بسم
الله الرحمن الرحيم
Akhlak Bersosial Yang Islami
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Bertakwalah
kepada Allah di mana saja kamu berada, iringilah perbuatan buruk dengan
perbuatan baik, niscaya perbuatan baik akan menghapusnya dan bergaullah dengan
manusia memakai akhlak yang baik.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Tirmidzi, Hakim, dan
Baihaqi dalam Asy Syu'ab dari Abu Dzar. Diriwayatkan pula oleh Ahmad,
Tirmidzi, dan Baihaqi dalam Asy Syu'ab dari Mu'adz, dan diriwayatkan
oleh Ibnu Asakir dari Anas. Hadits ini dinyatakan hasan oleh Al Albani dalam Shahihul
Jami' no. 97)
Hadits ini menerangkan kepada kita, bahwa,
Hadits
di atas juga menunjukkan jawami'ul kalim (kata singkat namun mengandung makna
yang dalam) dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan terdapat
bukti bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah shallallahu 'alahi
wa sallam. Demikian pula menunjukkan bahwa Islam datang memperbaiki hubungan
kepada semua pihak; tidak hanya kepada manusia, tetapi kepada Allah dan kepada
diri sendiri.
Takwa
Takwa
adalah cara memperbaiki hubungan kita dengan Allah Azza wa Jalla.
Takwa artinya
memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya; dan
menjauhi segala larangan-Nya.
Umar bin Khaththab
radhiyallahu 'anhu pernah bertanya kepada Ubay bin Ka’ab tentang takwa, maka
Ubay menjawab, “Tidak pernahkah engkau menempuh sebuah jalan yang berduri?”
Umar menjawab, “Pernah.” Ubay bertanya, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Umar
menjawab, “Aku menyingsingkan lengan bajuku (berhati-hati) dan aku
bersungguh-sungguh.” Ubay berkata, “Itulah takwa.”
Takwa
merupakan wasiat Allah kepada generasi terdahulu, generasi sekarang, dan seterusnya.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن
قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُواْ اللّهَ وَإِن تَكْفُرُواْ فَإِنَّ لِلّهِ
مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَكَانَ اللّهُ غَنِيًّا حَمِيدًا
"Dan sungguh, Kami telah memerintahkan
kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu;
bertakwalah kepada Allah. Jika kamu kafir maka (ketahuilah), sesungguhnya apa
yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah MahaKaya
dan Mahaterpuji." (QS. An Nisaa': 131)
Allah
Subhaanahu wa Ta'ala mewasiatkan kepada kita untuk bertakwa kepada-Nya, karena
dengan takwa seseorang akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Di
dunia memperoleh kehidupan yang baik, dan di akhirat masuk ke dalam surga-Nya.
Allah
Subhaanahu wa Ta'ala juga menjanjikan pintu keberkahan dari langit dan bumi
bagi penduduk suatu negeri yang beriman dan bertakwa, lihat QS. Al A'raaf ayat
96.
Dan
ketahuilah,
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ
اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Sesungguhnya orang yang paling mulia
di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara
kamu." (QS. Al Hujurat: 13)
Oleh
karena itu, laksanakanlah perintah Allah dan jauhilah larangan-Nya.
Memperbaiki
Diri Sendiri
Dalam
hadits di atas juga terdapat cara memperbaiki keadaan diri kita yang terkotori
oleh dosa dan maksiat, yaitu dengan mengiringi perbuatan buruk dengan perbuatan
baik di samping dengan istighfar dan tobat. Allah Subhaanahu wa Ta'ala
berfirman,
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ
ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
"Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang
baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan
bagi orang-orang yang ingat." (QS. Huud: 114)
Imam Bukhari dan Muslim
meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
أَنَّ رَجُلًا أَصَابَ مِنَ
امْرَأَةٍ قُبْلَةً، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَخْبَرَهُ
فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {أَقِمِ الصَّلاَةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا
مِنَ اللَّيْلِ، إِنَّ الحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ} [هود: 114] فَقَالَ الرَّجُلُ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلِي هَذَا؟ قَالَ: «لِجَمِيعِ أُمَّتِي كُلِّهِمْ»
Bahwa
ada seorang laki-laki yang mencium seorang wanita, lalu laki-laki itu datang
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan menceritakan hal itu, maka
turunlah kepada Beliau ayat, “Dan dirikanlah shalat pada kedua ujung
siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan
baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang
selalu mengingat (Allah).”
