بسم الله الرحمن الرحيم
Khutbah Idul Fitri 1445 H
Renungan Setelah Ramadhan
Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I
إِنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ
شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا
مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ . يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا
وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ . أَمَّا
بَعْدُ :
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. Laailaahaillallahu wallahu akbar. Allahu akbar walillahil
hamd.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang
berbahagia!
Pertama-tama,
marilah kita memanjatkan puja dan puji syukur kepada Allah Azza wa Jalla atas
nikmat-nikmat-Nya yang telah Dia berikan kepada kita, terutama adalah nikmat
beragama Islam, yang merupakan satu-satunya agama yang hak (benar) dan sebagai jalan
hidup yang lurus yang membawa kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Demikian
pula atas nikmat taufiq, yakni bantuan dan pertolongan-Nya kepada kita
sehingga kita dapat menjalankan ajaran-ajaran Islam seperti mengisi bulan
Ramadhan dengan berbagai macam amal saleh di antaranya adalah berpuasa, shalat
tarawih, membaca Al Qur’an, bersedekah, dan amal saleh lainnya, walaa haula
walaa quwwata illaa billah.
Semoga Allah
menerima amal ibadah yang kita lakukan selama di bulan Ramadhan, Aamin Yaa
Rabbal ‘aalamiin.
Shalawat dan
salam tidak lupa kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam yang telah mengeluarkan manusia –dengan izin Allah- dari berbagai
kegelapan kepada cahaya; dari gelapnya kebodohan kepada cahaya ilmu, dari
gelapnya kemusyrikan kepada cahaya tauhid, dari gelapnya kekafiran kepada
cahaya iman, dan dari gelapnya kemaksiatan kepada cahaya ketaatan.
Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Puasa yang Allah
Azza wa Jalla syariatkan kepada kita tujuannya adalah agar kita menjadi insan
yang bertakwa. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا
كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"Wahai
orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS. Al Baqarah: 183)
Dalam ibadah
puasa itulah kita dididik oleh Allah Azza wa Jalla agar terbiasa melaksanakan
perintah-Nya, terbiasa menjauhi larangan-Nya, terbiasa beribadah kepada-Nya,
dan terbiasa menahan nafsu yang keadaannya sering mendorong seseorang kepada
perbuatan maksiat sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla ketika menceritakan
ucapan Nabi Yusuf alaihis salam,
إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي
إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Qs. Yusuf: 53)
Oleh karenanya,
seorang yang berpuasa memiliki pengendalian diri dan tidak mudah memperturutkan
hawa nafsunya lagi, dekat dengan ketakwaan dan siap menjadi orang-orang yang
bertakwa.
Kalau kita melihat ada pencuri, pemabuk,
pezina, pemain judi, dan pelaku kejahatan lainnya; itu
semua karena tidak mempunyai pengendalian diri disebabkan mereka tidak mampu berpuasa
di bulan Ramadhan yang sebenarnya melatih mereka agar memiliki pengendalian
diri.
Di samping itu,
dalam puasa seseorang merasakan penderitaan lapar dan haus, sehingga ia pun
merasakan beban yang dialami saudara-saudaranya yang fakir dan miskin, yang
membuatnya memiliki kepekaan dan kepedulian, sehingga ia tidak bakhil untuk bersedekah
dan membantu mereka.
Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Oleh karena yang
diinginkan Allah dari hamba-hamba-Nya setelah menjalankan puasa adalah menjadi manusia
yang bertakwa, maka tidak sepatutnya bagi kita setelah menjalankan ibadah puasa
kita kembali lagi berbuat maksiat, seperti meninggalkan shalat, enggan
melaksanakannya dengan berjamaah, durhaka kepada orang tua, memutuskan tali
silaturrahim, bermusuhan, menyakiti tetangga, tidak menjaga lisannya dari
dusta, ghibah (membicarakan orang lain), namimah (mengadu domba), memfitnah,
menghina orang lain, dan melepas jilbab bagi wanita atau mengumbar aurat, serta
melakukan maksiat lainnya, wal ‘iyadz billah.
Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Sesungguhnya
tanda diterimanya ibadah dari seorang hamba adalah ketika hamba tersebut diberi
taufik oleh Allah untuk mengerjakan ibadah-ibadah lainnya, mengerjakan ketaatan
kepada-Nya dan menjauhi maksiat. Maka perhatikanlah dirimu, apakah selanjutnya engkau
berada di atas ketaatan atau berada di atas kemaksiatan?
Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Berpuasa di
bulan Ramadhan dan mengisinya dengan berbagai ibadah juga dimaksudkan agar
setelah Ramadhan berlalu, kita menjadi terbiasa mengisi hidup dengan beribadah
kepada Allah Azza wa Jalla, dimana untuk tujuan inilah manusia diciptakan,
yaitu untuk menyembah hanya kepada Allah saja dan mengisi hidup di dunia dengan
beribadah, sebagaimana firman-Nya,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Aku tidaklah
menciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Qs. Adz Dzaariyat: 56)
Hendaknya kita
ketahui, bahwa perintah beribadah ini, tidak hanya di bulan Ramadhan, tetapi
terus diperintahkan di setiap hari, di setiap bulan, di setiap tahun, hingga
ajal menjemput. Allah Ta'ala berfirman,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
"Dan
sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)." (QS. Al Hijr: 99)
Ibadah adalah
amanah yang diembankan kepada manusia, yang nantinya setelah mereka
menjalankannya, maka Allah akan membalas mereka dengan balasan yang besar,
yaitu masuk ke dalam surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan. Penghuninya akan hidup
kekal dan tidak akan mati, akan senang dan tidak akan sedih, akan sehat dan
tidak akan sakit, akan muda terus dan tidak akan tua, dan akan bahagia tidak akan
sengsara. Sebaliknya, barang siapa yang meninggalkan ibadah (menyembah selain
Allah dan enggan mengisi hidupnya dengan beribadah) serta lebih mengutamakan
kehidupan dunia, maka nerakalah tempatnya, wal 'iyadz billah. Allah Azza
wa Jalla berfirman,
فَأَمَّا مَنْ طَغَى (37) وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (38)
فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى (39)
“Adapun orang yang
melampaui batas,--Dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,--Maka sesungguhnya
nerakalah tempat tinggal(nya).”
(Qs. An Naazi’at: 37-39)
Saudaraku, surga yang penuh dengan
kenikmatan itu adalah mahal. Penghuninya akan mendapatkan kenikmatan yang
sempurna dan kekal abadi. Apa saja yang diinginkan mereka ada di hadapan tanpa
perlu bekerja dan berusaha. Namun, apakah kenikmatan ini diberikan kepada
orang-orang yang malas beribadah atau enggan melakukannya; ketika ada seruan
yang memanggilnya untuk beribadah (seperti seruan untuk shalat), lalu ia tidak
mau menyambutnya, bahkan memilih bersenang-senang dengan dunia dan
berleha-leha.
Fikirkanlah
wahai saudaraku, untuk memperoleh dunia saja, seperti harta, kekayaan, rumah,
kendaraan, dan semisalnya seseorang tidak mungkin memperolehnya dengan santai,
tiduran, dan bermalas-malasan. Akankah kesenangan itu diperoleh dengan
bermalas-malasan, tidur, dan bersantai sambil menunggu rezeki turun dari langit?
Tidak wahai saudaraku, ini semua harus dikejar dengan berusaha dan bekerja.
Lalu bagaimana dengan kenikmatan surga, akankan diperoleh dengan
bermalas-malasan? Ini pun sama, engkau harus mengejarnya dengan beribadah
kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala, menyambut seruan-Nya, melaksanakan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, tidak cukup hanya keinginan di hati dan
ucapan di lisan.
Ibadah juga yang
membedakan antara manusia dan hewan. Manusia dibebankan beribadah, sedangkan
hewan tidak. Maka jika manusia tidak beribadah kepada Allah, ia seperti hewan,
sehingga disebut manusia hewani.
Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Di antara hikmah memperbanyak ibadah pada bulan Ramadhan
adalah agar bekal kita menghadapi kematian semakin banyak. Bukankah setelah
kematian terdapat safar yang panjang?
Abu Darda rahimahullah berkata, “Kalau
sekiranya salah seorang di antara kamu hendak safar, bukankah ia perlu
menyiapkan bekal yang bermanfaat baginya?” Kawan-kawannya berkata, “Ya.” Abu
Darda berkata, “Safar pada hari Kiamat lebih panjang, maka bawalah bekal yang
bermanfaat bagimu. Berhajilah untuk menghadapi perkara-perkara besar,
berpuasalah di siang hari yang panas untuk menghadapi panasnya hari
kebangkitan, shalatlah di kegelapan malam untuk menghadapi kegelapan kubur, dan
bersedekahlah secara sembunyi-sembunyi untuk menghadapi hari yang sulit.”
