بسم
الله الرحمن الرحيم
Syarah Kitab Tauhid (47)
(Bersenda Gurau Dengan Menyebut Nama Allah, Al Qur’an, atau
Rasulullah)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah, yang banyak kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh
Kitab At Tauhid karya Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah,
semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan
bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
Bab
: Bersenda Gurau Dengan Menyebut Nama
Allah, Al Qur’an, atau Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
Firman Allah Ta’ala,
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ
قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا
قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka
lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya Kami hanyalah
bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah, "Apakah dengan
Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?"--Tidak usah
kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.” (Qs. At Taubah: 65-66)
**********
Penjelasan:
Dalam bab ini penulis
(Syaikh M. At Tamimi) hendak menerangkan hukum bersenda gurau dengan
menyebut nama Allah, Al Qur’an, atau Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
dan bahwa yang demikian merupakan kekufuran yang dapat menafikan tauhid.
Pada ayat di atas, Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam,
bahwa jika Beliau bertanya kepada kaum munafik yang mengucapkan kata-kata kufur
dengan mengolok-olok, maka mereka akan menyampaikan bahwa maksud mereka bukan
mengolok-olok dan mendustakan, bahkan maksudnya bersenda gurau dan bermain-main
saja, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan bahwa alasan mereka ini tidak
bisa diterima.
Ayat di atas menunjukkan,
bahwa bersenda gurau dengan sesuatu yang di sana disebut Allah Azza wa Jalla,
Rasul shallallahu alaihi wa sallam, dan Al Qur’an adalah kekufuran.
Kesimpulan:
1. Berolok-olok
dengan menyebutkan nama Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya shallallahu alaihi
wa sallam adalah kekafiran yang dapat menafikan tauhid.
2. Wajibnya
mengagungkan Allah Azza wa Jalla dan Al Qur’an, serta memuliakan Rasul-Nya
shallallahu alaihi wa sallam.
3. Mengucapkan
kata-kata kufur dengan bercanda dapat mengakibatkan seseorang kafir.
**********
Ibnu Umar, Muhammad bin Ka’ab, Zaid
bin Aslam dan Qatadah meriwayatkan hadits –dimana hadits-hadits mereka dirangkum-
sebagai berikut:
أَنَّهُ قَالَ
رَجُلٌ فِي
غَزْوَةِ تَبُوْكَ:
مَا رَأَيْنَا
مِثْلَ قُرَّائِنَا
هَؤُلاَءِ، أَرْغَبُ
بُطُوْناً، وَلاَ
أَكْذَبُ أَلْسُناً،
وَلاَ أَجْبَنُ
عِنْدَ اللِّقَاءِ
ـ يَعْنِي
رَسُوْلَ اللهِ
صلى الله
عليه وسلم
وَأَصْحَابَهُ الْقُرَّاءَ
ـ فَقَالَ
لَهُ عَوْفُ
بْنُ مَالِكٍ:
كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ
مُنَافِقٌ، لَأُخْبِرُنَّ
رَسُوْلَ اللهِ
صلى الله
عليه وسلم.
فَذَهَبَ عَوْفٌ
إِلىَ رَسُوْلِ
اللهِ صلى
الله عليه
وسلم لِيُخْبِرَهُ
فَوَجَدَ الْقُرْآنَ
قَدْ سَبَقَهُ.
فَجَاءَ ذَلِكَ
الرَّجُلُ إِلىَ
رَسُوْلِ اللهِ
صلى الله
عليه وسلم
وَقَدِ ارْتَحَلَ
وَرَكِبَ نَاقَتَهُ،
فَقَالَ: يَا
رَسُوْلَ اللهِ!
إِنَّمَا كُنَّا
نَخُوْضُ وَنَتَحَدَّثُ حَدِيْثَ الرَّكْبِ، نَقْطَعُ بِهِ عَنَاءَ الطَّرِيْقِ. فَقَالَ ابْنُ عُمَرُ: كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ مُتَعَلِّقاً بِنَسَـعَةِ نَاقَةِ رَسُــوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، وَإِنَّ الْحِجَارَةَ تَنْكِبُ رِجْلَيْهِ – وَهُوَ يَقُوْلُ: إِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُ – فَيَقُوْلُ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: (أَبِاللّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِؤُنَ) مَا يَلْتَفِتُ إِلَيْهِ وَمَا يَزِيْدُهُ عَلَيْهِ.
Bahwa dalam perang Tabuk ada seorang
yang berkata, “Kami tidak pernah melihat orang-orang seperti halnya para
pembaca Al Qur’an ini, dimana mereka adalah orang yang paling besar perutnya
(rakus), paling dusta lisannya, dan paling pengecut ketika bertemu
musuh (yang dimaksud adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para
sahabatnya radhiyallahu anhum).”
Maka ‘Auf bin Malik mengatakan, “Kamu
dusta! Kamu adalah munafik. Sungguh saya akan laporkan (kamu) kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam.”
‘Auf pun pergi menghadap Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam untuk melaporkan hal itu, namun ternyata Al
Qur’an telah turun lebih dulu memberitahukan hal tersebut.
Orang itu kemudian datang kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan Beliau sudah beranjak dari
tempatnya dan menunggangi untanya. Orang itu berkata, “Wahai Rasulullah!
Kami hanya bersendagurau dan berbincang-bincang saja sebagaimana berbincangnya
sebuah kafilah untuk melupakan kelelahan dalam perjalanan.”
Ibnu Umar berkata, “Sepertinya aku
melihat orang itu berpegangan dengan tali pelana unta Rasulullah, dan kedua
kakinya tersandung bebatuan hingga terluka, sambil berkata, “Sesungguhnya
kami hanya bersendagurau dan bermain-main saja”, Maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
kepadanya,
"Apakah
dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu berolok-olok?"
Beliau
tidak menoleh kepadanya dan tidak berkata lebih dari itu.” (Hadits Hasan,
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, Ibnu Mardawaih dan Abusy Syaikh)
**********
Penjelasan:
Ibnu Umar adalah Abdullah bin Umar bin Khaththab radhiyallahu
anhuma, lahir pada tahun ke-3 dari kenabian Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam sebagaimana yang ditegaskan oleh Az Zubair bin Bakkar, ia berhijrah
dalam usia 10 tahun, dan wafat pada tahun 84 H. Dalam perang Badar dan Uhud,
Ibnu Umar pernah menawarkan dirinya untuk ikut dalam kedua perang tersebut,
namun karena usianya yang masih kecil, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam tidak mengizinkan, dan pada perang Khandak, Beliau mengizinkannya yang
ketika itu usianya 15 tahun. Beliau termasuk sahabat yang banyak meriwayatkan
hadits.
Muhammad bin Ka’ab bin Sulaim Al Qurazhiy adalah seorang ulama
yang tsiqah (terpercaya), ia wafat pada tahun 120 H.
Zaid bin Aslam adalah maula (budak yang dimerdekakan) Umar bin
Khaththab radhiyallahu anhu, ia adalah seorang yang tsiqah. Wafat pada tahun
136 H.
Qatadah bin Di’amah As Sadusi adalah seorang mufassir dan hafizh
yang kuat hafalannya, ia wafat kira-kira pada tahun 117 H.
Auf bin Malik Al Asyja’i adalah seorang sahabat, dan perang yang
pertama kali dihadirinya adalah perang Khaibar. Banyak para tabi’in yang
meriwayatkan darinya, ia wafat pada tahun 73 H.
Kalimat, “Kami hanya bersendagurau dan
berbincang-bincang saja” maksudnya kami tidak bermaksud menghina, yang kami
ucapkan hanyalah sendagurau dan main-main saja sebagaimana berbincangnya
sebuah kafilah untuk melupakan kelelahan dalam perjalanan. Berkenaan dengan ini, turun surat
At Taubah ayat 65-66,
“Dan
jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu),
tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya Kami hanyalah bersendagurau
dan bermain-main saja." Katakanlah, "Apakah dengan Allah,
ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?"--- Tidak usah kamu
minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan
kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain)
disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (Terjemah Qs. At Taubah:
65-66)
Abu Bakr bin Al ‘Arabiy mengatakan, “Kata-kata
mereka tidak lepas dari keseriusan atau hanya main-main, namun bagaimana pun
juga itu adalah kekufuran, karena bermain-main dengan melakukan kekufuran
adalah sebuah kekafiran
tanpa ada perselisihan lagi di kalangan ummat.”
Ayat “Katakanlah,
"Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok?” adalah pertanyaan untuk
mengingatkan dan menampakkan keanehan; yakni apa pantas mereka mengolok-olok
perkara yang sangat agung ini dan bagaimana bisa kebenaran dijadikan bahan
olok-olokan.
Ayat "Apakah dengan Allah”
yakni dengan Dzat-Nya, nama-nama-Nya, dan sifat-Nya.
Dan dengan “Ayat-ayat-Nya”
Misalnya mengolok-olok Al Qur’an, mengolok-olok pahala atau siksa yang
disebutkan dalam Al Qur’an, atau mengolok-olok salah satu ajaran Islam seperti
shalat, zakat, puasa dan hajji.
Termasuk ke dalamnya mengolok-olok
ayat-ayat Allah yang kauniyyah seperti mengolok-olok ketetapan Allah, misalnya
mengatakan, “Mengapa Allah menciptakan barang yang membahayakan ini?”
dengan nada mengolok-olok.
*********
Catatan:
Istihzaa’ atau mengolok-olok terbagi
menjadi dua bagian:
1. Istihzaa’ yang sharih (tegas).
Contoh istihza’ yang sharih adalah seperti pada
kata-kata orang munafik dalam hadits di atas, “Kami tidak pernah melihat
orang-orang yang seperti para pembaca Al Qur’an ini, dimana mereka adalah orang
yang paling besar perutnya (rakus), paling dusta lisannya dan paling pengecut
ketika bertemu musuh (yang dimaksud adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam dan para sahabat)” atau pada kata-kata sebagian orang terhadap agama
Islam “Agama kalian adalah agama yang sudah kuno”, dsb. –na’udzu billah min dzalik-.
2.
Istihzaa’
yang tidak sharih (tidak
tegas).
Contoh istihza’ yang tidak sharih
adalah berisyarat dengan mata atau dengan mulut atau lisan sebagai penghinaan
atau ejekan. Misalnya mencemooh Al Qur’an sebagai penghinaan.
*********
Ayat “Tidak usah kamu minta maaf,
karena kamu kafir sesudah beriman” yakni karena kata-kata yang diucapkannya
itu.
Hal ini menunjukkan bahwa di antara
permintaan maaf, ada yang tidak pantas diterima maafnya, yakni jika dimaafkan
bukan malah memperbaiki dirinya, tetapi malah semakin jauh dari kebaikan.
Meskipun hukum asalnya, jika ada yang meminta maaf harus dikasihani dan
dimaafkan, namun orang yang seperti ini tidak layak dimaafkan.
Ayat di atas juga menunjukkan bahwa
sikap tegas perlu dilakukan pada saatnya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang
bersikap tegas pada saat dibutuhkan ketegasan dan bersikap lunak pada saat
dibutuhkan sikap lunak. Akan tetapi hukum asal dalam bermuamalah dengan
musuh-musuh Allah adalah bersikap tegas
atau keras. Sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala dalam menyifati
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya,
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ
وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan
orang-orang yang bersamanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi
berkasih sayang sesama mereka.” (Terj. Qs. Al Fat-h:
29)
Namun, menggunakan kelembutan untuk
mendakwahkan dan mengajak mereka kepada Islam bisa saja menjadi baik.
Sedangkan ayat “Karena kamu
kafir sesudah beriman” Syaikh As Sa’diy berkata, "Hal itu karena
sesungguhnya mengolok-olok Allah dan Rasul-Nya adalah kekufuran yang
mengeluarkan dari Islam, juga karena pokok agama itu didasari atas pengagungan
kepada Allah, juga memuliakan agama-Nya dan Rasul-Nya. Mengolok-olok salah
satunya menafikan hal itu dan sangat bertentangan sekali.”
Al Fakhrur Raaziy dalam Tafsir Al
Kabir berkata,
“Sesungguhnya mengolok-olok agama bagaimana pun juga adalah kekufuran kepada Allah.
Hal itu, karena mengolok-olok adalah merendahkan, sedangkan tolok ukur utama
dalam keimanan adalah rasa pengagungan kepada Allah semampu mungkin, dan
mustahil keduanya bersatu.”
Ayat “Jika Kami memaafkan
segolongan kamu, niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain)” Yakni
tidak bisa dimaafkan semuanya dan segolongan di antara kamu perlu dihukum.
Meskipun kalau mereka bertobat, maka tobatnya diterima.
Syaikh As Sa’diy berkata, “Dan bahwa
barang siapa yang mengolok-olok salah satu bagian dari kitab Allah atau sunnah
Rasul-Nya yang sah atau merendahkannya, mencacatkannya atau ia mengolok-olok
Rasul atau merendahkannya, maka ia telah kafir kepada Allah Yang Maha Agung,
dan bahwa tobat diterima dari setiap dosa meskipun besar.”
Kesimpulan:
1. Menerangkan isi hati kaum munafik yang menyimpan permusuhan
kepada Allah, Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam, dan kaum mukmin.
2. Mengolok-olok Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya shallallahu
alaihi wa sallam adalah kekafiran meskipun bercanda.
3. Melaporkan orang fasik
kepada penguasa untuk mencegah kemungkaran yang dilakukannya.
4. Bersikap tegas kepada musuh-musuh Allah (orang-orang kafir dan
munafik) dan berkasih sayang dengan kaum mukmin.
5. Di antara alasan ada yang tidak bisa diterima.
6. Berhati-hati terhadap kemunafikan.
7. Mengolok-olok Allah, Rasul, dan Al Qur’an merupakan salah satu
pembatal keislaman.
Catatan:
Tentang bercanda
Bercanda boleh-boleh saja, namun
dengan syarat:
1. Tidak bercanda yang mengandung nama
Allah, ayat-ayat-Nya, Sunnah Rasul-Nya atau syi’ar-syi’ar Islam dan
perkara-perkara yang termasuk bagian Islam.
2. Bercanda tersebut isinya benar, tidak
dusta. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
وَيْلٌ لِلَّذِي
يُحَدِّثُ, فَيَكْذِبُ
; لِيَضْحَكَ بِهِ
اَلْقَوْمُ, وَيْلٌ
لَهُ, ثُمَّ
وَيْلٌ لَهُ
“Celakalah orang yang berbicara dengan berdusta, hanya sekedar
untuk membuat orang-orang tertawa. Celakalah dia, kemudian celakalah dia.” (HR. Tiga orang
Ahli
hadits, dihasankan oleh Syaikh Al AlBani dalam Shahih At Tirmidzi 2315)
3. Tidak
menyakiti perasaan orang lain.
Bersambung…
Wallahu
a’lam wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa alaa alihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa
Maraaji’: Tahdzib
Tafsir Ibnu Katsir (oleh jamaah para ulama), Syarh Kitab At Tauhid
(Syaikh Shalih Abd. Aziz), Taisirul Kariimir Rahman (Syaikh As Sa’diy), Al
Qaulul Mufiid (Syaikh Ibnu ‘Utsaimin), Nawaaqidhul Iman (Dr. Abdul
‘Aziz ‘Ali Al ‘Abdul Lathiif), Tafsir Al Qurthubiy, At Tibyaan Syarh
Nawaaqidhil Iman (Syaikh Sulaiman Al ‘Ulwaan), As Saiful Battar
(Mamduh bin ‘Ali), Etika seorang muslim (Cet. Darul Haq), ‘Aqidatut Tauhid
(Dr. Shalih Al Fauzan), dll.
0 komentar:
Posting Komentar