(QS. Huud: 114) Laki-laki itu berkata, “Apakah ayat ini untukku?” Beliau
bersabda, “Untuk orang yang melakukan demikian di kalangan umatku.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Muslim
dan para pemilik kitab sunan dari Ibnu Mas’ud disebutkan, “Ada seorang
laki-laki yang datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya mendapatkan seorang wanita di kebun, lalu
aku berbuat segala sesuatu dengannya, hanyasaja aku tidak menjimanya; aku
mencium dan memeluknya. Oleh karena itu, lakukanlah terhadapku apa yang engkau
kehendaki…dst.”
Hadits
di atas (di awal pembahasan) juga menunjukkan perhatian Islam terhadap
perbaikan diri sendiri. Hadits tersebut seperti firman Allah Ta'ala,
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ
أَنفُسَكُمْ
"Mengapa kamu suruh orang lain
(mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan dirimu sendiri?" (QS.
Al Baqarah: 44)
Akhlak
yang baik
Akhlak
yang baik atau mulia adalah cara untuk memperbaiki hubungan kita dengan orang
lain.
Akhlak
yang mulia ini memiliki banyak keuatamaan, di antaranya seperti yang disabdakan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
مَا مِنْ شَيْءٍ فِي اَلْمِيزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ اَلْخُلُقِ
"Tidak ada sesuatu yang paling berat
dalam timbangan daripada akhlak yang mulia." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi.
Tirmidzi juga menshahihkannya)
إِنَّ أَكْمَلَ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَ إِنَّ
حُسْنَ الْخُلُقِ لَيَبْلُغُ دَرَجَةَ الصَّوْمِ وَ الصَّلاَةِ
"Sesungguhnya orang mukmin yang paling
sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya, dan sesungguhnya akhlak yang
mulia dapat mencapai derajat orang yang (rajin) berpuasa dan shalat." (HR.
Al Bazzar dari Anas, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami'
no. 1578)
إِنَّ أَحَبَّكُمْ إِلَيَّ وَ أَقْرَبَكُمْ مِنِّي فِي الْآخِرَةِ مَجَالِسَ
أَحَاسِنُكُمْ أَخْلاَقًا
"Sesungguhnya orang yang paling aku
cintai dan paling dekat majlisnya denganku di akhirat adalah yang paling baik
akhlaknya." (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Thabrani, dan Baihaqi dalam Asy
Syu'ab, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami' no.
1535)
Rasulullah
shallahu 'alaihi wa sallam juga pernah ditanya tentang sesuatu yang paling
banyak memasukkan manusia ke surga, maka Beliau bersabda, "Bertakwa kepada
Allah dan akhlak yang mulia." (HR. Tirmidzi, dan ia menshahihkannya).
Al
Hasan berkata, "Akhlak yang mulia itu wajah berseri, memberikan santunan,
dan menahan gangguan."
Ibnul
Mubarak berkata, "Akhlak yang mulia itu terletak ada tiga perkara;
menjauhi larangan, mencari yang halal, dan memberikan kelonggaran kepada orang
yang ditanggungnya."
Sebagian
ulama mengatakan, bahwa ciri
orang yang berakhlak mulia adalah sangat pemalu, sedikit sekali sikap kurang
baiknya, banyak kebaikannya, jujur lisannya, sedikit bicara, banyak berbuat,
sedikit sekali tergelincir, tidak terlalu banyak (berlebihan) dalam sesuatu
(selain ibadah), berbakti kepada orang tua dan menyambung tali silaturrahim,
sopan, sabar, memiliki rasa syukur yang tinggi, tidak lekas marah, memenuhi
janji, menjaga dirinya dari yang haram, tidak suka melaknat, memaki, tidak
mengadu domba serta ghibah (menggunjing orang), tidak tergesa-gesa, tidak
dendam, tidak bakhil dan dengki, menampakkan wajah yang senang dan berseri-seri,
cinta karena Allah dan benci pun karena-Nya, ridha karena Allah serta marah pun
karena-Nya.