Demikian
juga di antara hikmah Allah Azza wa Jalla syariatkan berbagai macam ibadah di
bulan Ramadhan adalah agar menjadi batu loncatan bagi kita untuk beramal saleh
pada bulan-bulan setelahnya, agar kita memulai lembaran baru kita dengan amal
saleh, dan agar kita dapat berkaca dan menengok ke bulan Ramadhan, bahwa sejatinya
kita mampu mengisi waktu-waktu kita dengan beribadah sebagaimana kita mampu
melakukannya di bulan Ramadhan.
Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Setelah kita
menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, Allah Subhaanahu wa Ta'aala
memerintahkan kita mengagungkan-Nya, Dia berfirman,
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا
هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185)
Oleh karena itu, sebagian ulama
berpendapat bahwa takbiran tersebut dimulai dari malam hari tanggal satu
Syawwal hingga shalat Ied ditunaikan berdasarkan ayat ini. Sedangkan mayoritas para
ulama berpendapat, bahwa takbir pada 'Idul Fitri dimulai dari keluarnya menuju
tempat shalat hingga ditunaikan shalat 'Idul Fithri. Ini adalah untuk Idul
Fitri. Adapun untuk Idul Adh-ha takbiran dimulai dari
Subuh hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah) dan tetap terus bertakbir hingga Ashar akhir
hari tasyriq. Adapun bacaan takbirnya di antaranya:
اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ
اَكْبَرُ لَاِالهَ اِلَّا اللهُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَ ِللهِ
اْلحَمْدُ
Artinya: Allah
Mahabesar. Allah Mahabesar. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah.
Allah Mahabesar. Allah Mahabesar. Dan segala puji untuk Allah. (Ini adalah takbir Ibnu Mas’ud. dan tidak
mengapa ucapan takbirnya 3 kali).
Dalam membaca takbir ini, dianjurkan
dikeraskan sebagai syi’ar Islam, namun tidak dengan alat musik. Imam Daruquthni
meriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa Ibnu Umar berangkat pada
hari Idul Fithri dan Idul Adh-ha dengan mengeraskan takbirnya, sampai tiba di
lapangan, ia pun tetap terus bertakbir sampai imam datang.
Adapun wanita,
maka cukup dengan mensirr(pelan)kan suaranya ketika bertakbir.
Dianjurkan pula berangkat menuju
lapangan shalat Ied menempuh jalan yang berbeda dengan pulangnya, serta
dianjurkan pula dengan berjalan kaki. Ini semua merupakan syi’ar Islam di hari
raya.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Sekarang kita berkumpul di tempat ini, di
antara kita ada yang menjadi atasan dan ada yang menjadi bawahan, ada yang
masih muda dan ada yang sudah tua, ada yang kaya dan ada yang miskin, ada laki-laki
dan ada wanita, setelah itu kita akan pulang ke rumah kita masing-masing.
Ingatlah, kita juga akan berkumpul lagi di suatu tempat dengan jumlah yang
lebih banyak dari ini, yaitu di padang mahsyar untuk dihisab (diperiksa amal)
oleh Allah Azza wa Jalla. Selanjutnya
masing-masing kita akan pulang, ada yang pulangnya ke neraka –wal 'iyadz
billah-, dan ada yang pulang ke surga. Maka dari itu, hendaklah
masing-masing kita memperhatikan dirinya; apakah dia sudah berada di atas
ketaatan kepada Allah ataukah masih
berada
di atas kemaksiatan? Jika dirinya bergelimang di atas kemaksiatan, maka berarti
dia telah bersiap-siap pulang ke neraka dan menjadi bahan bakarnya, dan jika
dirinya berada di atas ketaatan, maka berarti dia telah bersiap-siap pulang ke
surga. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Terj. QS. Al Hasyr: 18)
Kita meminta kepada Allah agar tempat kembali
kita adalah ke surga dan tidak ke neraka. Maka perbaikilah amal kita dari sekarang dan jangan menunda!
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Sebagian manusia ketika diajak menaati Allah
dan Rasul-Nya masih berat melakukannya, padahal itu pertanda bahwa dirinya
tidak mendapatkan taufiq dari Allah Subhaanahu wa Ta’ala, Dia berfirman,
“Barang siapa yang Allah kehendaki akan
memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk
(menjalankan agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah
ia sedang mendaki ke langit.” (QS. Al An’aam: 125)
Ada pula yang belum siap menaati Allah dan
Rasul-Nya karena menyangka dirinya masih jauh dari kematian; dirinya masih muda
dan sehat, di samping ingin memanfaatkan masa muda dengan bersenang-senang.
