بسم
الله الرحمن الرحيم
Fawaid Riyadhush Shalihin (10)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits)
Riyadhush Shalihin yang banyak kami rujuk dari kitab Syarh
Riyadhush Shalihin karya Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy, kitab
Bahjatun Nazhirin karya Syaikh Salim bin Ied Al Hilaliy, dan lainnya. Hadits-hadits di dalamnya banyak merujuk kepada kitab Riyadhush
Shalihin, akan tetapi kami mengambil matannya dari kitab-kitab
hadits induk. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ، وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ
نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى
الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ»
(37) Dari Abu
Sa’id Al Khudriy dan Abu Huirairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Tidaklah seorang muslim terkena musibah,
baik berupa kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, gangguan, dan perasaan
gundah, bahkan duri yang mengenainya, melainkan Allah akan menghapuskan
kesalahan-kesalahannya dengan musibah itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Musibah yang
menimpa seorang mukmin baik yang besar maupun yang kecil akan menghapuskan
dosa-dosanya. Oleh karena itu, hendaknya ia bersabar terhadapnya agar
mendapatkan pahala.
2. Jika seorang
mukmin mendapatkan musibah, lalu dia ingat akan pahalanya jika bersabar,
kemudian mengharapkan pahala terhadapnya, maka dia memperoleh dua faedah; yaitu
terhapusnya dosa dan bertambahnya kebaikan. Jika seorang mukmin lupa terhadap
keutamaan tersebut, maka musibah itu hanya menghapuskan dosa-dosanya, namun ia
tidak memperoleh pahala karena tidak mengharapkan pahala terhadapnya. Oleh
karena itu, hendaknya seseorang ketika terkena musibah meskipun hanya tertusuk
duri mengharapkan pahala terhadap musibah itu agar memperoleh dua keutamaan
itu.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُوعَكُ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ
لَتُوعَكُ وَعْكًا شَدِيدًا؟ قَالَ: «أَجَلْ، إِنِّي أُوعَكُ كَمَا يُوعَكُ
رَجُلاَنِ مِنْكُمْ» قُلْتُ: ذَلِكَ أَنَّ لَكَ أَجْرَيْنِ؟ قَالَ: «أَجَلْ،
ذَلِكَ كَذَلِكَ، مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى، شَوْكَةٌ فَمَا فَوْقَهَا،
إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا سَيِّئَاتِهِ، كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا»
(38) Dari
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Aku pernah masuk menemui
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat Beliau menderita demam yang tinggi,
lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau menderita demam yang
tinggi.” Beliau menjawab, “Ya. Sesungguhnya aku menderita demam seperti demamnya
dua orang di antara kamu menjadi satu.” Aku berkata, “Berarti engkau memperoleh
dua kali lipat pahala?” Beliau menjawab, “Ya, demikianlah. Tidaklah seorang
muslim mendapatkan rasa sakit; duri maupun yang lebih dari itu, melainkan Allah
akan hapuskan dengannya dosa-dosanya sebagaimana pohon menggugurkan
daun-daunnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Para nabi
adalah manusia yang paling berat ujiannya, karena mereka dikhususkan dengan
mencapai kesabaran yang sempurna dan sikap mengharapkan pahala dari Allah, dan
karena AllahTa’ala menjadikan mereka sebagai teladan bagi manusia.
2. Disyariatkan menjenguk orang sakit.
3. Setiap kali
bertambah musibah dan penyakit yang menimpa seorang hamba, maka semakin besar
pahala yang Allah berikan.
4. Keutamaan sabar
terhadap penyakit.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا
يُصِبْ مِنْهُ»
(39) Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda, “Barang siapa yang dikehendaki Allah memperoleh kebaikan, maka
Dia akan memberikan musibah kepadanya (baik pada badannya, hartanya, maupun
kekasihnya).” (HR. Bukhari)
Fawaid:
1. Musibah
merupakan tanda bahwa Allah memberikan kebaikan kepadanya.
2. Seorang
mukmin tidak lepas dari cobaan.
