Keseimbangan Ajaran Islam

بسم الله الرحمن الرحيم
Keseimbangan Ajaran Islam
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini pembahasan tentang keseimbangan ajaran Islam. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Keseimbangan ajaran Islam
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas, ia berkata, “Ada tiga orang yang datang ke rumah istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk bertanya tentang ibadah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Saat mereka diberitahu, maka sepertinya mereka menganggapnya sedikit, lalu mereka berkata, "Bagaimanakah keadaan kami dibanding Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang telah diampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang. Salah seorang dari mereka berkata, "Adapun saya, maka saya akan shalat malam selama-lamanya." Yang lain berkata, "Saya akan berpuasa selama-lamanya dan tidak akan berbuka." Sedangkan yang lain lagi berkata, "Saya akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya." Maka datanglah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada mereka dan berkata,
«أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي»
"Kalian yang berkata begini dan begitu. Ketahuilah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling takwa kepada-Nya dibandingkan kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat dan aku tidur, dan aku menikahi wanita. Barang siapa yang tidak suka sunnahku, maka bukan termasuk golonganku."
Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada ‘Aun bin Abi Juhaifah, dari ayahnya ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan antara Salman dengan Abu Darda, lalu Salman megunjungi Abu Darda, dilihatnya Ummu Darda dalam keadaan memakai pakaian yang sederhana, lalu Salman berkata kepadanya, “Ada apa denganmu?” Ummu Darda menjawab, “Saudaramu, yaitu Abu Darda tidak butuh kepada dunia.” Kemudian datanglah Abu Darda lalu menyiapkan makanan untuknya, dan berkata, “Makanlah.” Ia menjawab, “Aku sedang berpuasa.” Salman juga berkata, “Aku tidak akan makan sampai kamu mau makan.” Maka Abu Darda pun ikut makan. Ketika tiba malam hari, maka Abu Darda pergi untuk shalat malam, lalu Salman berkata, “Tidurlah dulu.” Kemudian Abu Darda tidur lalu bangun, maka Abu Darda pergi untuk shalat malam, Salman berkata, “Tidurlah dulu.” Lalu Abu Darda tidur kemudian bangun. Salman berkata lagi, “Tidurlah dulu.” Di akhir malam, Salman berkata, “Sekarang, bangunlah!” maka keduanya pun shalat, lalu Salman berkata kepadanya, “Sesungguhnya Tuhanmu mempunyai hak atasmu, dirimu mempunyai hak atasmu, dan keluargamu mempunyai hak atasmu. Maka berikanlah yang mempunyai hak akan haknya.” Kemudian Abu Darda mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyampaikan kata-kata Salman itu, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salman benar.”
Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, dan lainnya meriwayatkan dari Abdullah bin 'Amr radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepadaku, "Aku diberitahukan bahwa kamu (selalu) melakukan qiyamullail dan berpuasa di siang hari." Aku (Abdullah bin 'Amr) berkata, "Ya, wahai Rasulullah", Beliau bersabda,
فَصُمْ وَاَفْطِرْ ، وَصَلِّ ، وَنَمْ ، فَإِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًا ، وَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَإِنَّ لِزَوْرِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَإِنَّ بِحَسْبِكَ أَنْ تَصُوْمَ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ
"Berpuasalah dan berbukalah, lakukanlah qiyamullail dan tidurlah, karena badanmu memiliki hak atasmu, istrimu memiliki hak atasmu, dan tamumu memiliki hak atasmu. Sesungguhnya kamu cukup dengan berpuasa dalam sebulan tiga hari."
Hakikat seimbang
Seimbang atau sikap i’tidal maksudnya bersikap tengah-tengah dan sederhana dalam suatu urusan. Ini adalah sikap terbaik yang perlu dilakukan seorang muslim dalam bermuamalah dengan Tuhannya, dirinya, dan orang lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan bersikap sederhana dalam segala sesuatu, Beliau bersabda,
وَالْقَصْدَ الْقَصْدَ تَبْلُغُوْا
"Sedehanalah, sederhanalah niscaya kalian akan sampai." (HR. Bukhari)
Maksud hadits ini adalah, hendaknya kita bersikap tengah-tengah dalam mengerjakan amalan, niscaya kita akan mencapai kepada kesempurnaan.
Bersikap tengah-tengah dianjurkan dalam segala urusan. Ia merupakan akhlak yang layak dipakai seorang muslim dalam semua sisi kehidupannya, baik dalam berakidah, beramal, berinfak, bergaul, berbicara, makan, minum, dan sebagainya.
Seimbang dalam berakidah
Dalam berakidah, ia tidak bersikap ifrath (berlebihan sehingga melewati apa yang ditetapkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) dan tafrith (bersikap meremehkan), ia berada di tengah-tengah antara Qadariyyah (kaum yang mengingkari takdir) dan Jabriyyah (kaum yang mengingkari adanya pilihan bagi manusia), antara kaum Naashibah (memusuhi ahlul bait) dan Syi’ah Raafidhah (berlebihan terhadap ahlul bait), antara kaum Khawarij (kaum yang mengkafirkan pelaku dosa besar) dan Murji’ah (kaum yang menyatakan, bahwa dosa tidak berpengaruh apa-apa terhadap keimanan), antara kaum Mu’aththilah (yang menafikan sifat Allah) dan kaum Musyabbihah (yang menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya), dsb.
Seimbang dalam beramal
Dalam beramal, ia melaksanakan amalan yang wajib maupun sunat, namun tidak membebani dirinya di luar kemampuan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"إِنَّ الدِّينَ يُسْر، وَلَنْ يَشادَّ الدينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ، فسَدِّدوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا، وَاسْتَعِينُوا بالغُدْوة وَالرَّوْحَةِ، وَشَيْءٍ مِنَ الدُّلَجة"
“Sesungguhnya agama (Islam) mudah, tidak ada seorang pun yang hendak menyusahkan agama (Islam) kecuali ia akan kalah. Maka bersikap luruslah, mendekatlah, berbahagialah dan manfaatkanlah waktu pagi, sore dan ketika sebagian malam tiba.” (HR. Bukhari)
Sabda Beliau, “Sesungguhnya agama (Islam) mudah,” menunjukkan kemudahan agama ini baik dalam akidah maupun amalan. Akidah Islam mudah dicerna oleh akal pikiran, seperti tentang keesaan Allah, keberhakan-Nya untuk diibadahi karena Dia sebagai Pencipta alama semesta, tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak ada seorang yang setara dengan-Nya (lihat surat Al Ikhlas), berbeda dengan keyakinan trinitas yang dianut orang-orang Nasrani dan penuhanan makhluk yang  keadaannya lebih lemah daripada penyembahnya seperti yang dilakukan oleh orang-orang musyrik. Demikian pula dalam amalan, syariat Islam seluruhnya mudah dan perintah-perintahnya disesuaikan kemampuan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
“Shalatlah sambil berdiri. Jika tidak sanggup, maka sambil duduk. Jika tidak sanggup, maka sambil berbaring.” (HR. Bukhari dari Imran bin Hushain)
Sabda Beliau “tidak ada seorang pun yang hendak menyusahkan agama (Islam) Yakni menjalankan ibadah dengan sikap tasyaddud (mempersempit kelapangan Islam) dan ghuluw (melewati aturan yang ditetapkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) seperti menjadikan perkara sunat sebagai wajib, mengharamkan beberapa hal yang dihalalkan, dan tidak mau mengambil rukhshah (keringanan/kelonggaran dari Allah Azza wa Jalla).
Sabda Beliau, “kecuali dia akan kalah”, yakni akan bosan sendiri dan akhirnya ditinggalkan.
Namun tidak termasuk tasyaddud/ghuluw kalau seseorang berusaha ke arah kesempurnaan dalam mengerjakan ajaran Islam.
Sabda Beliau, “Maka bersikap luruslah” yakni tetaplah mengerjakan ajaran Islam tanpa tasaahul/bermalas-malasan dan tanpa tasyaddud/ghuluw (melewati aturan) seperti menambah-nambah atau berbuat bid’ah. Berdasarkan keterangan ini, seseorang akan merasakan kesulitan menjalankan agama ketika ia menambah-nambah ajaran Islam (berbuat bid’ah).
Sabda Beliau, “mendekatlah” yakni jika kamu tidak dapat mengerjakan seluruh ajaran Islam, maka berusahalah mengerjakan sebagian besarnya.
Sabda Beliau, “berbahagialah” yakni berbahagialah dengan pahala yang Allah janjikan, dan Dia tidak pernah mengingkari janji. Dengan seseorang mengingat-ingat pahala yang Allah janjikan, akan membuat seseorang semakin semangat dan ringan mengerjakan amal saleh[i].
Sabda Beliau, “manfaatkanlah waktu pagi, sore dan ketika sebagian malam tiba,” yakni usahakanlah selalu mengerjakan ibadah pada saat-saat kuat dan semangat mengerjakannya yaitu di waktu pagi, petang dan sebagian malam.
Seimbang dalam berinfak
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman memuji Ibadurrahman yang di antara sifatnya adalah,
وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَاماً
“Dan orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan (infak itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al Furqaan: 67)
Seimbang dalam bergaul
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنَ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ *
 “Orang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar terhadap gangguan mereka lebih besar pahalanya daripada orang mukmin yang tidak mau bergaul dengan mereka dan tidak sabar terhadap gangguan mereka.” (HR. Ibnu Majah dengan sanad hasan dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi (2507)(
Seimbang dalam berbicara
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata-kata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Seimbang dalam makan dan minum
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مَلَأَ ابْنُ آدَمَ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
“Anak Adam tidaklah mengisi suatu tempat yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah anak Adam memakan beberapa suapan yang dapat mengangkat tulang punggungnya, namun jika harus (lebih) maka cukup sepertiganya untuk makan, sepertiganya untuk minum, dan sepertiganya lagi untuk bernafas.” (HR. Tirmidzi dan ia menghasankannya).
Seimbang merupakan akhlak para nabi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْهَدْيَ الصَّالِحَ وَ السَّمْتَ الصَّالِحَ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِيْنَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ. 
“Sesungguhnya arahan yang baik dan perilaku yang lurus salah satu bagian dari tujuh puluh bagian kenabian.” (HR. Thabrani, dan dihasankan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1992)
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': http://islam.aljayyash.net/, Maktabah Syamilah versi 3.45, Mausu’ah Haditsiyyah Mushaghgharah (Markaz Nurul Islam Li abhatsil Qur’ani was Sunnah), Fathul Bari (Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani), Untaian Mutiara Hadits (Penulis), Tas-hihul Mafahim Al Khati’ah (penulis), dll.


[i] Ada beberapa cara untuk merasakan ringannya menjalankan ibadah, yaitu: (1) Merasakan bahwa ibadah tersebut tidak memakan waktu yang lama, (2) Mengingat nikmat yang Allah berikan kepada kita, (3) Melihat kaum salaf dalam beribadah, seperti Rasul shallallahu 'alahi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum, (3) Mengingat pahala yang Allah janjikan.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger