بسم
الله الرحمن الرحيم
Syarah Kitab Tauhid (12)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut
lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, yang
kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya
Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
BAB: ORANG YANG
BERTABARRUK (MENGHARAPKAN BERKAH) KEPADA PEPOHONAN, BEBATUAN, DAN YANG
SEJENISNYA
Firman Allah Ta’ala,
أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ
وَالْعُزَّى (19) وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى (20) أَلَكُمُ الذَّكَرُ
وَلَهُ الْأُنْثَى (21) تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى (22) إِنْ هِيَ إِلَّا
أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ
سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَلَقَدْ
جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى (23)
“Maka apakah patut kamu
(wahai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza,--Dan Manah yang
ketiga, yang paling kemudian (sebagai anak perempuan Allah)--Apakah (patut)
untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan?--Yang demikian
itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.--Itu tidak lain hanyalah nama-nama
yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu
keterangan pun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya
telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.” (QS. An Najm: 19-23)
**********
Pada
bab ini penulis (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) melanjutkan menyebutkan
beberapa perbuatan syirk yang dapat menafikan tauhid atau dapat mengurangi
kesempurnaannya.
Tabarruk
artinya mengharap keberkahan dan meyakini ada berkahnya.
Di
antara manusia ada yang bertabarruk kepada pepohonan, bebatuan, dan lainnya
seperti tempat tertentu, gua, kuburan, dan jejak atau sisa peninggalan. Maka
pada bab ini penulis menerangkan hukumnya, yaitu bahwa haram hukumnya
bertabarruk kepada pepohonan, bebatuan, kuburan, gua, jejak, dan sebagainya.
Dan bahwa yang demikian merupakan perbuatan syirik serta mencontoh orang-orang
musyrik yang bertabarruk kepada Lata, Uzza, dan Manat, karena mereka
mengagungkan berhala-berhala itu dengan maksud memperoleh keberkahan.
Lata (dengan
tidak ditasydidkan huruf ta’nya) adalah nama sebuah batu putih yang diukir,
dimana di atasnya ada sebuah rumah, letaknya di Thaif. Jika ditasydidkan huruf
ta’nya, maka nama seorang yang menghaluskan tepung untuk orang yang naik haji,
kemudian ia meninggal dunia lalu orang-orang mendatangi kuburnya.
Uzza adalah sebuah pohon yang dikelilingi bangunan
yang diberi tabir, letaknya berada di antara Makkah dan Thaif.
Manat adalah
nama sebuah patung di Al Musyallal, tempat yang berada di antara Makkah dan
Madinah.
Dalam
ayat di atas, Allah Subhaanahu wa Ta’ala mencela orang-orang musyrik yang
menyembah sesuatu yang tidak mengerti apa-apa, yaitu tiga berhala ini; Lata,
Uzza, dan Manat. Padahal berhala-berhala itu tidak dapat memberikan manfaat
sama sekali bagi mereka. Allah Subhaanahu wa Ta’ala juga mencela kaum musyrik
karena kezaliman mereka dalam ketetapan, dimana mereka tolak anak-anak
perempuan untuk diri mereka lalu mereka tetapkan untuk Allah Subhaanahu wa
Ta’ala. Selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta’ala menuntut mereka membawakan
hujjah yang menguatkan sikap mereka menyembah selain-Nya, Dia juga menerangkan,
bahwa jika hanya kira-kira dan sangkaan saja tidaklah dapat dijadikan hujjah. Bahkan
hujjah yang benar adalah hujjah yang dibawa para rasul berupa bukti-bukti yang
nyata dan hujjah-hujjah yang jelas yang menunjukkan wajibnya beribadah kepada
Allah saja dan meninggalkan menyembah selain-Nya.
Kesimpulan:
1.
Bertabarruk kepada
pepohonan dan bebatuan merupakan perbuatan syirik.
2.
Disyariatkan mendebat
orang-orang musyrik untuk membatalkan kesyirikan mereka dan mengokohkan tauhid.
3.
Hukum tidak bisa
ditetapkan kecuali dengan dalil, bukan hanya sekedar persangkaan dan kira-kira.
4.
Allah telah menegakkan
hujjah kepada hamba-hamba-Nya dengan mengutus para rasul dan menurunkan
kitab-kitab.