Kisah
Keteladanan akhlak kaum salaf (generasi pertama Islam)
Ketika
kaum musyrik menyakiti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada perang
Uhud, dimana gigi Beliau pecah dan mengalir darah dari wajahnya, bahkan paman
Beliau dibunuh dan dicincang, lalu salah seorang sahabat meminta Beliau
mendoakan keburukan kepada kaum musyrik, namun Beliau berdoa, "Ya
Allah, ampunilah kaumku, karena mereka tidak mengetahui."
Imam Bukhari
meriwayatkan dari Sahl radhiyallahu 'anhu, bahwa ada seorang wanita yang datang
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membawa burdah yang pinggir-pinggirnya
ditenun. Wanita itu berkata kepada Beliau, “Aku tenun burdah itu dengan
tanganku sendiri agar aku dapat memakaikan burdah itu kepadamu,” Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam pun mengambilnya, Beliau memang butuh, kemudian
Beliau keluar menemui kami dan dijadikannya burdah tersebut sebagai kainnya, lalu
disebut bagus oleh seseorang, ia berkata, “Pakaikanlah aku kain itu, sungguh
bagus sekali,” maka orang-orang berkata kepadanya, “Kamu ini bersikap tidak
baik, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memakainya karena butuh, mengapa kamu
memintanya, padahal kamu tahu bahwa Beliau tidak akan menolak orang yang
meminta,” ia pun berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku tidaklah memintanya
untuk dipakai, namun aku memintanya agar menjadi kafan saya nanti.” Sahl pun
berkata, “Maka kain itu pun menjadi kafannya.”
Imam
Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa ada seorang tamu yang singgah di hadapan
di rumah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, namun Beliau tidak menemukan
makanan di rumahnya, lalu ada seorang Anshar yang menemui Beliau dan membawa
tamu itu rumahnya. Orang Anshar ini kemudian menyiapkan makanan di hadapannya
dan menyuruh istrinya mematikan lampu, lalu orang Anshar itu menjulurkan
tangannya seakan-akan ia makan padahal tidak agar tamunya itu dapat makan. Pada
pagi harinya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sungguh,
Allah kagum dengan tindakan kalian semalam." Berkenaan dengan sikapnya
itu turunlah surat Al Hasyr ayat 9.
Disebutkan,
bahwa dahulu
ada seorang majikan yang dibuat marah oleh budaknya, majikannya pun marah dan hendak
menghukumnya, maka budaknya membacakan ayat, “Wal kaazhimiinal ghaizh”
(Dan orang-orang yang menahan marahnya) (QS. Ali Imran: 134) Maka majikannya
berkata, “Ya, saya tahan marah saya.” Budaknya membacakan lagi ayat, “Wal
‘aafiina ‘anin naas” (Serta memaafkan orang lain), maka majikannya berkata,
“Ya, kamu saya maafkan.” Budaknya lalu membacakan lagi, “Wallahu yuhibbul
muhsininiin” (Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan), maka
majikannya berkata, “Sudah pergi sana, kamu merdeka karena Allah Ta’ala.”
Disebutkan,
bahwa Abdullah bin ‘Amir pernah membeli rumah Khalid bin Uqbah bin Abi Mu’aith
yang berada di pasar Makkah seharga 70.000 dirham. Di malam harinya, Abdullah
mendengar tangis keluarga Khalid, ia pun menanyakan sebabnya, lalu
diberitahukan bahwa mereka menangis karena rumah mereka (yang dijual), Abdullah
pun berkata kepada pembantunya, “Pergilah menemui mereka, dan beritahukan bahwa
rumah dan dirham semuanya untuk mereka.”
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi
wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Maktabah
Syamilah versi 3.45, Hidayatul Insan bitafsiril Qur'an (penulis), Mausu'ah
Haditsiyyah Mushaghgharah (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur'ani was
Sunnah), Untaian Mutiara Hadits (Penulis), Mengenal Lebih Dekat Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (Penulis), Minhajul Muslim
(Abu Bakar Al jaza'iri), dll.
0 komentar:
Posting Komentar