بسم
الله الرحمن الرحيم
Syarah Kitab Tauhid (13)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut
lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, yang
kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya
Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
BAB : TENTANG
MENYEMBELIH HEWAN UNTUK SELAIN ALLAH
Firman
Allah Ta’ala,
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي
وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ-لاَ شَرِيكَ لَهُ
وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah,
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam.—Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah)." (QS. Al An’aam: 162-163)
فَصَلِّ لِرَبِّكَ
وَانْحَرْ
“Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah." (QS. Al
Kautsar: 2)
**********
Pada
bab ini penyusun (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah)
menerangkan salah satu contoh syirk yang berlawanan dengan tauhid, yaitu
menyembelih untuk selain Allah Subhaanahu wa Ta’ala seperti untuk jin, kuburan,
patung, berhala, dsb.
Dalam
ayat yang pertama, Allah Subhaanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya
shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyatakan kepada kaum musyrik yang beribadah
kepada selain Allah dan menyembelih untuk selain-Nya, bahwa shalat atau ibadah
Beliau dan sembelihannya adalah untuk Allah dan karena-Nya, demikian pula hidup
dan mati Beliau.
Dalam
yang kedua, Allah Subhaanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk mengikhlaskan shalat dan berkurban hanya karena-Nya
saja; menyelisihi kaum musyrik yang beribadah dan berkurban kepada selain-Nya.
Kedua ayat
di atas menunjukkan, bahwa menyembelih hanya ditujukan kepada Allah Azza wa
Jalla saja, dan bahwa menyembelih kepada selain-Nya adalah perbuatan syirk.
Kesimpulan:
1.
Menyembelih untuk selain
Allah merupakan syirk akbar.
2.
Shalat dan menyembelih
termasuk ibadah utama. Oleh karena itu, hanya ditujukan kepada Allah Azza wa
Jalla saja.
3.
Wajibnya berbuat ikhlas
dalam semua ibadah.
4.
Ibadah merupakan perkara tauqifiyyah
(diam menunggu dalil). Tidak dibenarkan beramal tanpa dalil.
5.
Shalat dan berkurban
karena Allah termasuk bukti syukur kita kepada-Nya.
**********
Dari
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku tentang empat perkara,
«لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ
لَعَنَ وَالِدَيْهِ، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ
غَيَّرَ الْمَنَارَ»
“Allah
melaknat orang yang menyembelih hewan untuk selain Allah, Allah melaknat orang
yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat orang yang melindungi pelaku
kejahatan, dan Allah melaknat orang yang merubah tanda batas tanah.” (HR.
Muslim)
**********
Laknat
artinya dijauhkan dari rahmat Allah.
Muhdits
(lihat lafaz hadits), jika dikasrahkan huruf dalnya berarti pelaku
kejahatan, yakni Allah melaknat orang yang melindungi pelaku kejahatan. Dan
jika difathahkan huruf dalnya berarti perbuatan bid’ah (mengada-ada)
dalam agama, yakni Allah melaknat orang yang melindungi perkara bid’ah dalam
agama dan ridha terhadapnya.
Tanda
batas tanah maksudnya tanda yang memisahkan antara tanah
miliknya dengan milik orang lain.
Dalam
hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan empat
perbuatan buruk yang mendatangkan laknat, yaitu: (1) menyembelih hewan untuk
selain Allah seperti membuat sesaji, (2) melaknat kedua orang tuanya seperti
mendoakan laknat untuk orang tuanya atau mencaci-makinya, (3) melindungi pelaku
kejahatan yang berhak mendapatkan sanksi syar’i, lalu ia menghalanginya agar tidak
ditegakkan hukuman terhadapnya, atau meridhai perkara bid’ah dalam agama serta
mengakuinya, (4) merubah tanda batas tanah yang mengakibatkan mengambil tanah
orang lain secara zalim.
Dalam
hadits di atas terdapat dalil yang tegas tentang haramnya menyembelih untuk
selain Allah dan bahwa pelakunya mendapatkan laknat.
Kesimpulan:
1.
Menyembelih untuk selain
Allah hukumnya haram dan termasuk syirk.
2.