Kita katakan kepadanya, “Saudaraku, sesungguhnya
kematian jika datang tidak melihat orang yang dijemput, baik muda atau tua,
masih sehat atau sedang sakit, ia bisa mendatanginya. Dan jika kematian telah
datang kepadanya sedangkan masa mudanya hanya ia isi dengan bersenang-senang
dan hal yang sia-sia, maka dia akan menyesal sekali; saat itu ia pun sadar. Padahal ketika kematian telah datang, maka
penyesalan dan sikap sadar tidak berguna lagi, Allah Subhaanahu wa Ta’ala
berfirman,
“Dan pada hari itu sadarlah manusia, akan
tetapi tidak berguna lagi kesadaran itu baginya.--Dia mengatakan,
"Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk
hidupku ini.” (QS.
Al Fajr: 23-24)
Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Meskipun
bulan Ramadhan telah berlalu, bulan di mana amal saleh dilipatgandakan
pahalanya. Namun kesempatan meraih pahala yang banyak masih ada, di antaranya
adalah dengan melanjutkan berpuasa selama enam hari di bulan Syawwal, di mana
bagi mereka yang melakukannya akan dianggap seperti berpuasa setahun.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ
رَمَضَانَ, ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ
اَلدَّهْرِ
“Barang siapa yang
berpuasa Ramadhan, kemudian diikuti dengan berpuasa enam hari di bulan Syawwal,
maka ia seperti berpuasa setahun.” (HR. Jama’ah Ahli Hadits selain Bukhari dan
Nasa’i)
Dalam melakukannya lebih utama secara
berturut-turut, namun boleh tidak berturut-turut.
Para ulama
mengatakan, “Dianggap seperti berpuasa setahun adalah karena satu kebaikan
dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan, bulan Ramadhan dihitung sepuluh
bulan, sedangkan enam hari di bulan Syawwal dihitung dua bulan.”
Sungguh sangat
beruntung orang yang memanfaatkan kesempatan ini untuk berpuasa sebelum
waktunya habis.
Kita meminta kepada Allah Azza wa Jalla petunjuk-Nya, taufiq-Nya,
keteguhan di atas agama-Nya, dan wafat di atas Islam serta meenjadikan
amalan terbaik kita pada bagian akhirnya, umur terbaik kita pada bagian
akhirnya, dan hari terbaik kita adalah hari ketika kita bertemu dengan-Nya, Allahumma
aamiin.
Kita juga memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar Dia menurunkan
pertolongan-Nya kepada saudara-saudara kita di Palestina, menghilangkan
penderitaan mereka, memenangkan para mujahidnya, menerima syuhada mereka, dan membinasakan
kaum Yahudi dan para sekutunya dari kalangan kaum kuffar dan munafikin.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَّمَدٍ ، وَعَلَى آلِ
بَيْتِهِ ، وَعَلَى الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ
، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ . اَللَهُمَّ إِنّا لاَ نَمْلِكُ لِأَهْل ِفِلِسْطِيْنَ إِلاَ الدُعَاءَ
فَيَا رَبُّ لاَ تَرُدَّ لَنَا دُعَاءً وَ لاَ تُخَيّبْ لَنَا رَجَاءً. اَللَّهُمَّ
كُنْ لًهُمْ عَوْناً وَنَصِيْراً. الَلَّهُمَّ انْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّهِمْ. اَللَّهُمَّ
أَسْبِغْ عَلَيْهِمْ بَرْدًا وَ سَلاَمًا . اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ,
اَللَّهُمَّ أَهْلِكِ الْيَهُوْدَ وَمَنْ عَاوَنَهُمْ مِنَ الْكُفَارِ وَالْمُنَافِقِيْنَ.
اَللَّهُمَّ
اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِناً مُطْمَئِناًّ وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ ،
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ أُمُوْرِنَا ، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا
فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا
هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضَالِّيْنَ وَلاَ مُضِلِّيْنَ ، رَبَّنَا آتِنَا فِي
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَصَلَّى
اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ
للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Marwan Hadidi, M.PdI
Telegram: wawasan_muslim
0 komentar:
Posting Komentar