بسم
الله الرحمن الرحيم
Fawaid Riyadhush Shalihin (9)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits)
Riyadhush Shalihin yang banyak kami rujuk dari kitab Syarh
Riyadhush Shalihin karya Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy, kitab
Bahjatun Nazhirin karya Syaikh Salim bin Ied Al Hilaliy, dan lainnya. Hadits-hadits di dalamnya banyak merujuk kepada kitab Riyadhush
Shalihin, akan tetapi kami mengambil matannya dari kitab-kitab
hadits induk. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: مَرَّ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِامْرَأَةٍ تَبْكِي عِنْدَ قَبْرٍ،
فَقَالَ: «اتَّقِي اللَّهَ وَاصْبِرِي» قَالَتْ: إِلَيْكَ عَنِّي، فَإِنَّكَ لَمْ
تُصَبْ بِمُصِيبَتِي، وَلَمْ تَعْرِفْهُ، فَقِيلَ لَهَا: إِنَّهُ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَتَتْ بَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَّابِينَ، فَقَالَتْ: لَمْ
أَعْرِفْكَ، فَقَالَ: «إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى» مُتَّفَقٌ عَلَيهِ. وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ:
«تَبْكِي عَلَى صَبِيٍّ لَهَا»
(31)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah melewati seorang wanita yang menangis di samping kuburan, maka
Beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah!” Wanita itu
menjawab, “Menyingkirlah dariku, karena sesungguhnya engkau tidak mengalami
musibah seperti yang kualami.” Dan wanita ini tidak mengetahui bahwa Beliau
adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ada yang memberitahukan, bahwa
Beliau adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka wanita ini segera
mendatangi pintu rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ia tidak
menemukan adanya penjaga, ia pun berkata, “Aku tidak mengenalmu.” Beliau
bersabda, “Sesungguhnya sabar (yang terpuji) adalah ketika terjadi musibah
pertama kali.” (HR. Bukhari dan Muslim. Dalam sebuah riwayat Muslim
disebutkan, “Wanita itu menangis karena anaknya yang meninggal dunia.”)
Fawaid:
1. Tawadhunya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Perintah
beramar ma’ruf dan bernahi munkar kepada semua orang.
3. Memohon maaf
kepada orang yang mulia saat tidak beradab terhadapnya.
4. Bagi imam
atau hakim jika tidak butuh penjaga pintu, maka hendaknya tidak mengadakannya.
5. Pahala
kesabaran diperoleh ketika mendapatkan musibah pertama kali, bukan setelahnya,
karena setelahnya ia akan melupakannya.
6. Hendaknya
seorang da’i dan pelaku amar ma’ruf dan nahi munkar bersabar ketika mendapatkan
gangguan dari orang yang didakwahi dan diingatkan.
7. Hendaknya
seseorang menerima nasihat dan saran orang lain.
8. Seorang imam
atau hakim hendaknya tidak menutup diri dari rakyatnya dan dari kebutuhan
mereka.
9. Seorang imam
atau hakim hendaknya tidak membedakan dirinya dengan tanda khusus yang
membedakan dirinya dengan orang lain.
10. Sebagian
ulama berdalih dengan hadits di atas untuk menjelaskan bolehnya ziarah kubur
bagi kaum wanita, karena yang dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah jika sering melakukannya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: " يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: مَا لِعَبْدِي المُؤْمِنِ
عِنْدِي جَزَاءٌ، إِذَا قَبَضْتُ صَفِيَّهُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا ثُمَّ
احْتَسَبَهُ، إِلَّا الجَنَّةُ "
(32) Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Allah Ta’ala berfirman, “Tidak ada balasan untuk hamba-Ku yang
mukmin ketika Aku mencabut nyawa kekasihnya dari penduduk dunia, kemudian ia
bersabar dan mengharap pahala terhadapnya kecuali surga.” (HR. Bukhari)
Fawaid:
1. Barang siapa
yang bersabar terhadap musibah dan mengharapkan pahalanya di sisi Allah, maka
balasannya adalah surga.
2. Di antara
musibah besar yang dialami seseorang adalah kehilangan orang yang dicintainya.
Oleh karena itu, jika seseorang bersabar dan mengharap pahala, maka balasannya
adalah surga.
3. Orang kafir
meskipun melakukan amal saleh, maka di akhirat Allah tidak akan memberinya
balasan karena tidak adanya iman, ia hanyalah dibalas di dunia.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّهَا سَأَلَتْ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الطَّاعُونِ، فَقَالَ: «كَانَ
عَذَابًا يَبْعَثُهُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ، فَجَعَلَهُ اللَّهُ رَحْمَةً
لِلْمُؤْمِنِينَ، مَا مِنْ عَبْدٍ يَكُونُ فِي بَلَدٍ يَكُونُ فِيهِ، وَيَمْكُثُ
فِيهِ لاَ يَخْرُجُ مِنَ البَلَدِ، صَابِرًا مُحْتَسِبًا، يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ
يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ، إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ
شَهِيدٍ»
(33) Dari Aisyah
radhiyallahu ‘anha, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam tentang penyakit tha’un, maka Beliau bersabda, “Sebelumnya tha’un[i] itu merupakan azab yang
Allah kirim kepada siapa yang Dia kehendaki, namun Dia jadikan hal itu sebagai
rahmat bagi orang-orang yang beriman. Tidaklah seorang hamba berada di sebuah
negeri yang terdapat tha’unnya, lalu ia tetap di sana dan tidak keluar sambil
bersabar dan berharap kepada Allah (berharap agar dihindarkan dari musibah itu
atau berharap pahala jika terkena tha’un), ia pun mengetahui bahwa tha’un itu
tidak akan mengenainya kecuali karena telah ditetapkan Allah untuknya, kecuali
ia mendapatkan pahala seperti orang yang mati syahid.” (HR. Bukhari)
Fawaid:
1. Rahmat (kasih
sayang) Allah untuk umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam karena
menjadikan sesuatu yang sebelumnya sebagai azab menjadi rahmat bagi umat ini.
2. Keutamaan
sabar terhadap musibah.
3. Musibah bagi
seorang mukmin menghasilkan pahala, tentunya jika ia tidak keluh kesah
terhadapnya.
4. Barang siapa
yang meninggal karena penyakit tha’un seraya bersabar dan mengharap pahala
terhadapnya, maka ia akan memperoleh pahala seorang yang mati syahid.
5. Jika muncul
penyakit tha’un di wilayah yang kita tempati, maka tidak boleh keluar
daripadanya.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " إِنَّ اللَّهَ قَالَ:
إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبْدِي بِحَبِيبَتَيْهِ فَصَبَرَ، عَوَّضْتُهُ مِنْهُمَا
الجَنَّةَ "
(34) Dari Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Aku mendengar Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman, “Apabila Aku menguji
hamba-Ku dengan mencabut kedua penglihatannya, lalu ia bersabar, maka aku akan
menggantinya dengan surga.” (HR. Bukhari)
Fawaid:
1. Barang siapa
yang bersabar atas kehilangan penglihatannya dan mengharap pahala Allah
terhadapnya, maka Allah akan menggantinya dengan surga.
2. Surga adalah
ganti yang paling besar dan paling baik, karena bersenang-senang dengan
penglihatan di dunia akan fana, sedangkan bersenang-senang di surga akan kekal
selamanya.
3. Orang yang
dicintai Allah akan mendapat ujian untuk menghindarkan hal yang berbahaya
darinya, atau untuk menghapuskan kesalahannya, atau mengangkat derajatnya.
4. Ganti surga
dari Allah terhadap kehilangan mata, karena dengan mata seseorang dapat melihat
keindahan dunia beserta isinya sehingga ia menjadi senang karenanya, dan dapat
melihat hal yang buruk sehingga ia dapat menjauhi diri darinya, maka gantinya
adalah surga.
عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، قَالَ: قَالَ لِي ابْنُ عَبَّاسٍ:
أَلَا أُرِيكَ امْرَأَةً مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ قُلْتُ: بَلَى، قَالَ: هَذِهِ
الْمَرْأَةُ السَّوْدَاءُ، أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
قَالَتْ: إِنِّي أُصْرَعُ وَإِنِّي أَتَكَشَّفُ، فَادْعُ اللهَ لِي، قَالَ: «إِنْ
شِئْتِ صَبَرْتِ وَلَكِ الْجَنَّةُ، وَإِنْ شِئْتِ دَعَوْتُ اللهَ أَنْ
يُعَافِيَكِ» قَالَتْ: أَصْبِرُ، قَالَتْ: فَإِنِّي أَتَكَشَّفُ فَادْعُ اللهَ
أَنْ لَا أَتَكَشَّفَ فَدَعَا لَهَا
(35) Dari Atha’
bin Abi Rabah ia berkata, “Ibnu Abbas pernah berkata kepadaku, “Maukah engkau
kuperlihatkan salah seorang wanita penghuni surga?” Aku menjawab, “Ya, mau.”
Ibnu Abbas berkata, “Yaitu wanita hitam ini. Ia pernah datang kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil berkata, “Sesungguhnya aku terkena
penyakit ayan dan hal itu membuat diriku terbuka aurat, maka berdoalah kepada
Allah untukku.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau
bersabar, maka engkau akan memperoleh surga, dan jika engkau mau, maka aku akan
berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.” Wanita itu berkata, “Saya akan
bersabar, namun terkadang auratku terbuka, maka berdoalah kepada Allah agar
auratku tidak terbuka,” maka Beliau mendoakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Keutamaan
sabar terhadap musibah dan besarnya pahala orang yang menyerahkan urusan kepada
Allah Azza wa Jalla.
2. Berpegang
dengan azimah (hukum asal) lebih utama daripada berpegang dengan rukhshah
(hukum baru/keringanan karena ada sebab) bagi seorang yang melihat dirinya
sanggup memikulnya.
3. Tingginya
rasa malu wanita para sahabat.
عَنْ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى رَسُولِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْكِي نَبِيًّا مِنَ الْأَنْبِيَاءِ ضَرَبَهُ
قَوْمُهُ، وَهُوَ يَمْسَحُ الدَّمَ عَنْ وَجْهِهِ، وَيَقُولُ: «رَبِّ اغْفِرْ
لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ»
(36) Dari
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Sepertinya aku melihat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan salah seorang dari para
nabi yang dipukuli kaumnya, sedang nabi itu mengusap darah dari wajahnya sambil
berkata, “Ya Rabbi, ampunilah kaumku, karena mereka tidak mengetahui.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Tingginya
kesabaran para nabi dan kesiapan mereka memikul derita di jalan dakwah untuk meraih
ridha Allah dan rahmat-Nya.
2. Di antara
akhlak para nabi adalah menyikapi sikap jahil dan buruk kaumnya dengan
memaafkan dan berbuat baik.
3. Keutamaan
bersabar terhadap gangguan orang lain dan menyikapi keburukan dengan kebaikan
serta keutamaan bersikap santun.
4. Tidak
menyikapi orang-orang yang jahil dengan sikap yang seperti mereka dan tidak
mendoakan keburukan terhadap mereka, bahkan meminta kepada Allah hidayah untuk
mereka.
5. Orang-orang
yang melakukan kerusakan dan orang-orang kafir tidak melawan hujjah para nabi
dan pengikutnya dengan hujjah pula, bahkan mereka beralih dengan kekerasan,
yaitu dengan melakukan pembunuhan, penindasan, dan penyiksaan.
6. Pentingnya
meneladani Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Beliau pernah terluka
wajahnya sampai mengalirkan darah pada peperangan Uhud namun Beliau tetap
bersabar.
7. Tidak segera
mendoakan keburukan terhadap orang-orang yang menyelisihi atau musuh-musuh
dakwah.
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji': Tathriz Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy),
Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin Shalih Al Utsaimin), Bahjatun Nazhirin (Salim bin ’Ied Al
Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll.
[i] Tha’un artinya wabah penyakit tertentu. Ada yang mengatakan,
bahwa tha’un adalah istilah untuk wabah penyakit yang merata yang menimpa suatu
wilayah, sehingga penghuninya terkena olehnya dan membuat mereka meninggal
dunia, misalnya penyakit kolera.
0 komentar:
Posting Komentar