**********
عَنْ أَبِي وَاقِدٍ
اللَّيْثِيِّ قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِلَى حُنَيْنٍ وَنَحْنُ حُدَثَاءُ عَهْدٍ بِكُفْرٍ وَلِلْمُشْرِكِيْنَ
سِدْرَةٌ يَعْكُفُوْنَ عِنْدَهَا وَيَنُوْطُوْنَ بِهَا أَسْلِحَتَهُمْ يُقَالُ لَهَا:
ذَاتُ أَنْوَاطٍ. فَمَرَرْنَا بِسِدْرَةٍ فَقُلْنَا يَا رَسُوْلَ اللَّهِ، اجْعَلْ
لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " "اَللهُ أَكْبَرُ -إِنَّهَا
السُّنَنُ- قُلْتُمْ وَالَّذِيْ نَفْسِي بِيَدِهِ كَمَا قَالَتْ بَنُوْ إِسْرَائِيْلَ
لِمُوْسَى: {اجْعَل لَّنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ
تَجْهَلُونَ} [الأعراف: 138] لَتَرْكَبُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ"
Dari
Abu Waqid Al Laitsiy radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami pernah keluar
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Hunain sedangkan kami baru
saja keluar dari kekafiran (masuk Islam). Saat itu orang-orang musyrik memiliki
pohon bidara yang dikenal dengan nama Dzat Anwath; mereka selalu
mendatanginya dan menggantungkan senjata-senjata mereka pada pohon tersebut.
Kami pun melewati sebuah pohon bidara, lalu kami berkata, “Wahai Rasulullah,
buatkanlah untuk kami Dzat Anwath sebagaimana mereka memiliki Dzat Anwath.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allahu akbar! Itu
adalah tradisi orang-orang sebelum kalian. Demi Allah yang jiwaku di
Tangan-Nya, kalian telah mengatakan sebagaimana Bani Israil berkata kepada
Musa, “Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki
sesembahan.” Musa menjawab, “Sungguh, kalian adalah kaum yang tidak mengerti.”
(QS. Al A’raaf: 138) Kalian pasti akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum
kalian.” (HR. Tirmidzi, dan ia menshahihkannya)
**********
Abu
Waqid Al Laitsiy namanya adalah Harits bin Auf, ia adalah seorang sahabat yang
masyhur yang wafat pada tahun 68 H dalam usia 85 tahun.
Disebut
pohon bidara tempat kaum musyrik menggantungkan senjata sebagai Dzat Anwath,
karena seringnya mereka menggantungkan senjata mereka padanya untuk mengharap
berkah.
Dalam
hadits di atas, Abu Waqid menjelaskan tentang sebuah kejadian yang menarik
perhatian yang di dalamnya mengandung pelajaran, yaitu pada saat mereka
berperang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melawan suku
Hawazin, dimana mereka baru saja masuk Islam dan perkara syirik masih samar
bagi mereka. Saat mereka menyaksikan kaum musyrik bertabarruk (mencari berkah)
pada sebuah pohon, maka mereka meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk membuatkan pohon yang serupa. Ketika itulah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bertakbir sebagai bentuk pengingkaran sambil mengagungkan
Allah Azza wa Jalla. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan,
bahwa permintaan itu sama seperti permintaan Bani Israil kepada Nabi Musa
‘alaihis salam saat mereka melihat patung, yaitu, “Buatkanlah untuk kami
sesembahan sebagaimana mereka punya sesembahan.”
Selanjutnya Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjelaskan, bahwa umat ini akan mengikuti jejak orang-orang Yahudi dan
Nasrani. Ini adalah bentuk khabar (berita) namun maksudnya adaah celaan dan
peringatan agar tidak melakukan perbuatan itu.
Dalam
hadits di atas terdapat dalil, bahwa bertabarruk kepada pohon, bebatuan, dan
sejenisnya merupakan perbuatan syirk.
Kesimpulan:
1.
Bertabarruk (mengharap
berkah) kepada pepohonan, bebatuan, dan
sejenisnya merupakan perbuatan syirik.
2.
Seorang yang berpindah
dari kebatilan yang biasa dirutininya bisa saja masih tersisa dalam hatinya
kebiasaan-kebiasaan lama.
3.
Sebab penyembahan kepada
patung dan berhala adalah karena mendatanginya, memuliakannya, dan mengharap
berkah kepadanya.
4.
Sepatutnya bagi seorang
muslim bertasbih atau bertakbir saat mendengar sesuatu yang tidak patut
diucapkan dalam agama, atau ketika merasakan keheranan.
5.
Berita akan terjadinya
perbuatan syirik dalam umat ini.
6.
Salah satu bukti kenabian
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu terjadinya perbuatan syirik di
tengah-tengah umat.
7.
Larangan menyerupai kaum
Jahiliyyah, orang-orang Yahudi, dan orang-orang Nasrani.
8.
Yang dijadikan patokan
adalah makna atau kandungannya, bukan nama, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyamakan permintaan mereka seperti permintaan Bani Israil keada Nabi
Musa ‘alaihis salam tanpa melihat bahwa mereka menamainya dengan Dzat Anwath.
Bersambung...
Marwan
bin Musa
Maraji’:
Al
Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan
Al Fauzan), Maktabah Syamilah versi 3.45, Al Ishabah fii
Tamyizish Shahabah (Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani), dll.
0 komentar:
Posting Komentar