Haramnya melaknat kedua
orang tua dan mencaci-makinya baik secara langsung atau tidak langsung. Secara
tidak langsung misalnya mencaci-maki ayah-ibu orang lain yang mengakibatkan
ayah-ibunya dicaci-maki.
3.
Haramnya melindungi pelaku
kejahatan.
4.
Haramnya menyetujui
perkara bid’ah dalam agama, karena hal tersebut akan merusak agama.
5.
Haramnya merubah tanda
batas tanah.
**********
Dari
Thariq bin Syihab, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada seorang yang masuk surga karena seekor lalat dan ada seorang yang masuk
neraka karena seekor lalat.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana hal itu bisa
terjadi wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ada dua orang yang melewati
sekelompok orang yang memiliki berhala, dimana tidak ada yang boleh melewatinya
kecuali dengan mempersembahkan sembelihan binatang untuknya. Maka mereka berkata
kepada salah satu di antara kedua orang tadi, “Persembahkanlah sesuatu untuknya
(berhala mereka).” Ia menjawab, “Saya tidak mempunyai sesuatu apa pun untuk
mempersembahkan kepadanya.” Mereka berkata lagi, “Persembahkanlah meskipun
hanya seekor lalat.” Maka ia pun mempersembahkan seekor lalat, lalu ia
diperbolehkan melanjutkan perjalanan, ia pun akhirnya masuk neraka. Kemudian
mereka berkata kepada yang satu lagi, “Persembahkanlah sesuatu untuknya.” Ia
menjawab, “Aku tidak akan mempersembahkan sesuatu apa pun untuk selain Allah
Azza wa Jalla.” Maka mereka memancungnya, dan ia pun masuk surga.” (HR. Ahmad)
**********
Hadits
ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam Az Zuhd (15,16), Abu Nu’aim dalam Al
Hilyah (1/203) dari Thariq bin Syihab dari Salman Al Farisiy secara mauquf
(sampai kepada sahabat Salman Al Farisiy) dengan sanad yang shahih. Demikian
yang diterangkan Ad Dausariy dalam An Nahjus Sadid (68).
Dengan
demikian, hadits di atas bukan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan
tetapi perkataan seorang sahabat, yaitu Salman Al Farisi radhiyallahu ‘anhu.
Thariq
bin Syihab Al Bajalliy Al Ahmas adalah seorang sahabat. Al Baghawi berkata, “Ia
singgah di Kufah.” Abu Dawud berkata, “Ia pernah melihat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam namun tidak mendengar hadits dari Beliau.” Al Hafizh berkata,
“Jika ia pernah bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berarti ia
seorang sahabat, dan jika ia tidak mendengar hadits dari Beliau, maka
riwayatnya termasuk mursal shahabi dan hukumnya diterima berdasarkan pendapat
yang rajih.” Menurut Ibnu Hibban, ia wafat pada tahun 83 H.
Namun
hadits di atas hanya sampai kepada sahabat Salman Al Farisiy; tidak sampai
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kesimpulan:
1.
Penjelasan tentang
bahayanya syirk meskipun dalam masalah yang kecil.
2.
Syirik mengakibatkan
seseorang masuk ke neraka, sebaliknya tauhid memasukkan seseorang ke surga.
3.
Terkadang seseorang terjatuh
ke dalam perbuatan syirik tanpa disadarinya.
4.
Peringatan akan bahayanya
dosa meskipun dipandang kecil secara lahiriah.
5.
Amalan hati sangat diperhatikan
meskipun amalan lahiriahnya ringan.
6.
Menyembelih atau berkurban
adalah ibadah, dan mengalihkannya kepada selain Allah merupakan kesyirikan,
7.
Keutamaan tauhid dan
buahnya yang begitu besar.
8.
Keutamaan sabar di atas
kebenaran.
Bersambung...
Marwan
bin Musa
Maraji’:
Al
Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan
Al Fauzan), Fathul Majid (Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh), Maktabah
Syamilah versi 3.45, Al Ishabah fii Tamyizish Shahabah (Al Hafizh
Ibnu Hajar Al ‘Asqalani), dll.
0 komentar:
Posting Komentar