بسم
الله الرحمن الرحيم
Fawaid Riyadhush Shalihin (8)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits)
Riyadhush Shalihin yang banyak kami rujuk dari kitab Syarh
Riyadhush Shalihin karya Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy, kitab
Bahjatun Nazhirin karya Syaikh Salim bin Ied Al Hilaliy, dan lainnya. Hadits-hadits di dalamnya banyak merujuk kepada kitab Riyadhush
Shalihin, akan tetapi kami mengambil matannya dari kitab-kitab hadits
induk. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas
karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
عَنْ صُهَيْبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ مَلِكٌ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ وَكَانَ لَهُ سَاحِرٌ فَلَمَّا كَبِرَ قَالَ لِلْمَلِكِ إِنِّي قَدْ كَبِرْتُ فَابْعَثْ إِلَيَّ غُلَامًا أُعَلِّمْهُ السِّحْرَ فَبَعَثَ إِلَيْهِ غُلَامًا يُعَلِّمُهُ فَكَانَ فِي طَرِيقِهِ إِذَا سَلَكَ رَاهِبٌ فَقَعَدَ إِلَيْهِ وَسَمِعَ كَلَامَهُ فَأَعْجَبَهُ فَكَانَ إِذَا أَتَى السَّاحِرَ مَرَّ بِالرَّاهِبِ وَقَعَدَ إِلَيْهِ فَإِذَا أَتَى السَّاحِرَ ضَرَبَهُ فَشَكَا ذَلِكَ إِلَى الرَّاهِبِ فَقَالَ إِذَا خَشِيتَ السَّاحِرَ فَقُلْ حَبَسَنِي أَهْلِي وَإِذَا خَشِيتَ أَهْلَكَ فَقُلْ حَبَسَنِي السَّاحِرُ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ أَتَى عَلَى دَابَّةٍ عَظِيمَةٍ قَدْ حَبَسَتْ النَّاسَ فَقَالَ الْيَوْمَ أَعْلَمُ آلسَّاحِرُ أَفْضَلُ أَمْ الرَّاهِبُ أَفْضَلُ فَأَخَذَ حَجَرًا فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ أَمْرُ الرَّاهِبِ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ أَمْرِ السَّاحِرِ فَاقْتُلْ هَذِهِ الدَّابَّةَ حَتَّى يَمْضِيَ النَّاسُ فَرَمَاهَا فَقَتَلَهَا وَمَضَى النَّاسُ فَأَتَى الرَّاهِبَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ لَهُ الرَّاهِبُ أَيْ بُنَيَّ أَنْتَ الْيَوْمَ أَفْضَلُ مِنِّي قَدْ بَلَغَ مِنْ أَمْرِكَ مَا أَرَى وَإِنَّكَ سَتُبْتَلَى فَإِنْ ابْتُلِيتَ فَلَا تَدُلَّ عَلَيَّ وَكَانَ الْغُلَامُ يُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ وَيُدَاوِي النَّاسَ مِنْ سَائِرِ الْأَدْوَاءِ فَسَمِعَ جَلِيسٌ لِلْمَلِكِ كَانَ قَدْ عَمِيَ فَأَتَاهُ بِهَدَايَا كَثِيرَةٍ فَقَالَ مَا هَاهُنَا لَكَ أَجْمَعُ إِنْ أَنْتَ شَفَيْتَنِي فَقَالَ إِنِّي لَا أَشْفِي أَحَدًا إِنَّمَا يَشْفِي اللَّهُ فَإِنْ أَنْتَ آمَنْتَ بِاللَّهِ دَعَوْتُ اللَّهَ فَشَفَاكَ فَآمَنَ بِاللَّهِ فَشَفَاهُ اللَّهُ فَأَتَى الْمَلِكَ فَجَلَسَ إِلَيْهِ كَمَا كَانَ يَجْلِسُ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ مَنْ رَدَّ عَلَيْكَ بَصَرَكَ قَالَ رَبِّي قَالَ وَلَكَ رَبٌّ غَيْرِي قَالَ رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ فَأَخَذَهُ فَلَمْ يَزَلْ يُعَذِّبُهُ حَتَّى دَلَّ عَلَى الْغُلَامِ فَجِيءَ بِالْغُلَامِ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ أَيْ بُنَيَّ قَدْ بَلَغَ مِنْ سِحْرِكَ مَا تُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ وَتَفْعَلُ وَتَفْعَلُ فَقَالَ إِنِّي لَا أَشْفِي أَحَدًا إِنَّمَا يَشْفِي اللَّهُ فَأَخَذَهُ فَلَمْ يَزَلْ يُعَذِّبُهُ حَتَّى دَلَّ عَلَى الرَّاهِبِ فَجِيءَ بِالرَّاهِبِ فَقِيلَ لَهُ ارْجِعْ عَنْ دِينِكَ فَأَبَى فَدَعَا بِالْمِئْشَارِ فَوَضَعَ الْمِئْشَارَ فِي مَفْرِقِ رَأْسِهِ فَشَقَّهُ حَتَّى وَقَعَ شِقَّاهُ ثُمَّ جِيءَ بِجَلِيسِ الْمَلِكِ فَقِيلَ لَهُ ارْجِعْ عَنْ دِينِكَ فَأَبَى فَوَضَعَ الْمِئْشَارَ فِي مَفْرِقِ رَأْسِهِ فَشَقَّهُ بِهِ حَتَّى وَقَعَ شِقَّاهُ ثُمَّ جِيءَ بِالْغُلَامِ فَقِيلَ لَهُ ارْجِعْ عَنْ دِينِكَ فَأَبَى فَدَفَعَهُ إِلَى نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ اذْهَبُوا بِهِ إِلَى جَبَلِ كَذَا وَكَذَا فَاصْعَدُوا بِهِ الْجَبَلَ فَإِذَا بَلَغْتُمْ ذُرْوَتَهُ فَإِنْ رَجَعَ عَنْ دِينِهِ وَإِلَّا فَاطْرَحُوهُ فَذَهَبُوا بِهِ فَصَعِدُوا بِهِ الْجَبَلَ فَقَالَ اللَّهُمَّ اكْفِنِيهِمْ بِمَا شِئْتَ فَرَجَفَ بِهِمْ الْجَبَلُ فَسَقَطُوا وَجَاءَ يَمْشِي إِلَى الْمَلِكِ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ مَا فَعَلَ أَصْحَابُكَ قَالَ كَفَانِيهِمُ اللَّهُ فَدَفَعَهُ إِلَى نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ اذْهَبُوا بِهِ فَاحْمِلُوهُ فِي قُرْقُورٍ فَتَوَسَّطُوا بِهِ الْبَحْرَ فَإِنْ رَجَعَ عَنْ دِينِهِ وَإِلَّا فَاقْذِفُوهُ فَذَهَبُوا بِهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ اكْفِنِيهِمْ بِمَا شِئْتَ فَانْكَفَأَتْ بِهِمْ السَّفِينَةُ فَغَرِقُوا وَجَاءَ يَمْشِي إِلَى الْمَلِكِ فَقَالَ لَهُ الْمَلِكُ مَا فَعَلَ أَصْحَابُكَ قَالَ كَفَانِيهِمُ اللَّهُ فَقَالَ لِلْمَلِكِ إِنَّكَ لَسْتَ بِقَاتِلِي حَتَّى تَفْعَلَ مَا آمُرُكَ بِهِ قَالَ وَمَا هُوَ قَالَ تَجْمَعُ النَّاسَ فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ وَتَصْلُبُنِي عَلَى جِذْعٍ ثُمَّ خُذْ سَهْمًا مِنْ كِنَانَتِي ثُمَّ ضَعْ السَّهْمَ فِي كَبِدِ الْقَوْسِ ثُمَّ قُلْ بِاسْمِ اللَّهِ رَبِّ الْغُلَامِ ثُمَّ ارْمِنِي فَإِنَّكَ إِذَا فَعَلْتَ ذَلِكَ قَتَلْتَنِي فَجَمَعَ النَّاسَ فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ وَصَلَبَهُ عَلَى جِذْعٍ ثُمَّ أَخَذَ سَهْمًا مِنْ كِنَانَتِهِ ثُمَّ وَضَعَ السَّهْمَ فِي كَبْدِ الْقَوْسِ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ رَبِّ الْغُلَامِ ثُمَّ رَمَاهُ فَوَقَعَ السَّهْمُ فِي صُدْغِهِ فَوَضَعَ يَدَهُ فِي صُدْغِهِ فِي مَوْضِعِ السَّهْمِ فَمَاتَ فَقَالَ النَّاسُ آمَنَّا بِرَبِّ الْغُلَامِ آمَنَّا بِرَبِّ الْغُلَامِ آمَنَّا بِرَبِّ الْغُلَامِ فَأُتِيَ الْمَلِكُ فَقِيلَ لَهُ أَرَأَيْتَ مَا كُنْتَ تَحْذَرُ قَدْ وَاللَّهِ نَزَلَ بِكَ حَذَرُكَ قَدْ آمَنَ النَّاسُ فَأَمَرَ بِالْأُخْدُودِ فِي أَفْوَاهِ السِّكَكِ فَخُدَّتْ وَأَضْرَمَ النِّيرَانَ وَقَالَ مَنْ لَمْ يَرْجِعْ عَنْ دِينِهِ فَأَحْمُوهُ فِيهَا أَوْ قِيلَ لَهُ اقْتَحِمْ فَفَعَلُوا حَتَّى جَاءَتْ امْرَأَةٌ وَمَعَهَا صَبِيٌّ لَهَا فَتَقَاعَسَتْ أَنْ تَقَعَ فِيهَا فَقَالَ لَهَا الْغُلَامُ يَا أُمَّهْ اصْبِرِي فَإِنَّكِ عَلَى الْحَقِّ.
Dari Shuhaib,
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada seorang raja pada zaman sebelum kalian. Ia memiliki seorang
tukang sihir. Ketika tukang sihir itu sudah tua, ia berkata kepada si raja,
“Sesungguhnya usiaku telah tua. Oleh karena itu, utuslah kepadaku seorang pemuda
agar aku ajarkan sihir.” Maka diutuslah seorang pemuda yang kemudian
diajarkannya sihir. Di jalan menuju tukang sihir itu terdapat seorang rahib
(ulama). Pemuda itu mendatangi si rahib (ulama) dan mendengarkan kata-katanya.
Si pemuda begitu kagum dengan kata-kata rahib. Oleh karena itu, ketika ia pergi
menuju tukang sihir, ia mampir dulu kepada si rahib sehingga (karena terlambat
datang) tukang sihir itu memukulinya. Maka pemuda itu mengeluh kepada si rahib,
lalu rahib itu menasihatinya dan berkata, “Jika kamu takut kepada pesihir,
katakanlah, “Keluargaku menahanku.” Dan jika kamu takut kepada
keluargamu, maka katakanlah, “Tukang sihir menahanku.” Ketika keadaan
seperti itu, ia bertemu dengan binatang besar yang menghalangi jalan manusia
(sehingga mereka tidak bisa lewat). Maka si pemuda berkata, “Pada hari ini aku
akan mengetahui, apakah si pesihir lebih utama ataukah si rahib (ulama).”
