepadamu, sebagaimana kamu mencintai saudaramu karena-Nya.”
(HR. Muslim)
8.
Memuliakan
hak mereka, oleh karena itu tidak meminang wanita yang sudah dipinang mereka,
membeli barang padahal sudah dibeli oleh mereka dsb.
9.
Menyayangi
orang-orang yang lemah di antara mereka dan memuliakan orang yang sudah tua di
kalangan mereka
10. Mendo’akan dan memintakan ampunan untuk mereka.
Allah
Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
“Dan
mohonkanlah ampunan untuk dosamu dan untuk (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki
dan perempuan.” (terj. surat
Muhammad: 19)
Larangan
memberikan walaa’ (rasa cinta dan pembelaan) kepada orang-orang kafir
Allah
Subhaanahu wa Ta'aala berfirman -menjelaskan bahwa tidak mungkin kaum mukminin
memberikan wala’ kepada orang-orang kafir-,
“Kamu
tidak akan mungkin mendapati kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara ataupun
keluarga mereka. (terj. Al Mujaadilah: 22)
Mungkin
timbul pertanyaan, “Bukankah dalam surat
Al Mumtahanah ayat 8 diterangkan bahwa kita dibolehkan berbuat baik dan
bersikap adil kepada orang kafir yang tidak memerangi kita?”
Syaikh
Shalih Al Fauzan berkata, “Maksud ayat tersebut adalah bahwa kaum kafir mana
saja yang menahan diri; tidak memerangi kaum muslimin dan tidak mengusir kaum
muslimin dari kampung halaman, maka kaum muslimin boleh membalas sikap mereka
dengan berbuat baik dan bersikap adil dalam mu’amalah duniawi, namun tidak
disertai rasa cinta kepada mereka dengan hatinya, karena Allah mengatakan, “(Allah
tidak melarang kamu) untuk berbuat baik dan Berlaku adil kepada mereka.”
(terjemah Al Mumtahanah: 8)
Tidak
mengatakan “(Allah tidak melarang kamu) untuk memberikan wala’ dan rasa
cinta kepada mereka.”
Contoh
memberikan walaa’ kepada orang-orang kafir
Sebagaimana
telah dijelaskan bahwa kita dilarang memberikan wala’ kepada orang-orang kafir,
berikut ini contoh-contoh berwala’ kepada mereka:
1.
Tasyabbuh
(menyerupai) orang-orang kafir
Yakni
dalam hal ciri khas mereka. Kita tidak boleh menirunya, baik berupa kebiasaan,
ibadah, akhlak maupun jalan hidup mereka. Termasuk contoh meniru mereka adalah mengadakan
peringatan tahun baru, memperingati hari kelahiran, merayakan hari Valentine
dan mengenakan pakaian khusus berwarna hitam ketika ta’ziyah dan berziarah.
2.
Tinggal di negeri
mereka dan tidak mau berpindah ke negeri kaum muslimin
Oleh
karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyuruh kaum muslimin berhijrah ke
negeri saudaranya ketika mampu, dan melarang tetap terus tinggal di sana kecuali jika tidak
mampu. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang
diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat
bertanya, "Dalam Keadaan bagaimana kamu ini?" mereka menjawab,
"Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat
berkata, "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di
bumi itu?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali.” (terjemah An Nisaa’: 97)
Dibolehkan
juga tinggal di negeri orang-orang kafir jika bertujuan untuk
dakwah (menyiarkan agama Islam).
3.
Bersafar (bepergian)
ke negeri kaum kafir hanya semata-mata untuk bersenang-senang atau tamasya
Syaikh
Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Safar ke negeri orang kafir tidak boleh
kecuali jika terpenuhi tiga syarat: Pertama, Dia memiliki ilmu yang bisa
menangkal syubhat (tipu daya pemikiran orang-orang kafir) yang dating. Kedua,
dia memiliki agama yang kuat yang bisa menjaganya dari berbagai syahwat. Ketiga,
dibutuhkan.”
Yakni
dibutuhkan untuk pergi ke sana
seperti untuk berobat, mempelajari tekhnologi untuk kemajuan kaum muslimin,
berdagang dsb.
Demikian
juga boleh bersafar ke negeri mereka dengan tujuan dakwah.
