بسم
الله الرحمن الرحيم
Pendidikan Islam dan Kompetensi
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini
pembahasan tentang ruang lingkup pendidikan Islam, kompetensi yang perlu
dimiliki peserta didik, dan sifat pendidik. Semoga Allah menjadikan penulisan
risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma amin.
Ruang
Lingkup Pendidikan Islam secara ijmal (Garis Besar)
Secara garis
besar, ruang lingkup pendidikan Islam tercantum dalam hadits Jibril 'alaihis
salam yang datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang Islam,
Iman, dan Ihsan berikut:
Umar radhiallahu anhu berkata, "Suatu hari ketika
kami duduk-duduk di dekat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tiba-tiba
datang seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut
sangat hitam, tidak tampak padanya bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorang
pun di antara kami yang mengenalnya. Kemudian dia duduk di hadapan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menempelkan kedua lututnya kepada lutut
Beliau, sambil berkata, “Wahai Muhammad, beritahukanlah kepadaku tentang
Islam?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Islam adalah kamu
bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa
Muhammad adalah utusan Allah, kamu mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa
Ramadhan dan pergi haji jika kamu mampu,“ kemudian dia berkata, “Engkau benar.“
Kami semua heran, dia yang bertanya dia
pula yang membenarkan. Kemudian dia
bertanya lagi, “Beritahukanlah kepadaku tentang Iman?“ Beliau bersabda, “Kamu
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya
dan hari akhir, dan kamu beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk.” Dia
berkata, “Engkau benar.” Kemudian dia
berkata lagi, “Beritahukanlah kepadaku tentang ihsan.” Beliau menjawab, “Ihsan
adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu
tidak merasa begitu, (ketahuilah) bahwa Dia melihatmu.” Kemudian dia berkata,
“Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan terjadinya).” Beliau menjawab,
“Yang ditanya tidaklah lebih mengetahui dari yang bertanya.” Dia berkata, “Beritahukan kepadaku tentang
tanda-tandanya?“ Beliau menjawab, “Jika
seorang budak melahirkan tuannya[i] dan jika kamu melihat
orang yang sebelumnya tidak beralas kaki dan tidak berpakaian, miskin dan penggembala
domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunan.” Orang itu pun pergi dan
aku berdiam lama, kemudian Beliau bertanya, “Tahukah kamu siapa yang bertanya
tadi?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Dia
adalah Jibril yang datang kepada kamu dengan maksud mengajarkan agama
kamu.” (HR. Muslim)
Perhatikanlah
akhir hadits di atas, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebut
pertanyaan yang diajukan oleh Malaikat Jibril 'alaihis salam sebagai pengajaran
terhadap agama, karena memang secara garis besar pendidikan Islam berbicara
tentang ketiga tingkatan agama ini; Islam, iman, dan ihsan.
Ruang lingkup pendidikan
Islam secara garis besar juga disebutkan dalam Al Qur'an tentang nasihat Luqman
kepada anaknya, yaitu:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, "Wahai anakku! Janganlah
kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman
yang besar" ---Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat baik
kepada kedua orang tuanya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.---Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan
Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka
janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan.---"Wahai anakku, sesungguhnya jika ada seberat
biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit maupun
di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya. Sesungguhnya
Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui.---Wahai anakku! Dirikanlah shalat
dan suruhlah mengerjakan yang baik
dan cegahlah dari perbuatan yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal
yang diwajibkan .--- Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia
(karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.--- Dan sederhanalah kamu dalam
berjalan (sedang saja) dan lunakkanlah (pelankanlah) suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (QS. Luqman: 12-19).
Dalam beberapa ayat di atas terkandung pendidikan aqidah,
ibadah, mu'amalah, dan akhlak dan adab.
Kompetensi
Diniyah Yang Perlu Dimiliki Peserta Didik
Jika kita sebagai tenaga pendidik di sekolah, dari ayat
dan hadits di atas kita dapat membuat SKL (standar kelulusan) yang harus
dimiliki peserta didik baik dari aspek pengetahuan maupun aspek sikap, misalnya
memiliki akidah yang shahihah, beribadah sesuai Sunnah, memiliki
kepribadian dan akhlak yang mulia. Sedangkan SKL dari sisi pengetahuan
misalnya, memiliki hapalan Al Qur'an sekian juz, hapalan hadits sekian hadits,
dsb. Ini sekedar contoh untuk SKL Diniyah (pendidikan Agama).
Sifat Pendidik
Pendidik terbaik di dunia ini adalah Nabi kita Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau mendidik para sahabat lahir dan batin,
sehingga mereka menjadi manusia terbaik. Hal ini seperti yang dinyatakan Alllah
Azza wa Jalla dalam Al Qur'an,
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ
"Kalian
adalah sebaik-baik umat" (Ali Imran: 110)
Imam Muslim meriwayatkan
dengan sanadnya yang sampai kepada Mu'awiyah bin Hakam As Sulamiy, ia berkata,
"Ketika saya sedang
shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tiba-tiba ada seorang
yang bersin, lalu aku berkata (dalam shalat), "Yarhamukallah (Semoga
Allah merahmatimu)," lalu orang-orang memperhatikanku, sehingga aku
berkata, "Aduh kasihan sekali ibuku, mengapa kalian memperhatikanku!"
Lalu para sahabat menepukkan tangannya ke paha mereka. Ketika aku merasakan
bahwa mereka memintaku diam, maka aku pun diam. Saat Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam selesai shalat, -maka biarlah ayah dan ibuku sebagai
tebusannya-, aku belum pernah melihat seorang pendidik baik sebelum maupun
setelahnya yang lebih baik daripada Beliau. Demi Allah, Beliau tidak
membentakku, memukulku, dan tidak mencelaku. Beliau hanya berkata,
«إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ
النَّاسِ، إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ»
"Sesungguhnya shalat ini tidak baik jika ada kata-kata
manusia. Shalat itu isinya tasbih, takbir, dan membaca Al Qur'an."