Setelah itu, ia mengambil batu sambil berkata, “Ya Allah, jika perintah rahib
(ulama) lebih Engkau cintai daripada perintah pesihir maka
bunuhlah binatang ini, sehingga manusia bisa lewat.” Lalu ia melemparnya,
binatang itu pun terbunuh dan orang-orang bisa lewat. Lalu ia mendatangi si
rahib dan memberitahukan hal itu kepadanya. Rahib (ulama) berkata, “Wahai
anakku, pada hari ini engkau telah menjadi lebih utama dari diriku. Urusanmu
telah sampai pada tingkatan yang aku saksikan. Kelak, engkau akan diuji. Jika
engkau diuji maka jangan tunjukkan diriku.” Selanjutnya, pemuda itu bisa
menyembuhkan orang yang buta, sopak, dan segala jenis penyakit. Alkisah, ada
pejabat raja yang buta yang mendengar tentang si pemuda. Maka ia membawa hadiah
yang banyak kepadanya sambil berkata, '”Apa yang ada di sini, aku kumpulkan
untukmu jika engkau dapat menyembuhkan aku.” Pemuda itu menjawab, “Aku tidak
bisa menyembuhkan seseorang. Yang menyembuhkan adalah Allah. Jika engkau
beriman kepada Allah, maka saya akan berdoa kepada Allah, agar Dia
menyembuhkanmu.” Lalu ia beriman kepada Allah, dan Allah menyembuhkannya.
Kemudian ia datang kepada raja dan duduk di sisinya seperti biasanya. Si raja
berkata, ”Siapa yang menyembuhkan penglihatanmu?” Ia menjawab, “Tuhanku.” Raja
berkata, “Apakah kamu memiliki Tuhan selain diriku?” Ia menjawab, “Ya, Tuhanku
dan Tuhanmu adalah Allah.” Maka Raja menangkapnya dan
terus-menerus menyiksanya sampai ia menunjukkan kepada si pemuda. Pemuda
itu pun didatangkan. Si raja berkata, “Wahai anakku, sihirmu telah sampai pada
tingkat; dimana kamu bisa menyembuhkan orang buta, sopak dan kamu bisa berbuat
ini dan itu.” Si pemuda menjawab, “Aku tidak mampu menyembuhkan seorang pun.
Yang menyembuhkan hanyalah Allah.” Lalu ia pun ditangkap dan terus disiksa
sehingga ia menunjukkan kepada rahib (ulama). Maka rahib (ulama) itu pun
didatangkan. Si raja berkata, “Kembalilah kepada agamamu semula!” Ia menolak.
Lalu di tengah-tengah kepalanya diletakkan geregaji dan ia dibelah menjadi dua.
Kepada pejabat raja yang (dulunya) buta juga dikatakan, “Kembalilah kepada
agamamu semula!” Ia menolak. Lalu di tengah-tengah kepalanya diletakkan
geregaji dan ia dibelah menjadi dua. Kepada si pemuda juga dikatakan,
“Kembalilah kepada agamamu semula!” Ia menolak. Lalu ia diserahkan kepada
beberapa orang untuk dibawa ke gunung ini dan itu. (Sebelumnya) si raja
berkata, “Ketika kalian telah sampai pada puncak gunung maka jika ia kembali
kepada agamanya (biarkanlah dia). Jika tidak, maka lemparkanlah dia!” Mereka
pun berangkat. Ketika sampai di puncak gunung, si pemuda berdoa, 'Ya Allah,
jagalah diriku dari mereka, sesuai dengan kehendak-Mu.” Tiba-tiba gunung
itu mengguncang mereka, sehingga semuanya terjatuh. Lalu si pemuda datang
sampai bertemu raja kembali. Raja berkata, “Apa yang terjadi dengan orang-orang
yang bersamamu?” Ia menjawab, “Allah menjagaku dari mereka.” Lalu ia diserahkan
kepada beberapa orang dalam sebuah perahu. Raja berkata, “Bawalah dia dan
angkut ke dalam sebuah kapal. Jika kalian berada di tengah lautan (maka
lepaskanlah ia) jika ia mau kembali kepada agamanya semula. Jika tidak,
lemparkanlah dia ke laut.” Si pemuda berdoa, 'Ya Allah, jagalah aku dari