4.
Membantu mereka
memerangi kaum muslimin
Perbuatan
ini menurut ulama termasuk hal yang dapat membatalkan keislaman –wal ‘iyadz
billah-.
5.
Meminta
bantuan kepada mereka, mempercayakan urusan kepada mereka dan memberikan mereka
(orang-orang kafir) jabatan yang di sana
terdapat rahasia kaum muslimin serta menjadikan mereka teman akrab dan sebagai
anggota musyawarah yang dimintai pendapatnya.
6.
Menggunakan
kalender mereka dengan meninggalkan kalender kaum muslim.
7.
Berpartisipasi
dengan orang-orang kafir dalam upacara mereka atau membantu mereka
mengadakannya atau bahkan mengucapkan selamat kepada mereka atau menghadiri
acara tersebut.
Termasuk
contoh dalam hal ini adalah mengucapkan “Selamat natal”. Hal ini adalah haram.
Karena mengucapkan selamat natal sama saja ia tidak mengingkari, bahkan
menyetujui upacara tersebut yang di dalamnya terdapat syirk. Bukankah kita
dilarang mengatakan kepada orang yang meminum minuman keras, “Selamat meminum
minuman keras”, apalagi dalam hal ini yang dosanya (yakni syirk) melebihi dosa meminum
minuman keras.
8.
Membantu
mereka atau menjunjung tinggi peradaban mereka serta kagum dengan akhlak dan
kepintaran mereka tanpa melihat kepada keyakinan mereka yang rusak dan agama
mereka yang batil.
9.
Menamai anak dengan
nama-nama mereka
Misalnya
menamai dengan nama George, Petrus, Diana, Suzan dsb. Meninggalkan nama-nama
Islami (seperti Abdullah atau Abdurrahman) dan nama-nama kaum muslimin.
10. Memintakan
ampun dan rahmat untuk mereka
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan
orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang
musyrik.” (terjemah At Taubah: 113)
Catatan:
Diharamkannya
memberikan wala’ kepada orang-orang kafir bukanlah berarti diharamkan juga
bermu’amalah dengan mereka, mengimpor barang-barang yang didatangkan dari
mereka, menggunakan alat-alat buatan mereka dsb. Bukankah Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam pernah menyewa orang kafir yang bernama Ibnu Quraith untuk
menunjukkan jalan menuju Madinah dan pernah membeli kambing milik salah seorang
yang musyrik?”
Ibnu Baththal mengatakan, “Bermu’amalah dengan orang kafir adalah
boleh kecuali jual-beli yang (jelas-jelas) membantu orang-orang kafir
mememerangi kaum muslimin.”
Contohnya menjual perlengkapan perang dan persenjataan kepada
orang-orang kafir.
Penggolongan
manusia dalam masalah Wala’ dan Bara’
Dalam masalah wala’ dan bara’, manusia digolongkan
menjadi tiga golongan:
Golongan pertama, orang-orang yang diberikan
kecintaan (wala’) murni tanpa dimusuhi sama sekali.
Mereka
adalah kaum mukmin yang bersih, yang terdiri dari kalangan para nabi,
shiddiqin, syuhada dan orang-orang shalih.
Golongan kedua, orang-orang
yang dibenci dan dimusuhi murni tanpa ada raca cinta dan wala’.
Mereka adalah kaum kafir dari kalangan orang-orang yang kafir,
orang-orang musyrik, orang-orang munafik, orang-orang murtad dan orang-orang
atheis dengan berbagai macamnya.
Golongan ketiga, orang-orang
yang dicintai dari satu sisi dan dibenci dari sisi lain.
Mereka adalah kaum mukmin yang berbuat maksiat. Mencintai karena
iman yang mereka miliki, dan membenci karena maksiatnya yang tingkatannya di
bawah kufur dan syirk. Hal ini menghendaki untuk menasehati mereka, dan tidak
mendiamkan kemungkaran yang mereka lakukan.
Marwan bin Musa
Maraaji’: Al Wala’ wal Baraa’ fil Islam (DR. Shalih Al
Fauzan), Al Wala’ bal Bara’ Fil Islam (M. bin Sa’id Al Qahthani), dll.
0 komentar:
Posting Komentar