3. Musibah
merupakan tanda cinta Allah kepada seorang hamba agar derajatnya tinggi dan
dosa-dosanya terhapuskan.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ المَوْتَ
مِنْ ضُرٍّ أَصَابَهُ، فَإِنْ كَانَ لاَ بُدَّ فَاعِلًا، فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ
أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ
الوَفَاةُ خَيْرًا لِي "
(40) Dari Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Beliau
bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian menginginkan kematian
karena musibah yang menimpanya. Jika ia harus demikian, maka ucapkanlah, “Ya
Allah, hidupkanlah aku jika kehidupan itu baik buatku, dan wafatkanlah aku jika
wafat itu baik buatku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kesimpulan:
1. Larangan
berkeinginan untuk mati, bahkan ia harus bersabar terhadap takdir Allah,
meminta afiyah (keselamatan dan kesembuhan) kepada-Nya, dan menyerahkan urusan
kepada-Nya. Oleh karena itu, Khabbab bin Art radhiyallahu ‘anhu, seorang
sahabat yang telah mengobati dirinya dengan besi panas sebanyak tujuh kali
berkata, “Kalau bukan karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang kami berdoa meminta mati, tentu aku akan berdoa untuk itu.” (HR.
Bukhari)
2. Kehidupan
lebih baik bagi seorang mukmin, karena jika ia meninggal dunia, maka akan
putuslah amalnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَتَمَنَّى أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ، وَلَا يَدْعُ بِهِ مِنْ قَبْلِ
أَنْ يَأْتِيَهُ، إِنَّهُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ، وَإِنَّهُ
لَا يَزِيدُ الْمُؤْمِنَ عُمْرُهُ إِلَّا خَيْرًا
“Janganlah salah
seorang di antara kamu berkeinginan untuk mati, jangan pula ia berdoa meminta
demikian sebelum tiba waktunya. Hal itu, karena jika salah seorang di antara
kamu meninggal dunia, maka akan putuslah amalnya, karena umur bagi seorang
mukmin tidak menambahnya selain kebaikan.” (HR. Muslim)
3. Wajibnya bersabar
terhadap musibah dan tidak keluh kesah, karena keluh-kesah merupakan sikap
tidak menerima takdir Allah.
4. Seorang
mukmin menyerahkan urusannya kepada Allah Azza wa Jalla.
عَنْ خَبَّابِ بْنِ الأَرَتِّ، قَالَ: شَكَوْنَا إِلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُتَوَسِّدٌ بُرْدَةً لَهُ فِي
ظِلِّ الكَعْبَةِ فَقُلْنَا: أَلاَ تَسْتَنْصِرُ لَنَا أَلاَ تَدْعُو لَنَا؟
فَقَالَ: «قَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ، يُؤْخَذُ الرَّجُلُ فَيُحْفَرُ لَهُ فِي
الأَرْضِ، فَيُجْعَلُ فِيهَا، فَيُجَاءُ بِالْمِنْشَارِ فَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ
فَيُجْعَلُ نِصْفَيْنِ، وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الحَدِيدِ، مَا دُونَ لَحْمِهِ
وَعَظْمِهِ، فَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ، وَاللَّهِ لَيَتِمَّنَّ هَذَا
الأَمْرُ، حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ، لاَ
يَخَافُ إِلَّا اللَّهَ، وَالذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ، وَلَكِنَّكُمْ
تَسْتَعْجِلُونَ» وفي رواية:"وهُوَ مُتَوسِّدٌ
بُرْدةً وقَدْ لقِينَا مِنَ الْمُشْركِين شِدَّةً".
(41) Dari Khabbab
bin Art radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami pernah mengadu kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam saat Beliau berada di bawah naungan ka’bah sambil
meletakkan pakaian burdahnya di bawah kepalanya sebagai bantal. Kami berkata,
“Tidakkah engkau memohon pertolongan untuk kami, tidakkah engkau berdoa untuk
kami?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya di antara orang-orang sebelum kalian ada
yang ditangkap, lalu dibuatkan galian di tanah, kemudian ia dimasukkan ke
dalamnya, lalu disiapkan geregaji dan diletakkan di bagian tengah kepalanya
sehingga ia terbelah menjadi dua bagian. Selain itu, ia pun disisir dengan
sisir besi yang dikenakan di bawah daging dan tulangnya. Semua siksaan itu
tidak memalingkannya dari agamanya. Demi Allah, sesungguhnya agama ini akan
sempurna, sehingga seorang yang berkendaraan berjalan dari Shan’a ke Hadhramaut;
tidak ada yang ditakutinya selain Allah, atau karena takut sekiranya ada serigala
menerkam kambingnya. Akan tetapi kalian terburu-buru.” (HR. Bukhari. Dalam
sebuah riwayat disebutkan, “Ketika itu Beliau meletakkan pakaian burdahnya di
bawah kepalanya sebagai bantal, padahal kami telah mendapatkan gangguan yang
berat dari kaum musyrik.”)
Fawaid:
1. Terpujinya
sikap sabar dalam menerima siksaan di jalan Allah.
2. Beratnya
ujian para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan siapnya mereka
memikul penderitaan di jalan Allah Azz wa Jalla.
3. Permusuhan
terhadap kaum mukmin pengikut para nabi sudah terjadi sejak zaman dahulu.
4. Dibencinya
sikap terburu-buru.
5. Masa depan
untuk Islam.
عَنْ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: لَمَّا كَانَ يَوْمُ حُنَيْنٍ آثَرَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَاسًا فِي الْقِسْمَةِ، فَأَعْطَى
الْأَقْرَعَ بْنَ حَابِسٍ مِائَةً مِنَ الْإِبِلِ، وَأَعْطَى عُيَيْنَةَ مِثْلَ
ذَلِكَ، وَأَعْطَى أُنَاسًا مِنْ أَشْرَافِ الْعَرَبِ، وَآثَرَهُمْ يَوْمَئِذٍ فِي
الْقِسْمَةِ، فَقَالَ رَجُلٌ: وَاللهِ، إِنَّ هَذِهِ لَقِسْمَةٌ مَا عُدِلَ فِيهَا
وَمَا أُرِيدَ فِيهَا وَجْهُ اللهِ، قَالَ فَقُلْتُ: وَاللهِ، لَأُخْبِرَنَّ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَأَتَيْتُهُ
فَأَخْبَرْتُهُ بِمَا قَالَ، قَالَ: فَتَغَيَّرَ وَجْهُهُ حَتَّى كَانَ
كَالصِّرْفِ، ثُمَّ قَالَ: «فَمَنْ يَعْدِلُ إِنْ لَمْ يَعْدِلِ اللهُ
وَرَسُولُهُ» ، قَالَ: ثُمَّ قَالَ: «يَرْحَمُ اللهُ مُوسَى، قَدْ أُوذِيَ
بِأَكْثَرَ مِنْ هَذَا فَصَبَرَ» قَالَ قُلْتُ: «لَا جَرَمَ لَا أَرْفَعُ إِلَيْهِ
بَعْدَهَا حَدِيثًا»
(42) Dari
Abdullah bin Mas’ud ia berkata, “Ketika hari peperangan Hunain, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutamakan beberapa orang dalam pembagian
(harta ghanimah/rampasan perang). Beliau memberikan Aqra bin Habis seratus ekor
unta, memberikan kepada Uyaynah dalam jumlah yang serupa, dan memberikan
beberapa orang yang termasuk pemuka bangsa Arab. Ketika itu, Beliau
mengutamakan mereka dalam pemberian, lalu ada seseorang yang berkata, “Demi
Allah, pembagian ini tidak ada keadilannya dan tidak dimaksudkan mencari
keridhaan Allah.” Aku (Ibnu Mas’ud) berkata, “Demi Allah, saya akan sampaikan
pernyataan ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Saya pun mendatangi
Beliau dan menyampaikan perkataan orang itu kepada Beliau. Maka berubahlah
wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga warnah mukanya seperti
celupan merah (karena marah), kemudian Beliau bersabda, “Siapakah yang dapat
melakukan keadilan jika Allah dan Rasul-Nya tidak bersikap adil?” Selanjutnya
Beliau bersabda, “Semoga Allah merahmati Musa, sesungguhnya ia telah disakiti
melebihi hal ini.” Aku (Ibnu Mas’ud) berkata, “Setelah perstiwa ini saya pasti tidak
akan menyampaikan lagi pembicaraan apa pun kepada Beliau (karena khawatir
membuat Beliau tersakiti).” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Fawaid:
1. Seorang imam
berhak melebihkan pemberian kepada orang yang jika diberi lebih terdapat
maslahat bagi Islam dan kaum muslimin.
2. Termasuk
siasat syar’i dalam berdakwah adalah melunakkan hati para pemuka dan tokoh.
3. Pada setiap
zaman ada musuh para nabi dan pengikutnya yang selalu mengkritik ajaran para
nabi dan menanamkan keraguan di tengah-tengah manusia terhadap ajaran para nabi.
4. Wajibnya
bersikap tulus dan setia kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum mukminin.
5. Sikap seorang
da’i saat disakiti baik dengan lisan maupun perbuatan adalah bersabar.
6. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam meneladani para nabi sebelumnya.
7. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia, dimana Beliau merasakan seperti
yang dirasakan manusia.
8. Manusia yang
paling takut kepada Allah dan paling adil adalah para nabi dan rasul ‘alaihimush
shalatu wa salam.
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji': Tathriz Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy),
Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin Shalih Al Utsaimin), Bahjatun Nazhirin (Salim bin ’Ied Al
Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar