بسم
الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Dawud ‘alaihis salam
Setelah
Bani Israil menolak ajakan Nabi Musa 'alaihis salam untuk masuk ke
Baitulmaqdis, maka mereka mendapatkan hukuman dari Allah dengan dilarangnya
negeri itu (Baitulmaqdis) bagi mereka selama empat puluh tahun[i], sehingga mereka
mengembara kebingungan di bumi dalam waktu yang lama. Dalam pengembaraan itu, mereka
akhirnya binasa kecuali orang yang usianya belum mencapai dua puluh tahun. Ada
yang mengatakan, bahwa jumlah mereka adalah 600.000 orang, dan dalam keadaan
seperti itu Nabi Musa 'alaihis salam dan Nabi Harun wafat, mereka memperoleh
rahmat, sedangkan bagi yang lain sebagai hukuman. Menjelang wafatnya, Nabi Musa
'alaihis salam berdoa kepada Allah agar didekatkan ke tanah suci tersebut
sejauh lemparan batu, maka Allah mendekatkannya sebagaimana disebutkan dalam
hadits. Kemudian Yusya' diangkat menjadi nabi setelah 40 tahun mereka
mengembara, dan selanjutnya Beliau memerintahkan kaumnya memerangi orang-orang
kejam yang menguasai Baitulmaqdis. Yusya' pun berangkat dengan sisa orang yang
ada dan memerangi mereka pada hari Jum'at.
Dalam
jihad yang dipimpin Nabi Yusya' bin Nun, Bani berhasil menguasai Palestina dan
tinggal di sana. Mereka pun dapat beribadah kepada Allah Ta'ala di sana
mengikuti syariat Nabi Musa 'alaihis salam.
Setelah
berlalu sekian lama, maka Bani Israil kembali kepada kebiasaan yang buruk,
mereka kufur kepada nikmat-nikmat Allah dan menyimpang dari jalan yang lurus,
maka Allah memberikan kekuasaan kepada raja yang kejam bernama Jalut. Ia
membunuh laki-laki di antara mereka, menawan kaum wanita dan anak-anaknya,
serta mengusir mereka dari rumah mereka. Bahkan Jalut sempat mengambil peti
dari mereka yang berisi lauh-lauh khusus Kitab Taurat, tongkat Musa dan
beberapa barang khusus milik Harun.
Bani
Israil ingin memerangi Jalut dan tentaranya, tetapi pada saat itu mereka tidak
mempunyai raja yang dapat menyatukan barisan mereka untuk memerangi raja yang
kejam itu. Ketika itu, di tengah-tengah mereka ada seorang nabi, lalu mereka
mendatanginya dan memberitahukan maksud mereka, yaitu keinginan mereka agar
diangkat seorang raja untuk memerangi Jalut, maka Nabi mereka merasa takjub
terhadap permintaan itu dan mengingatkan mereka, bahwa dirinya khawatir jika
diwajibkan berperang kepada mereka, ternyata mereka tidak mau berperang. Maka
mereka meyakinkan Nabi mereka dengan mengatakan, "Mengapa kami tidak
mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari
anak-anak kami dan dari kampung halaman kami?" (Lihat Al Baqarah: 247)
maka
Allah mewahyukan kepada Nabi mereka untuk menyampaikan kepada mereka, bahwa Dia
telah mengangkat Thalut sebagai raja mereka. Ketika mereka diberitahukan hal
itu, maka mereka heran dan tidak suka kepada pilihan itu, mereka berkata, "Bagaimana
Thalut memerintah Kami, padahal Kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan
daripadanya, sedang dia tidak diberi
kekayaan yang cukup banyak?"
Nabi
(mereka) berkata, "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan
menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan
pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas
pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui." (Lihat Al Baqarah: 247)
Kemudian
Nabi mereka memberitahukan tanda cocoknya Thalut menjadi raja mereka, ia berkata,
"Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja ialah kembalinya tabut
kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari
peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang
beriman." (Lihat Al Baqarah: 248)
Tabut
itu diletakkan di hadapan Thalut oleh beberapa malaikat. Saat Bani Israil
melihatnya, maka mereka ridha terhadapnya dan setuju diangkatnya dia sebagai
raja.