mereka, sesuai dengan kehendak-Mu.” Akhirnya perahu terbalik dan mereka
semua tenggelam (kecuali si pemuda). Si pemuda datang lagi kepada raja. Si raja
berkata, “Apa yang terjadi dengan orang-orang yang bersamamu?” Ia menjawab,
“Allah menjagaku dari mereka.” Lalu si pemuda berkata, “Wahai raja, kamu tidak
akan bisa membunuhku sehingga kamu melakukan apa yang kuperintahkan.“ Raja
bertanya, “Apa perintah itu?” Si pemuda menjawab, “Kamu kumpulkan orang-orang
di satu lapangan yang luas, lalu kamu salib aku di batang pohon. Setelah itu,
ambillah anak panah dari wadah panahku, dan letakkanlah panah itu di tengah
busurnya kemudian ucapkanlah, 'Bismillahi rabbil ghulam (artinya: Dengan
nama Allah; Tuhan si pemuda).” Maka raja memanahnya dan anak panah itu tepat
mengenai pelipisnya. Pemuda itu meletakkan tangannya di bagian yang terkena
panah lalu ia meninggal dunia. Maka orang-orang berkata, “Kami beriman
kepada Tuhan si pemuda. Kami beriman kepada Tuhan si pemuda. Lalu raja
didatangi dan diberitahukan, 'Tahukah engkau, sesuatu yang selama ini engkau
takutkan?” Demi Allah, sekarang telah tiba, semua orang telah beriman.” Lalu ia
memerintahkan membuat parit-parit di beberapa pintu jalan, kemudian dinyalakan
api di dalamnya. Raja pun menetapkan, “Siapa yang kembali kepada agamanya
semula, maka biarkanlah dia. Jika tidak, maka bakarlah dia di dalamnya,” atau raja
berkata, “Masukkanlah.” Maka orang-orang pun melakukannya (masuk ke dalam parit
dan menolak murtad). Hingga tibalah giliran seorang ibu bersama anaknya.
Sepertinya, ibu itu enggan untuk terjun ke dalam api. Lalu anaknya berkata,
“Bersabarlah wahai ibuku, sesungguhnya engkau berada di atas kebenaran.” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Pertolongan
Allah Azza wa Jalla bagi mereka yang bertawakkal kepada-Nya.
2. Adanya
karamah untuk para wali Allah[i].
3. Keutamaan
sabar dan tetap di atas agama Allah.
4. Orang yang
buta hatinya tidak dapat melihat kebenaran.
5. Para pembuat
kerusakan juga mencari penggantinya dan berusaha keras menjaga keadaan itu.
6. Anjuran
belajar di usia muda, bahkan perumpamaannya seperti mengukir di atas batu.
7. Hati manusia
di Tangan Allah, Dia memberikan hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki dan
menyesatkan siapa yang Dia kehendaki. Pemuda itu mendapatkan hidayah padahal
berada di bawah didikan pesihir dan perhatian raja.
8. Bolehnya
tauriyah (memberikan kesan berbeda) di hadapan musuh karena ada maslahatnya dan
untuk menyelamatkan jiwa dari kebinasaan.
9. Orang mukmin akan
diuji terhadap keimanannya dan istiqamah di atas kebenaran meskipun sampai
membuat nyawanya melayang.
10. Pengorbanan
di jalan Allah dan menampakkan kebenaran.
11. Orang-orang
beriman menggunakan fasilitas yang Allah berikan untuk berkhidmat kepada
agama-Nya.
12. Allah Ta’ala
akan menampakkan kebenaran dan membela para pengikutnya serta mengalahkan
kebatilan dan merendahkan para pengikutnya.
13. Boleh bagi
seseorang mengorbankan dirinya jika terdapat maslahat agama secara umum[ii].
14. Pertarungan
antara para da’i dan para thaghut adalah, bahwa para da’i mengajak manusia
beribadah kepada Allah, sedangkan para thaghut mengajak manusia mempertuhankan
dirinya.