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam pernah bersabda,
إِنَّ اللهَ لَمْ يَبْعَثْنِي
مُعَنِّتًا، وَلَا مُتَعَنِّتًا، وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا
"Sesungguhnya Allah tidak
mengutusku untuk memberatkan dan tidak sebagai orang yang memberatkan diri,
akan tetapi Dia mengutusku sebagai pendidik dan pemberi kemudahan." (HR. Muslim)
Seperti inilah sifat yang
perlu dimiliki pendidik. Allah Subhaanahu wa Ta'ala juga menyebutkan sifat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dalam Al Qur'an,
لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ
أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ
رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
"Sungguh telah datang kepadamu seorang
Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (kebaikan) bagimu, sangat belas kasih lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin." (QS. At Taubah: 128)
Berdasarkan beberapa ayat
dan hadits di atas, kita dapat menyimpulkan beberapa sifat yang perlu dimiliki
pendidik, yaitu:
1. Hirsh dan rahmah (perhatian dan sayang
kepada peserta didik),
2. Lembut dalam memberikan pengarahan,
Anas berkata, "Demi Allah, aku telah melayani Beliau selama
sembilan tahun. Aku belum pernah melihat Beliau mengatakan terhadap perbuatan
yang aku lakukan, "Mengapa kamu melakukan perbuatan ini dan itu?"
Atau mengatakan terhadap perbuatan yang tidak aku lakukan, "Mengapa
kamu tidak melakukan perbuatan ini dan itu?" (HR. Muslim, dalam sebuah riwayat Ahmad disebutkan, "Beliau tidak pernah
mengatakan kepadaku kata-kata "ah").
3. Tawadhu'
Abu Rifa'ah pernah berkata, "Saya pernah datang kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam di saat Beliau sedang berkhutbah, lalu saya
berkata, "Wahai Rasulullah, ada orang asing yang datang untuk bertanya
tentang agamanya; ia tidak mengetahui apa agamanya?" Maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam datang menghampiriku dan meninggalkan khutbahnya.
Ketika telah sampai di dekatku, Beliau siapkan kursi yang sepertinya kaki-kaki
kursi tersebut terbuat dari besi, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
duduk di atasnya dan mengajarkan kepadaku ilmu yang diajarkan Allah kepadanya.
Setelah itu, Beliau mendatangi khutbahnya dan melanjutkan kembali." (HR.
Muslim)
4. Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam telah lebih dulu menggunakan wasilah (sarana) yang sekarang
baru didengung-dengungkan oleh para ahli di pendidikan.
Dalam pengajaran yang Beliau
lakukan, Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam terkadang membuatkan perumpamaan. Misalnya Beliau mengumpamakan orang mukmin dengan segala
kebaikannya dengan pohon kurma, dan pengumpamaan kawan yang buruk dengan tukang
besi yang meniup kir (alat peniup api).
Terkadang Beliau mengajukan pertanyaan, Misalnya sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Tahukah kalian siapakah
orang bangkrut?", sabda Beliau, "Tahukah kalian apa itu ghibah?",
dsb.
Bahkan terkadang Beliau menyebutkan sesuatu secara tiba-tiba tiba-tiba
tanpa diawali pengantar dahulu dengan maksud agar seseorang penasaran sehingga
mau menyimaknya. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda,
"Rugilah seseorang, rugilah seseorang dan rugilah seseorang." Lalu
ada yang bertanya, "Siapakah wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Yaitu
orang yang mendapatkan kedua orang tuanya sudah tua atau salah satunya, namun
tidak memasukkannya ke surga." (HR. Muslim).
5. Sedikit
kata-kata, pelan-pelan, dan diadakan pengulangan agar benar-benar menancap di
hati pendengar.
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, "Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam jika menyampaikan
hadits, jika seandainya ada yang mau menghitung kata-katanya tentu bisa
menghitung." (Diriwayatkan oleh Abu Dawud)
Anas radhiyallahu 'anhu berkata, "Beliau apabila mengucapkan
salam, mengucapkannya sebanyak tiga kali dan jika mengucapkan kata-kata,
mengulanginya tiga kali." (HR. Bukhari, dalam sebuah riwayat Bukhari ada
tambahan, "Sampai dapat dipahami.")
Wallahu a'lam wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammad wa
'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Makbatah Syamilah, Hadits Al Arba'in (Imam Nawawi), An
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mu'alliman (Dr. Munqidz
As Saqqar), dll.
[i] Sabda
Beliau, “Jika seorang budak melahirkan tuannya” ada beberapa tafsiran, yaitu: (1) akan banyaknya
budak-budak wanita yang melahirkan anak, seakan-akan budak-budak wanita itu
adalah budak milik si anak, karena budak-budak itu milik bapak si anak. Di sini
terdapat isyarat akan banyaknya penaklukkan negeri. (2) budak-budak wanita
melahirkan anak yang akan menjadi raja-raja, hingga akhirnya si budak wanita
selaku ibu menjadi rakyatnya, (3) menunjukkan sudah rusaknya zaman, di mana
ummahaatul aulaad (budak-budak yang melahirkan anak) banyak yang dijual, lalu
ada seorang anak yang membeli ibunya sedangkan ia tidak tahu kalau itu ibunya,
(4) banyaknya pembangkangan/durhaka anak terhadap
kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya
sebagaimana seorang tuan memperlakukan budaknya. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar