بسم الله الرحمن
الرحيم
Koreksi
Hadits-Hadits Tentang Keutamaan Surat Yasin
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Telah menyebar
hadits-hadits yang menyebutkan tentang keutamaan surat Yasin. Akan tetapi,
sangat disayangkan kebanyakan kita tidak mengetahui keadaan hadits tersebut; apakah
shahih, dha'if, atau maudhu' (palsu)? Nah, pada kesempatan kali ini, penulis
mencoba untuk membahasnya dengan merujuk takhrij Ahli Hadits tentang
hadits-hadits tersebut. Semoga Allah menjadikannya ikhlas karena-Nya dan
bermanfaat, Allahumma aamiin.
Hadits Pertama,
مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ كُلَّ جُمُعَةٍ،
فَقَرَأَ عِنْدَهُمَا أَوْ عِنْدَهُ {يس} غُفِرَ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ
"Barang siapa yang
menziarahi kubur kedua orang tuanya setiap hari Jum'at, lalu ia membaca di
dekat keduanya atau salah satunya surat Yasin, maka akan diampuni dosanya
sebanyak setiap ayatnya atau hurufnya."
Hadits
di atas menurut Syaikh Al Albani dalam Adh Dha'ifah no. 50 adalah maudhu'
(palsu). Ia (Al Albani) berkata, "Diriwayatkan oleh Ibnu 'Addiy (1/286),
Abu Nu'aim dalam Akhbar Ashbahan (2/344-345), Abdul Ghani dalam As
Sunan (2/91) dari jalan Abu Mas'ud Yazid bin Khalid, telah menceritakan
kepada kami 'Amr bin Ziyad, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Salim Ath
Thaa'ifiy dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah dari Abu Bakar Ash
Shiddiq secara marfu'. Sebagian Ahli Hadits mencatat –menurut Al Albani adalah
Ibnul Muhib atau Adz Dzahabiy- pada hamisy (catatan pinggir) naskah Sunan Al
Maqdisi, "Hadits ini tidak sah."
Ibnu
'Addiy berkata, "Batil. Tidak ada asal untuk isnad ini."
Ia
menyebutkan dalam biografi 'Amr bin Ziyad ini, yaitu Abul Hasan Ats Tsaubani di
samping hadits-haditsnya yang lain. Ia (Ibnu 'Addiy) berkata tentang salah satu
haditsnya, "Maudhu' (palsu)." Lalu ia berkata, "Amr bin Ziyad
memiliki hadits yang lain selain ini, di antaranya ada yang berupa hasil curian
yang ia curi dari orang-orang tsiqah, dan di antaranya pula ada yang maudhu',
dan ia sendiri tertuduh memalsukan hadits."
Daruquthni
berkata, "Ia (Amr bin Ziyad) memalsukan hadits."
Al
Albani berkata di akhir pembahasan, "Hadits tersebut menunjukkan
dianjurkannya membaca Al Qur'an di dekat kuburan, namun tidak tidak ada dalam
As Sunnah yang shahih yang mendukung hal itu. Bahkan As Sunnah menunjukkan,
bahwa yang disyariatkan ketika ziarah kubur adalah mengucapkan salam kepada
mereka dan mengingat akhirat saja. Dan seperti itulah yang dilakukan kaum salafush
shalih radhiyallahu 'anhum. Oleh karena itu, membaca Al Qur'an di
dekatnya adalah bid'ah yang dibenci sebagaimana yang ditegaskan oleh jamaah para
ulama terdahulu, di antaranya: Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad dalam sebuah
riwayat sebagaiman disebutkan dalam Syarhul Ihya' karya Az Zubaidiy
(2/285). Ia (Az Zubaidiy) juga berkata, "Karena tidak ada Sunnahnya."
*****
Hadits Kedua,
إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ قَلْبًا، وَإِنَّ قَلْبَ الْقُرْآنِ
يس، مَنْ قَرَأَهَا فَكَأَنَّمَا قَرَأَ الْقُرْآنَ عَشْرَ مَرَّاتٍ
"Sesungguhnya
segala sesuatu mempunyai jantung, dan sesungguhnya jantung Al Qur'an adalah
Yaasiin. Barang siapa yang membacanya, maka seakan-akan ia membaca Al Qur'an
sepuluh kali."
Hadits
ini menurut Syaikh Al Albani dalam Adh Dha'ifah no. 169 adalah maudhu'
(palsu). Ia (Al Albani) berkata, "Dikeluarkan oleh Tirmidzi (4/46),
Darimiy (2/456) dari jalan Humaid bin Abdurrahman dari Al Hasan bin Shalih dari
Harun Abu Muhammad dari Muqatil bin Hayyan dari Qatadah dari Anas secara
marfu'. Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan gharib, kami tidak
mengetahuinya selain dari jalan ini, sedangkan Harun Abu Muhammad adalah
majhul. Tentang hal ini juga ada riwayat dari Abu Bakar Ash Shiddiq, namun
tidak sah, dan isnadnya dha'if, demikian juga ada riwayat dari Abu
Hurairah."
Al
Albani juga berkata, "Demikianlah yang ada pada naskah Sunan Tirmidzi
kami, yaitu bahwa haditsnya hasan gharib. Al Mundziriy menukil dalam At
Targhib (2/322), demikian pula Al Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya
(3/563), dan Al Hafizh dalam At Tahdzib, ia berkata, "Hadits
gharib, tidak ada nukilan mereka dari Tirmidzi, bahwa ia menghasankan."
Mungkin saja ini yang benar, karena hadits tersebut dha'if dan tampak
kedhaifannya, bahkan maudhu' karena adanya Harun. Bahkan Al Hafizh Adz Dzahabi
berkata dalam biografinya setelah menukil pernyataan majhul dari Tirmidzi,
"Saya mengatakan, "Saya menuduhnya berdasarkan riwayat Al Qadha'iy
dalam Syihabnya. Lalu ia menyebutkan hadits ini." Al Albani
berkata, "Hadits tersebut ada dalam kitab itu dengan nomor 1035."
Dalam
Al 'Ilal (2/55-56) karya Ibnu Abi Hatim disebutkan, "Saya bertanya
kepada ayah saya tentang hadits ini, lalu ia menjawab, "Muqatil di sini
adalah Muqatil bin Sulaiman. Aku melihat hadits ini di awal kitab yang
dipalsukan oleh Muqatil bin Sulaiman. Itu adalah hadits batil yang tidak ada
asalnya."
Al
Albani berkata, "Demikianlah yang ditegaskan Abu Hatim –ia adalah imam dan
hujjah-, yaitu bahwa Muqatil yang disebutkan dalam isnad itu adalah Ibnu
Sulaiman, sedangkan dalam Tirmidzi dan Darimiy adalah Muqatil bin Hayyan
sebagaimana yang anda lihat. Mungkin saja itu adalah kesalahan dari sebagian
rawi. Ditambah lagi, bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Al Qadha'iy
sebagaimana disebutkan sebelumnya, dan oleh Abul Fat-hi Al Azdiy dari jalan
Humaid Ar Ruaasiy dengan sanad sebelumnya dari Muqatil dari Qatadah. Seperti
itulah kata-katanya, yakni dari Muqatil tanpa menyebutkan nasabnya, lalu sebagian
rawi mengira bahwa Muqatil di situ adalah Ibnu Hayyan, kemudian ia nisbatkan
kepadanya. Di antaranya adalah Al Azdiy sendiri, dimana ia menyebutkan dari
Waki', bahwa ia berkata tentang Muqatil bin Hayyan, "Dihubungkan kepada
dusta." Adz Dzahabi berkata, "Demikianlah yang dikatakan Abul Fat-h,
namun saya kira, samar baginya antara Muqatil bin Hayyan dengan Muqatil bin
Sulaiman. (Muqatil) Ibnu hayyan adalah shaduq (sangat jujur) dan kuat
haditsnya. Sedangkan yang didustakan oleh Waki' adalah (Muqatil) ibnu
Sulaiman."
Al
Albani juga berkata, "Lalu Abul Fath menyebutkan isnad hadits itu
sebagaimana yang telah saya sebutkan sebelumnya, kemudian Adz Dzahabiy
mengomentarinya dengan perkataan, "Menurutku, yang tampak adalah bahwa dia
Muqatil bin Sulaiman."
*****
Hadits Ketiga,
مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ، فَقَرَأَ سُوْرَةَ (يس)
خُفِّفَ عَنْهُمْ يَوْمَئِذٍ، وَكَانَ لَهُ بِعَدَدِ مَنْ فِيْهَا حَسَنَاتٍ
"Barang siapa yang
masuk ke pemakaman, lalu membaca surat Yaasiin, maka akan diringankan derita
penghuninya ketika itu, dan ia memperoleh kebaikan sejumlah penghuni yang ada
di dalamnya."
Hadits
ini menurut Syaikh Al Albani dalam Adh Dha'ifah no. 1246 adalah maudhu'
(palsu). Ia (Al Albani) berkata, "Dikeluarkan oleh Ats Tsa'labiy dalam
tafsirnya (3/161/2) dari jalan Muhammad bin Ahmad Ar Rayyahiy, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ayyub bin
Mudrik dari Abu Ubaidah dari Al Hasan dari Anas bin Malik secara marfu'."