15. Sebab
kebinasaan di Tangan Allah. Jika Dia menghendaki, maka Dia bisa memberlakukan
hal itu, dan jika Dia menghendaki, maka Dia bisa mencegahnya.
15. Tetap
berdakwah kepada Allah meskipun mengakibatkan wafat di jalan Allah.
16. Seorang
pendidik perlu menggunakan metode cerita dalam mengajar.
17. Orang-orang
kafir tidak bermanfaat hujjah dan bukti-bukti bagi mereka, karena sebab
kafirnya mereka adalah keras kepala dan sombong.
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji': Syarh Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy),
Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin Shalih Al Utsaimin), Bahjatun Nazhirin (Salim bin ’Ied Al
Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll.
[i] Perlu diketahui bahwa tidak diberikan-Nya
karamah kepada seorang hamba bukanlah berarti kurang imannya, karena Karaamah
yang Allah Ta’ala berikan kepada hamba-Nya karena beberapa sebab, antara lain:
1) Untuk menguatkan dan mengokohkan imannya, 2) Untuk menegakkan hujjah
terhadap musuhnya.
Demikian juga
karaamah itu terjadi tidak sesuai keinginan seseorang tetapi terjadi apabila
dikehendaki Allah Ta’ala.
[ii] Ada
masalah penting juga yang menurut kami perlu dibahas, yaitu tentang “Bom Bunuh
Diri” untuk melumpuhkan orang-orang kafir, apakah hal itu dibolehkan atau
tidak?
Jawab: Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
rahimahullah berkata saat mensyarahkan (menerangkan) hadits tentang kisah
As-habul Ukhdud di Riyaadhush Shaalihin:
“Adapun yang dilakukan sebagian orang yakni dengan
melakukan bunuh diri, ia membawa bom dan maju ke hadapan orang-orang kafir lalu
meledakkannya di tengah-tengah mereka, maka hal ini termasuk bunuh diri wal
‘iyadz billah…dst.”
Beliau juga berkata,
“Hal itu, karena ia sama saja telah membunuh dirinya
dan bukan untuk maslahat Islam. Jika ia membunuh dirinya dan berhasil membunuh
sepuluh, seratus atau dua ratus musuh, maka Islam sama sekali tidak mendapatkan
manfaat dari hal itu, orang-orang pun tidak masuk Islam; berbeda dengan kisah
pemuda (dalam kisah as-habul ukhdud), karena sikapnya membuat manusia masuk
Islam. Semua yang berada di tanah lapang itu masuk Islam. Adapun jika yang mati
dari kalangan musuh hanya sepuluh, dua puluh, seratus atau dua ratus, maka hal
itu tidak membuat orang lain masuk Islam. Yang demikian, karena rakyat
Palestina jika salah seorang di antara mereka meninggal dunia karena bom
tersebut dan berhasil membunuh enam atau tujuh orang, akibatnya musuh membunuh
enampuluhan orang atau lebih, sehingga hal itu tidak bermanfaat bagi kaum
muslimin dan tidak memberikan manfaat bagi orang-orang yang meledakkan bom ke
tengah-tengah musuh.
Oleh karena itu, kami memandang bahwa yang dilakukan
sebagian orang yakni dengan melakukan aksi bunuh diri, bahwa hal itu merupakan
bunuh diri dengan tanpa alasan yang benar, dan bahwa hal itu dapat menjadikan
seseorang masuk neraka –wal ‘iyaadz billah-, orang yang melakukannya bukan
syahid. Akan tetapi, jika seseorang melakukannya karena menta’wil bahwa hal itu
boleh, maka kita berharap ia terlepas dari dosa, namun jika dicatat sebagai
syahid maka hal itu tidak, karena ia tidak menempuh jalan syahid, tetapi
selamat dari dosa karena salah ta’wil, dan barang siapa yang berijtihad, namun
ijtihadnya salah maka ia mendapatkan satu pahala.” (1/223)
0 komentar:
Posting Komentar