Kemudian
Allah mewahyukan kepada Nabi mereka untuk menyampaikan, bahwa Allah menyuruh
mereka keluar bersama Thalut untuk memerangi musuh mereka yang telah
menghinakan mereka dan menawan anak-anak mereka. Akan tetapi, kenyataannya
sebagian besar dari mereka enggan berperang kecuali sedikit saja di antara
mereka. Akhirnya yang berangkat bersama Thalut hanya sedikit saja. Maka Thalut
berangkat bersama pasukannya melalui gurun sahara yang tidak ada air, lalu Bani
Israil mengeluhkan rasa haus yang mereka alami, kemudian raja mereka Thalut pun
menenangkan mereka dan meminta mereka bersabar dan terus melanjutkan
perjalanan. Tidak berapa lama kemudian, Thalut dan pasukannya sampai di dekat
sebuah sungai, lalu Thalut mengatakan kepada mereka, bahwa mereka nanti akan
melewati sebuah sungai, barang siapa yang minum banyak, maka berarti ia tidak
taat kecuali jika meminumnya seciduk tangan untuk menghilangkan hausnya.
kemudian
mereka meminum dengan banyak kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka ketika
Thalut dan orang-orang yang beriman bersamanya telah menyeberangi sungai itu,
orang-orang yang telah meminumnya berkata, "Tidak ada kesanggupan bagi
kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." Orang-orang yang
meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata, "Berapa banyak terjadi
golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.
Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (Lihat Al Baqarah: 249)
Mereka
meyakini, bahwa Allah akan menolong hamba-hamba-Nya yang mukmin dengan kuatnya
iman mereka bukan dengan banyaknya jumlah mereka.
Sehingga
ketika pasukan yang sedikit ini melihat banyaknya tentara Jalut, maka mereka
berdoa kepada Allah 'Azza wa Jalla, "Ya Tuhan kami, tuangkanlah
kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap
orang-orang kafir." (Lihat QS. Al Baqarah: 250)
Setelah
mereka berhadapan, Jalut dan tentaranya berdiri di sisi yang satu, sedangkan
Thalut dan Bani Israil berdiri di sisi yang lain. Lalu Jalut maju dengan
kudanya memakai baju besi yang lengkap dan menyeru dengan suara keras,
"Siapa yang berani perang tanding (denganku)? Siapa yang berani berperang
denganku?"
Ketika
itu, di tengah-tengah Bani Israil terdapat tentara yang mulia, yaitu Nabi Allah
Dawud 'alaihis salam, dimana nasabnya sampai kepada Ibrahim 'alaihis salam,
maka ia tampil dari barisan Thalut untuk melawan Jalut setelah sebelumnya Bani
Israil merasa berat menghadapinya, lalu Dawud melempar Jalut dengan batu
melalui pelanting(ketapel)nya, sehingga ia tewas terbunuh. Maka
pasukan Jalut menjadi gentar dan melarikan diri dengan pertolongan Allah dan
kekuasaan-Nya. Perang pung berhenti, dan mulailah Bani Israil dipimpin oleh
Nabi yang baru dan raja yang baru. Allah Ta'ala berfirman,
"Mereka
(tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam
peperangan itu) Dawud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya
(Dawud) pemerintahan dan hikmah (setelah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan
kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan)
sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi
Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam." (Terj. QS. Al
Baqarah: 251)
Allah
memberikan untuk Dawud kerajaan dan kenabian, sehingga ia adalah seorang raja
dan seorang nabi. Dan Dia menurunkan kepadanya kitab Zabur yang di dalamnya
terdapat pelajaran dan hikmah.
Allah
Ta'ala memberikan kepada Nabi Dawud suara yang indah yang tidak diberikan
kepada seorang pun sebelumnya. Oleh karena itu, ketika ia membaca kitabnya
Zabur dan bertasbih kepada Allah, maka burung-burung di udara berhenti dan ikut
bertasbih kepada Allah bersama Dawud serta mendengarkan bacaannya. Demikian
pula gunung-gunung, ia ikut bertasbih bersamanya di pagi dan sore. Allah Ta'ala
berfirman, "Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih
bersama dia (Dawud) di waktu petang dan pagi,--Dan (kami tundukkan pula)
burung-burung dalam keadaan terkumpul. masing-masingnya sangat taat kepada
Allah." (Terj. QS. Shaad: 18-19)
Allah
Subhaanahu wa Ta'ala memberikan kepada Nabi Dawud 'alaihis salam mukjizat yang
banyak yang menunjukkan kenabiannya. Allah melunakkan besi untuknya, sehingga
Beliau mudah membuat baju besi dan alat-alat berperang. Padahal sebelumnya baju
besi itu hanya berupa lempengan-lempengan.
Suatu
ketika, Allah hendak mengajarkan kepada Nabi Dawud 'alaihis salam suatu
pelajaran tentang keadilan dalam memberikan keputusan. Saat Nabi Dawud 'alaihis
salam duduk di mihrabnya melakukan shalat dan beribadah, maka Beliau dikagetkan
dengan dua orang yang menaiki pagar mihrabnya sehingga sampai kepadanya dan
menemuinya, maka timbullah rasa takut dalam dirinya, lalu dua orang itu
berkata,
"Janganlah
kamu merasa takut; (kami) adalah dua orang yang bermasalah yang salah seorang
dari kami berbuat zalim kepada yang lain; maka berilah keputusan antara kami
dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukilah Kami ke
jalan yang lurus." --Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh
sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja. Maka dia berkata,
"Serahkanlah kambingmu itu kepadaku dan Dia mengalahkan aku dalam
perdebatan". (Lihat QS. Shaad: 22-23)
Lalu
Dawud segera memberikan keputusan terhadap masalah itu sebelum mendengar
kata-kata yang satu lagi, Dawud berkata, "Sesungguhnya dia telah berbuat
zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada
kambingnya. Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan sangat sedikitlah mereka
ini."
Sebelum
Dawud menyelesaikan keputusannya, tiba-tiba dua orang itu menghilang tanpa
keluar lewat pintu atau kembali seperti ketika datang. Maka Dawud mengetahui
bahwa Allah mengujinya dengan mengutus dua malaikat kepadanya untuk mengajari
Beliau, agar tidak memberikan keputusan sebelum mendengarkan perkataan pihak
yang lain; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan
bertobat.
Nabi
Dawud 'alaihis salam senantiasa medekatkan diri kepada Allah dengan berdzikr,
berdoa dan melakukan shalat. Oleh karena itu, Allah memujinya dengan
firman-Nya,
"Dan
ingatlah hamba Kami Dawud yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya dia sangat taat
(kepada Allah)."
(Terj. QS. Shaad: 17)
Beliau
adalah seorang yang kuat dalam beribadah. Oleh karena itu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda tentang Nabi Dawud 'alaihis
salam,
كَانَ دَاوُدَ
أَعْبَدَ الْبَشَرَ
"Beliau adalah
manusia yang paling rajin beribadah." (HR. Tirmidzi dan Hakim, dan
dihasankan oleh Al Albani)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
أَحَبُّ الصَّلَاةِ إِلَى اللَّهِ صَلَاةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ
السَّلَام، وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ، وَكَانَ يَنَامُ
نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ، وَيَصُومُ يَوْمًا
وَيُفْطِرُ يَوْمًا.
"Shalat
yang paling dicintai Allah adalah shalat Nabi Dawud 'alaihis salam dan puasa yang
paling dicintai Allah adalah puasa Nabi Dawud; ia tidur di tengah malam dan
bangun pada sepertiganya dan tidur pada seperenamnya, dan ia sehari berpuasa
dan sehari berbuka." (HR. Bukhari-Muslim)
Nabi Dawud 'alaihis salam tidaklah makan kecuali
dari hasil jerih payahnya sendiri, karena Beliau mengetahui, bahwa makanan yang
terbaik adalah makanan yang diperoleh dari jerih-payah tangannya sendiri.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ، خَيْرًا مِنْ أَنْ
يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ، وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ
السَّلاَمُ، كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
"Tidak
ada seorang pun yang memakan sebuah makanan yang lebih baik daripada memakan
hasil jerih-payah tangannya. Sesungguhnya Nabi Allah Dawud 'alaihis salam makan
dari hasil jerih-payah tangannya." (HR. Bukhari)
Ibnu Syaudzab berkata, "Nabi Dawud bekerja
membuat baju besi setiap hari, lalu ia jual seharga 6.000 dirham."
Kemudian setelah Nabi Dawud 'alaihis salam
meninggal, maka puteranya Sulaiman mewarisi kekuasaannya, dan Allah menjadikannya
sebagai nabi. Allah Ta'ala berfirman, "Dan Sulaiman telah mewarisi
Dawud." (Terj. QS. An Naml: 16)
Wallahu a'lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji':
Al
Qur'anul Karim, Mausu'ah Al Usrah Al Muslimah (www.islam.aljayyash.net), Mausu'ah
Haditsiyyah Mushaghgharah, Shahih Qashashil Anbiya' (Ibnu Katsir, Takhrij Salim
Al Hilali), dll.
[i] Lihat Al Maa'idah: 26. Hikmah
dilarangnya Baitulmaqdis bagi mereka selama 40 tahun adalah agar orang-orang
yang tidak sabar itu wafat, sehingga digantikan oleh generasi yang baru yang
siap mengalahkan musuh, tidak suka diperbudak serta tidak suka dihinakan dan
siap berjihad.
0 komentar:
Posting Komentar