Al
Albani berkata, "Isnad ini gelap, binasa dan cacatnya bersambung;
Pertama, Abu Ubaidah, menurut
Ibnu Ma'in adalah majhul.
Kedua, Ayyub bin Mudrik telah
disepakati kedhaifannya dan ditinggalkan. Bahkan Ibnu Ma'in berkata,
"Pendusta." Dalam sebuah riwayat darinya, "Ia berdusta."
Ibnu Hibban berkata, "Ia meriwayatkan dari Makhul naskah palsu, namun tidak ia lihat." Aku (Al
Albani) berkata, "Itu adalah musibah hadits ini."
Ketiga, Ahmad Ar Rayyaahi, ia
adalah Ahmad bin Yazid bin Dinar Abul 'Awam. Baihaqi berkata,
"Majhul," sebagaimana dalam Al Lisan, sedangkan anaknya yaitu
Muhammad adalah shaduq (sangat jujur) yang disebutkan biografinya dalam Tarikh
Baghdad (1/372)."
*****
Hadits keempat,
مَنْ كَتَبَ (يس) ثُمَّ شَرِبَهَا؛ دَخَلَ جَوْفَهُ
أَلْفُ نُوْرٍ، وَأَلْفُ رَحْمَةٍ، وَأَلْفُ بَرَكَةٍ، وَأَلْفُ دَوَاءٍ، أَوْ خَرَجَ
مِنْهُ أَلْفُ دَاءٍ
"Barang siapa yang
menulis "Yaasiin" kemudian meminumnya, maka akan masuk ke dalam
perutnya seribu cahaya, seribu rahmat, seribu keberkahan, dan seribu obat atau
keluar darinya seribu penyakit."
Hadits
ini menurut Syaikh Al Albani dalam Adh Dha'ifah no. 3293 adalah maudhu'
(palsu). Ia (Al Albani) berkata, "Dikeluarkan oleh Ar Raafi'iy dalam Tarikhnya
(3/96) dengan isnadnya yang gelap dari Al Ahwash bin Hakim dari Abu 'Aun dari
Isma'il dari Abu Ishaq dari Al Harits dari Ali radhiyallahu 'anhu dari Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda,…dst."
Al
Albani berkata, "Ini adalah matan yang batil, tampak kebatilan dan
kepalsuannya. Bisa jadi pemalsunya selain Al Ahwash, karena ia walaupun dha'if,
namun tidak tertuduh memalsukan, meskipun Ibnu Hibban (1/175) berkata
tentangnya, "Ia meriwayatkan hadits-hadits munkar dari orang-orang yang
masyhur. Ia mencela Ali bin Abi Thalib. (Oleh karena itu), Yahya Al Qaththan dan lainnya meninggalkannya."
Al
Albani menjelaskan dalam Adh Dha'iifah, bahwa malapetakanya kemungkinan
terletak pada gurunya, yaitu Abu 'Aun yang tidak dikenal, atau pada Al Harits
Al A'war yang dituduh oleh sebagian mereka melakukan kedustaan. Adapun Abu
Ishaq As Subai'i meskipun bercampur hapalan, namun kemungkinannya jauh jika
dinisbatkan hadits yang batil ini kepadanya. Oleh karena itu, tindakan buruk,
bisa dari gurunya atau orang di bawahnya, wallahu a'lam.
*****
Hadits Kelima,
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ (يس) فِي لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ؛
غُفِرَ لَهُ
"Barang siapa yang
membaca surat Yaasiin pada malam Jum'at, maka akan diampuni dosanya."
Hadits
ini menurut Syaikh Al Albani dalam Adh Dha'ifah no. 5111 adalah dha'if
jiddan (sangat lemah). Ia (Al Albani) berkata, "Dikeluarkan oleh Al
Ashfahani dalam At Targhib wat Tarhib hal. 244 (hasil copy Al
Jaami'ah) dari jalan Zaid bin Al Harisy, telah mengabarkan kepada kami Al
Aghlab bin Tamim, telah mengabarkan kepada kami Ayyub dan Yunus dari Al Hasan
dari Abu Hurairah secara marfu'."
Al
Albani juga berkata, "Dan ini adalah isnad yang dha'if sekali. Musibahnya
terletak pada Al Aghlab bin Tamim. Ibnu Hibban (1/166) berkata, "Munkar
haditsnya. Ia meriwayatkan dari orang-orang tsiqah hadits yang bukan hadits
mereka, sehingga lepas dari dipakai hujjah karena banyak kesalahannya."
Dan yang lain juga mendhaifkan. Adapun Zaid bin Al Harisy, Ibnu Hibban dalam Ats
Tsiqat berkata, "Beberapa kali melakukan kesalahan." Ibnul
Qaththan berkata, "Majhul keadaannya."
