Tanya-Jawab Seputar Zakat Mal

بسم الله الرحمن الرحيم




Tanya-Jawab Seputar Zakat Mal

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'd:

Berikut tanya-jawab seputar zakat mal yang kami ambil dari https://baznas.go.id/kalkulatorzakat lalu kami edit kembali dan kami berikan tambahan. Semoga Allah menjadikan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.

Tanya-Jawab Seputar Zakat Mal

1. Pertanyaan: Apakah syarat wajib zakat maal ?

Jawab: 1. Islam, 2. Merdeka, 3. Berakal dan baligh, 4. Hartanya memenuhi nisab (ukuran wajib zakat).

2. Pertanyaan: Berapa nisab zakat maal untuk harta baik tabungan atau perdagangan dan cara menghitungnya?

Jawab: Untuk harta tabungan pribadi dan harta dagangan sebesar 85 gram emas atau setara 72.250.000 (asumsi harga emas Rp850.000). Tabungan = 2,5% x jumlah tabungan.

Harta dagangan = 2,5% x (Modal yang diputar + keuntungan + piutang yang dapat dicairkan - hutang - kerugian).

3. Pertanyaan:  Apakah rumah atau mobil mewah wajib dihitung sebagai harta yang dizakatkan?

Jawab: Hukum asal rumah mewah dan mobil mewah yang tujuan kepemilikannya untuk dipakai tidak terkena zakat. Namun jika seseorang yang memiliki harta itu bertujuan untuk membisniskannya (jual beli untuk keuntungan) maka wajib dizakati setiap tahun.

4. Pertanyaan: Apakah rumah atau properti lainnya yang disewakan wajib dizakati ?

Jawab: Rumah maupun properti lainnya yang disewakan, tidak dizakati nilai fisiknya. Namun yang dizakati adalah hasil sewanya. Dalam keputusan Majma’ Fiqh Islami tentang zakat sewa tanah, properti yang disewakan, wajib dizakati nilainya; sewanya saja dan bukan nilai fisiknya. (Qarar Majma’ al-Fiqhi al-Islami, muktamar ke-11, Rajab 1409 H).

5. Pertanyaan: Bolehkah zakat mal diberikan dalam bentuk selain uang seperti sembako?

Jawab: Zakat Mal harus dalam bentuk asal harta tersebut atau nilainya, yaitu dalam bentuk uang. Tidak boleh dirupakan dalam bentuk barang, makanan, pakaian, atau selainnya. Jika terdapat fakir atau miskin yang memang tidak bermanfaat jika diberi uang, misal karena dia gila, atau mengalami keterbelakangan mental, sehingga jika diberi uang kurang bermanfaat baginya, atau malah menimbulkan mafsadat, maka saat itu boleh diberikan benda yang paling dia butuhkan (Lihat fatwa ulama seputar ini di bagian akhir risalah).

6. Pertanyaan: apa harus diucapkan kalau ini dana zakat?

Jawab: Jika kamu menyerahkan zakat kepada orang yang kamu yakini dia berhak menerima, dengan niat zakat, maka ini menjadi zakat yang sah. Kami berharap semoga diterima oleh Allah Ta’ala. Dan anda tidak harus memberitahukan kepada penerima bahwa itu zakat. (Fatwa Lajnah Daimah, no. 11241)

Sekali lagi, ini berlaku jika penerima adalah orang yang kita yakini sebagai pihak yang berhak menerimanya, seperti fakir, miskin atau lainnya. Sementra jika ini dititipkan ke lembaga atau yayasan penampung zakat, kita harus memberi tahu. Agar petugas bisa menyalurkannya ke sasaran yang benar.

7. Pertanyaan: Siapa saja penerima zakat?

Jawab:  1.Fakir adalah orang yang tidak punya apa-apa atau punya sedikit kecukupan tetapi kurang dari setengahnya. 2.Miskin adalah orang yang mendapatkan setengah kecukupan atau lebih tetapi tidak memadai. 3. Amil (pengurus zakat). 4. Muallaf (orang-orang yang dibujuk hatinya seperti baru masuk Islam). 5. Fir Riqab (untuk membantu memerdekakan hamba sahaya). 6. Gharimin (orang-orang yang memiliki utang di jalan Allah dan tidak sanggup membayarnya). Fi sabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah). 8. Ibnu sabil (Orang yang dalam perjalanan karena Allah yang tidak memiliki biaya untuk kembali ke tanah airnya). Lihat Qs. At Taubah: 60.