Menurut
penulis, Sunnahnya; yang dibaca pada siang dan malam hari Jum'at adalah surat
Al Kahfi, bukan surat Yasin. Hal ini berdasarkan hadits berikut:
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ
أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ
"Barang siapa yang
membaca surat Al Kahfi, maka akan bersinar cahaya untuknya selama jarak antara
dua Jum'at." (HR. Hakim dan Baihaqi, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul
Jami' no. 6470)
Al
Manawiy berkata, "Oleh karena itu, dianjurkan dibaca pada hari Jum'at,
demikian juga malamnya sebagaimana dinyatakan Imam Syafi'i radhiyallahu
'anhu."
*****
Hadits Keenam,
مَا مِنْ مَيِّتٍ يَمُوْتُ، فَيُقْرَأُ عِنْدَهُ
سُوْرَةُ (يس) ؛ إِلاَّ هَوَّنَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ
"Tidak ada seorang
mayit pun yang meninggal, lalu dibacakan di dekatnya surat Yasin, melainkan
Allah 'Azza wa Jalla akan meringankannya."
Hadits
tersebut menurut Syaikh Al Albani dalam Adh Dha'ifah no. 5219 adalah maudhu'
(palsu). Ia (Al Albani) berkata, "Dikeluarkan oleh Ad Dailamiy dalam Musnad
Al Firdaus (4/17) dari Abu Nu'aim secara mu'allaq. Hadits ini juga terdapat
dalam Akhbar Ashbahan (1/188), Ar Ruyani dalam Musnadnya
(1/31/1-yang disaring darinya) dari Abdul Hamid bin Abi Rawwad dari Marwan bin
Salim dari Shafwan bin 'Amr dari Syuraih dari Abud Darda' dan Abu Dzar, dan ia
memarfu'kannya."
Al
Albani berkata, "(Hadits) ini adalah palsu. Musibahnya terletak pada
Marwan (bin Salim) ini. Dua Syaikh dan Abu Hatim, "Munkar haditsnya."
Abu 'Arubah Al Harraniy berkata, "Ia memalsukan hadits." As Saajiy
berkata, "Pendusta dan memalsukan hadits."
*****
Hadits Ketujuh,
اِقْرَأُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ (يس)
"Bacakanlah untuk
orang yang hampir mati di antara kamu surat Yasin."
Hadits
ini menurut Syaikh Al Albani dalam Adh Dha'ifah no. 5861 adalah dha'if
(lemah). Ia (Al Albani) berkata, "Diriwayatkan oleh Abu Dawud (3121),
Ibnu Majah (1448), Hakim (1/565), Ahmad (5/27), Abdul Ghaniy Al Maqdisiy dalam As
Sunan (99/1-2, 105/1) dari Sulaiman At Taimiy dari Abu Utsman –bukan An
Nahdiy- dari ayahnya dari Ma'qil bin Yasar secara marfu'. Al Maqdisiy berkata,
"Hadits itu hasan gharib."
Al
Albani berkata, "Sekali-kali tidak. Karena Abu Utsman ini adalah majhul
sebagaimana dikatakan Ibnul Madiniy, demikian juga ayahnya; ia juga tidak
dikenal. Di samping itu, dalam isnadnya terdapat kegoncangan sebagaimana saya
terangkan dalam Al Irwaa' (688). Oleh karena itu, bagaimana hadits
tersebut dikatakan hasan?"
Menurut
penulis, yang sesuai dengan Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika
seseorang hendak meninggal adalah mengajarkan kepadanya ucapan Laailaahaillallallah
sebagaimana dalam hadits berikut:
لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
"Ajarkanlah orang
yang akan mati di antara kamu (mengucapkan) Laailaahaillallah." (HR.
Ahmad, Muslim, dan Pemilik Kitab Sunan yang empat)
Hal
itu, karena, barang siapa yang akhir ucapannya adalah adalah Laailaahaillallah,
maka ia akan masuk surga. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
دَخَلَ الْجَنَّةَ
"Barang siapa yang
akhir ucapannya adalah Laailaahaillallah, maka ia akan masuk surga." (HR.
Ahmad, Abu Dawud dan Hakim dari Mu'adz, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul
Jami' no. 6479)
Demikian
pembahasan singkat tentang hadits-hadits keutamaan surat Yasin dan masih banyak
lagi hadits dhaif lainnya berkenaan dengan surat Yaasiin, namun apa yang kami
sebutkan insya Allah sudah cukup. Semoga Allah Subhaanahu wa Ta'ala
menjadikan tulisan ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamiin.
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa
aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji: Al
Maktabatusy Syamilah versi 3.45, Al Mausu'ah Al Haditsiyyah Al
Mushaghgharah.
0 komentar:
Posting Komentar