8. Pertanyaan: Bagaimana zakat maal yang dibagikan langsung ke anak-anak SMP dhuafa berupa uang tanpa melalui orang tuanya ?

Jawab: Jika memang anak SMP telah mumayyiz  dan termasuk dalam golongan yang berhak menerima zakat maka dibolehkan.

9. Pertanyaan: Apabila kita membayar zakat melalui panti asuhan yatim piatu apakah itu sah secara hukum Islam?

Jawab: Pada dasarnya, anak yatim tidak termasuk orang yang berhak menerima zakat. Akan tetapi apabila anak yatim itu tidak mampu maka ia berhak menerima zakat. Jadi, yang menjadikan seorang anak yatim bisa menerima zakat bukan karena statusnya sebagai yatim, tapi sebagai orang yang tidak mampu.

10. Pertanyaan: Apakah boleh seseorang menyalurkan zakat untuk orang tuanya, istri, anak, atau cucunya?

Jawab:   Tidak boleh bagi seorang muslim mengeluarkan zakat untuk kedua orang tua kandung sampai ke atas (kakek dan nenek kandung) dan juga tidak boleh pula untuk anak-anaknya sampai ke bawah (cucu kandung). Bahkan kewajiban dia adalah memberi nafkah untuk mereka dari hartanya jika mereka butuh dan ia mampu untuk memberi nafkah. (Fatawa Al Mar-ah Al Muslimah, terbitan Darul Haytsam, cetakan pertama, 1423 H, hal. 168) 

Pada prinsipnya, zakat tidak boleh disalurkan kepada orang yang biaya hidupnya masih menjadi kewajiban/tanggungan muzaki (orang yang berzakat).

11. Pertanyaan: Apakah boleh memberikan zakat kepada keluarga istri misalnya mertua, kakak ipar, atau adik ipar yang dipandang menjadi golongan penerima zakat?

Jawab: Memberikan zakat kepada mertua dan saudara ipar dibolehkan. Dikarenakan mertua atau keluarga istri secara umum, bukan termasuk orang yang wajib dinafkahi oleh seorang suami. Meskipun dianjurkan bagi suami untuk memperhatikan keadaan keluarga istrinya, sebagai bentuk mu’asyarah bil maruf (melakukan interaksi yang baik) kepada istrinya.

12. Pertanyaan: Bolehkah seorang istri berzakat kepada suami sendiri yang termasuk golongan mustahik zakat?

Jawab: Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan, tidak ada masalah bagi wanita yang mengeluarkan zakat perhiasan atau zakat lainnya kepada suami yang fakir atau memiliki utang yang tidak mampu dilunasi. Jika harta cukup nishab maka wajib zakat. Atau tidak berdosa istri memberi zakatnya kepada orang yang bukan menjadi tanggungan nafkahnya termasuk suami. Jadi, diperbolehkan menyalurkan zakat kepada suami dalam keadaan membutuhkan.  

Menurut jumhur ulama, suami bukanlah tanggungan istri dalam mencari nafkah, sehingga diperbolehkan berzakat kepada suami yang fakir.

13. Pertanyaan: Apakah boleh zakat disalurkan kepada kakak dan adik kandung sendiri?

Jawab: Muzakki boleh menyerahkan zakatnya kepada selain yang wajib dinafkahi, maka dari itu penyerahan zakat kepada saudara laki atau perempuan yang kurang mampu dibolehkan. Bahkan menyerahkan zakat ke mereka nilainya lebih utama. Karena di sana ada unsur membangun jalinan silaturahmi. (Dar al-Ifta’ al-Mishriyah, no. 6695)

14. Pertanyaan: Bolehkan memberikan zakat kepada paman, bibi, saudara kakek atau nenek atau keponakan?

Jawab: Boleh dengan syarat kerabat tersebut bukan termasuk orang yang wajib kita nafkahi. Jika kerabat tersebut termasuk orang yang wajib kita nafkahi, maka tidak boleh menerima zakat dari kita.

Boleh memberikan zakat maal kepada kerabat yang miskin. Bahkan memberikan zakat kepada kerabat, lebih diutamakan daripada memberikannya kepada orang lain.

Dalam hadits diterangkan, bahwa zakat kepada orang miskin nilainya zakat (saja), sedangkan zakat kepada kerabat, nilainya dua: zakat dan silaturahim. (Hr. Nasai, Darimi, Tirmidzi, Ibnu Majah dan dishahihkan al-Albani).

Sebagai tambahan, di sini kami hadirkan juga masalah lain seputar zakat.

Hukum Zakat dalam bentuk sembako

14. Pertanyaan: 
1-ما حكم إخراج الزكاة في الأعوام السابقة بشراء تموين وضروريات للفقراء ولم تكن نقداً؟ وهل نأثم بالجهل في ذلك ؟ وماذا علينا حالياً ؟
 2- بعض بيوت الفقراء إذا سلمنا الزكاة نقدا فإن عائلها يأخذها ويحرم منها أهل البيت في شراء دخان أو دش أو سفريات فنضطر لشراء احتياجات البيت ولا تسلم نقدا.. حتى نضمن استفادة هذه الأسرة وسد حاجتها ...فما الحكم في ذلك ؟
(1) Apa hukumnya mengeluarkan zakat pada tahun-tahun sebelumnya dengan membelikan perbekalan dan kebutuhan bagi fakir miskin dan tidak dalam bentuk uang tunai? Apakah kami berdosa karena ketidaktahuan dalam hal ini? Apa yang harus kami lakukan sekarang? 
(2) Di sebagian rumah orang miskin, jika kita mengeluarkan zakat dalam bentuk uang tunai, maka si miskin mengambilnya dan tidak memberikan hak kepada keluarganya, bahkan digunakan untuk membeli rokok, mandi air hangat, atau jalan-jalan, sehingga kami terpaksa membeli kebutuhan rumah tersebut dan tidak memberikan dalam bentuk uang agar kesejahteraan keluarga ini tercukupi dan kebutuhannya terpenuhi, lalu apa hukumnya?
  Jawab:

Alhamdulillah.

Pertama, hukum asalnya zakat yang dikeluarkan harus sejenis dengan  harta zakat. Oleh karena itu, zakat mata uang, yang dikeluarkan juga uang. Zakat hewan ternak, yang dikeluarkan juga hewan ternak. Zakat tanaman, yang dikeluarkan juga tanaman, selain zakat perdagangan, maka yang dikeluarkan adalah nilainya, dan boleh dengan barang dagangan. Penjelasan tentang ini telah disebutkan dalam jawaban pertanyaan no. 22449.

Para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya mengeluarkan zakat dengan selain jenis zakat mal. Hal ini dikenal di kalangan ulama dengan ‘mengeluarkan qimah (senilai) dalam zakat’ yang rajih (kuat) adalah tidak boleh mengeluarkan dalam bentuk nilai.

Akan tetapi jika melihat kuatnya perselisihan dalam masalah ini, maka kami berharap tidak masalah bagimu mengeluarkan dalam bentuk nilai pada tahun-tahun yang lalu, namun engkau harus mengeluarkan sesuai jenis zakat mal pada tahun-tahun berikutnya.

Kedua, jika orang yang miskin kurang baik dalam mengelola harta, maka sebagian ulama membolehkan mengeluarkan zakat dalam bentuk barang sebagai ganti dari uang karena mempertimbangkan maslahat orang miskin dan menutupi kebutuhannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu Fatawa (25/82) berkata, “Adapun mengeluarkan nilai dalam zakat, kaffarat, dan semisalnya, maka yang masyhur dalam madzhab Malik dan Syafi’i adalah tidak boleh, namun menurut Abu Hanifah boleh. Sedangkan Imam Ahmad melarangnya dalam beberapa tempat dan  membolehkannya dalam tempat yang lain. Di antara kawan-kawannya  yang semadzhab ada yang menetapkan pernyataannya, dan ada pula yang menjadikannya menjadi dua riwayat. Namun yang lebih tampak dalam masalah ini adalah bahwa mengeluarkan nilai bukan karena kebutuhan dan maslahat yang kuat adalah dilarang…dst.”

Ia juga berkata, “Adapun mengeluarkan nilai karena kebutuhan atau maslahat atau karena keadilan, maka tidak mengapa. Misalnya seseorang menjual buah-buahan di kebunnya atau tanamannya dengan harga beberapa dirham, dimana ia keluarkan ketika itu sepersepuluh dari dirham yang ada, maka cukup baginya, dan dia tidak dibebankan unntuk membeli buah atau gandum karena ia telah menyamakan kaum fakir dengan dirinya. Imam Ahmad menyatakan kebolehan terhadap hal itu. Termasuk juga ketika para mustahik zakat memintanya untuk memberikan dalam bentuk nilai (uang) agar lebih bermanfaat bagi mereka, maka diberikan.”

Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Boleh juga mengeluarkan barang berupa pakaian, makanan dan lainnya sebagai ganti dari uang jika dilihat ada maslahat untuk penerima zakat dalam hal itu dengan memperhatikan nilainya. Misalnya orang miskin ini gila, lemah akal, kurang akal, atau memiliki kekurangan yang dikhawatirkan mempermainkan uang, dimana yang bermaslahat baginya adalah memberikan makanan atau pakaian yang bisa dimanfaatkan dari zakat mata uang sesuai nilai yang wajib. Hal ini berdasarkan pendapat yang paling sahih di antara pendapat ulama.” (Majmu Fawata wa Maqalat Syaikh Ibn Baz 14/253).

Beliau rahimahullah juga pernah ditanya tentang membelikan makanan bergizi beraneka ragam (sembako) dan barang-barang tertentu seperti selimut dan pakaian, dan memberikannya kepada pihak syar’i yang membutuhkan dari harta zakat. Apalagi dalam keadaan yang tidak terpenuhi kebutuhan pokok karena harga yang tidak wajar di negeri tersebut.” Ia (Ibnu Baz) menjawab, “Tidak mengapa hal itu setelah memastikan memang dialihkan untuk kaum muslimin.” (Majmu Fawata wa Maqalat Syaikh Ibn Baz 14/246)

Lajnah Daimah Lil Ifta (Komite Tetap Fatwa, KSA) pernah ditanya, “Kami ingin meminta kejelasan dari syaikh yang mulia terkait memberikan zakat dengan membelikan makanan pokok beraneka ragam (sembako) dan barang-barang tertentu seperti selimut, pakaian, dan menyerahkannya kepada pihak syar’i yang membutuhkan seperti di Sudan, Afrika, dan Mujahidin Afghanistan, terutama ketika kebutuhan pokok tidak terpenuhi dengan harga yang wajar di negeri  tersebut atau hampir tidak ada sama sekali kebutuhan pokok, dimana jika ada namun dengan harga berkali lipat dari harga barang yang dikirimkan? Kami mengharap jawabanmu, semoga Allah balas anda dengan kebaikan atas pandanganmu terhadap hal tersebut.

Lajnah menjawab, “Jika keadaannya sebagaimana yang disampaikan, maka tidak mengapa hal itu untuk memperhatikan maslahat penerimanya.” (Fatawa Lajnah Daimah 9/433)

Kami memohon kepada Allah taufik dan kebenaran  dalam ucapan dan perbuatan.Wallahu a’lam. (Islamqa.info)

Bolehkah mengeluarkan nilai (uang) sebagai ganti dari barang dalam masalah zakat?

15. Pertanyaan: Zakat wajib pada jenis yang telah ditetapkan Al Qur’an dan As Sunnah, dimana jenis dan ukurannya telah ditetapkan. Jenisnya misalnya unta, sapi, kambing, dan buah-buahan, lalu apakah yang dikeluarkan harus sesuai dengan jenis itu atau boleh mengeluarkannya dalam bentuk nilainya berupa uang atau bentuk yang lain?

Mayoritas para fuqaha (ahli fiqih) berpendapat, bahwa zakat yang dikeluarkan harus sesuai dengan jenis harta zakat mal. Akan tetapi Abu Hanifah membolehkan mengeluarkan uang sebagai ganti barang, sebagaimana Imam Malik juga membolehkan dalam sebuah riwayat, dan Imam Syafi’i juga dalam salah satu pendapatnya, sedangkan dalam pendapat yang lain adalah bahwa seseorang diberi pilihan antara mengeluarkan dalam bentuk uang atau barang. Di antara alasannya adalah:

1. Zakat pada unta bisa dikeluarkan dari selainnya, yaitu kambing, dimana pada setiap 5 ekor unta yang dikeluarkan satu ekor kambing, 2 ekor unta yang dikeluarkan dua ekor kambing sebagaimana sudak maklum.

2. Berdasarkan nash yang ada tentang bolehnya mengeluarkan nilai dalam bentuk uang atau bentuk lainnya sebagaimana dalam Shahih Bukhari yaitu, “Barang siapa yang memiliki unta yang terkena zakat jadza’ah, sedangkan ia tidak memiliki jadza’ah, yang ada hiqqah, maka diambil daripadanya ditambah dua ekor kambing yang mudah didapat atau 20 dirham.”

3. Hadits yang diriwayatkan Daruquthni dan lainnya, bahwa Muadz bin Jabal berkata kepada penduduk Yaman, “Berikan kepadaku baju Khamis atau pakaian lainnya, yang aku ambil sebagai ganti jagung dan gandum dalam zakat, karena yang demikian lebih mudah bagi kalian dan lebih bermanfaat bagi kaum muhajirin di Madinah.” Khamis adalah pakaian yang panjangnya 5 hasta. Disebut demikian karena orang yang pertama mengenakannya  adalah Khams salah seorang penguasa Yaman, dan tidak ada riwayat yang sahih bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengingkarinya saat ia mengambil pakaian sebagai ganti dari jagung dan gandum.

4. Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam Zakat Fitri, “Cukupkan mereka (orang miskin) agar tidak meminta-minta di hari ini (hari raya).” (hadits dhaif), diriwayatkan oleh Baihaqi. Beliau bermaksud memberikan kecukupan yang menutupi kebutuhan mereka, sehingga apa saja yang menutupi kebutuhan mereka adalah boleh.

5. Firman Allah Ta’ala,

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً

“Ambillah zakat dari harta mereka.” (Qs. At Taubah: 103)

Allah Azza wa Jalla tidak mengkhususkan dengan sesuatu saja; meninggalkan yang lain.

Demikianlah alasan bolehnya mengeluarkan nilai (uang) sebagai ganti dari barang dalam zakat sebagaimana yang disebutkan oleh Qurthubi dalam Tafsirnya juz 8 hal. 175.

Ia juga menyebut dalil riwayat kedua dari Imam Malik yang menerangkan tidak bolehnya dengan uang, dan inilah yang tampak dari madzhabnya, dimana lafaz haditsnya adalah pada lima ekor unta ada zakat satu kambing, pada empat puluh ekor kambing zakatnya satu kambing, akan tetapi tidak tampak berdalih pada pengambilan seekor kambing terhadap lima ekor unta, sedangkan jenisnya berbeda. Namun ada yang membantah, bahwa jenisnya sama yaitu sebagai hewan ternak, dan tidak masalah berbeda macamnya, sehingga bisa diambil dari kambing sebagai ganti unta.

Akan tetapi pendalilannya lemah tidak dapat mengalahkan  alasan yang membolehkan, terlebih pada alasan nomor dua dan tiga, dimana nash yang pertama menunjukkan ganti yaitu dua ekor kambing dan nilai berupa  dua puluh  dirham, sedangkan pada alasan no. 2 menunjukkan ganti, yaitu pakaian sebagai ganti biji-bijian. Oleh karena itu, barang apa saja yang ringan sebagai ganti yang disebutkan dalam nash hadits maka tidak mengapa, karena ia merupakan zakat yang dikeluarkan dari hartanya yang tidak berkurang dari nilai yang disebutkan. Terkadang nilai (uang) lebih bermanfaat bagi si miskin atau mustahiq zakat. Di samping itu, zakat pada barang perdagangan diambil dari nilainya, karena dijumlahkan pada akhir haul. Dalilnya adalah hadits riwayat Ahmad dan Abu Ubaid dari Abu Amr bin Hamas dari ayahnya ia berkata, “Umar memerintahkan kepadaku dengan berkata, “Tunaikanlah zakat hartamu.” Aku menjawab,  “Aku tidak memiliki selain Ji’ab dan Udum.” Ia menjawab, “Jumlahkan nilainya lalu tunaikan zakatnya.” Ji’ab adalah bentuk jamak dari kata ju’bah yaitu tempat anak panah, sedangkan udum adalah kulit. Penulis kitab Al Mughni (juz 3 hal. 58) berkata, “Kisah ini sudah masyhur dan tidak diingkari sehingga menjadi ijma.”

Imam Abu Hanifah juga membolehkan mengeluarkan zakat dari barang dagangan seperti pada harta lainnya.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, kita memandang perlu memperhatikan maslahat orang yang mengeluarkan zakat pada barang dagangannya yang tetap, sehingga boleh dikeluarkan dari barang dagangan. Bahkan Ibnu Taimiyah dalam Fatwanya (juz 1 hal. 299) mengisyaratkan untuk memperhatikan maslahat karena agama ini mudah, jjika ada maslahat maka di situlah syariat Allah.” (https://fiqh.islamonline.net/)

16. Bolehkah Zakat Fitrah dengan uang

Jawab:

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعـد:

فإخراج القيمة في زكاة الفطر أو غيرها من الزكوات مختلف فيها بين أهل العلم، و هذه المسألة من المسائل الاجتهادية فالأحوط والأبرأ للذمة بلا شك هو موافقة قول الجمهور وألا تخرج القيمة في شيء من الزكاة إلا من ضرورة، وعدم إخراج القيمة في صدقة الفطر آكد، ولكن من رأى قوة القول بجواز إخراج القيمة أو قلد من يفتي بذلك من العلماء رجونا أن يجزئه ذلك إن شاء الله وبخاصة إذا كان في ذلك مصلحة راجحة

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya dan para sahabattnya, amma ba’du:

Mengeluarkan uang dalam zakat fitrah atau zakat lainnnya termasuk masalah yang diperselisihkan di kalangan ahli imu. Hal ini termasuk masalah ijtihadiyyah. Yang lebih hati-hati dan lebih melepaskan tanggungan tanpa diragukan lagi adalah yang sejalan dengan pendapat mayoritas ulama, yaitu tidak dikeluarkan dalam bentuk nilai (uang) dalam zakat kecuali karena darurat. Tidak mengeluarkan dalam bentuk uang pada zakat ffitrah lebih ditekankan lagi. Akan tetapi siapa saja yang memandang kuatnya pendapat orang yang membolehkan mengeluarkan uang atau mengikuti ulama yang berfatwa demikian, maka kami harap hal itu sudah cukup insya Allah, terutama jika di sana terdapat maslahat yang kuat.

Selanjutnya ulama dalam situs Islamweb menyebutkan kesimpulan pendapat para ulama terkait hal ini menjadi tiga pendapat, yaitu:

1. Pendapat ulama yang mengatakan boleh secara mutlak. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Ats Tsauri, dan dipilih oleh Bukhari pemilik kitab Shahih.

2. Pendapat yang mengatakan tidak boleh. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari kalangan Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanbali.

3. Pendapat yang merincikan, yakni boleh mengeluarkan uang jika dibutuhkan atau ada maslahat yang kuat, dan jika tidak ada maka tidak boleh. Ini adalah pendapat Ibnu Taimiyah.

Lihat alasannya di sini:

https://www.islamweb.net/ar/fatwa/140294/%D8%AA%D9%81%D8%B5%D9%8A%D9%84-%D9%83%D9%84%D8%A7%D9%85-%D8%A3%D9%87%D9%84-%D8%A7%D9%84%D8%B9%D9%84%D9%85-%D9%81%D9%8A-%D8%A5%D8%AE%D8%B1%D8%A7%D8%AC-%D8%A7%D9%84%D9%82%D9%8A%D9%85%D8%A9-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D8%B2%D9%83%D8%A7%D8%A9

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.

Editor dan Penambah materi: Marwan bin Musa

Maraji’: https://baznas.go.id/kalkulatorzakat , https://islamqa.info/ar/answers/79337/%D8%A7%D8%AE%D8%B1%D8%A7%D8%AC-%D8%A7%D9%84%D8%B2%D9%83%D8%A7%D8%A9-%D8%B9%D8%B1%D9%88%D8%B6%D8%A7-%D8%A8%D8%AF%D9%84%D8%A7-%D8%B9%D9%86-%D8%A7%D9%84%D9%86%D9%82%D9%88%D8%AF , https://fiqh.islamonline.net/%D9%87%D9%84-%D9%8A%D8%AC%D9%88%D8%B2-%D8%A5%D8%AE%D8%B1%D8%A7%D8%AC-%D8%A7%D9%84%D9%82%D9%8A%D9%85%D8%A9-%D8%A8%D8%AF%D9%84-%D8%A7%D9%84%D8%B9%D9%8E%D9%8A%D9%92%D9%86-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D8%B2/ , https://www.islamweb.net/ar/fatwa/140294/%D8%AA%D9%81%D8%B5%D9%8A%D9%84-%D9%83%D9%84%D8%A7%D9%85-%D8%A3%D9%87%D9%84-%D8%A7%D9%84%D8%B9%D9%84%D9%85-%D9%81%D9%8A-%D8%A5%D8%AE%D8%B1%D8%A7%D8%AC-%D8%A7%D9%84%D9%82%D9%8A%D9%85%D8%A9-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D8%B2%D9%83%D8%A7%D8%A9

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger