بسم الله الرحمن الرحيم
75
Masalah Penting (7)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut ini lanjutan 75
masalah penting yang perlu diketahui seorang muslim yang kami susun dalam
bentuk tanya-jawab; semoga Allah menjadikan risalah ini ikhlas karena-Nya dan
bermanfaat, Allahumma aamiin.
Pertanyaan kelimapuluh
dua:
“Terbagi menjadi
berapakah maksiat itu dan berikanlah penjelasan kepada kami tentang dosa besar
beserta contohnya?”
Jawab, “Maksiat itu
terbagi menjadi 2: Maksiat besar (dosa besar) dan maksiat kecil (dosa kecil)[i].
Maksiat atau dosa besar
adalah segala yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, yang disebutkan had (hukuman
di dunia) bagi yang mengerjakannya, atau adanya ancaman di akhirat baik berupa
azab, kemurkaan, atau mendapatkan
laknat. Contoh dosa besar adalah sebagai berikut:
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ
“Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang
membinasakan.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa saja itu?” Beliau
menjawab, “Syirk kepada Allah, melakukan sihir, membunuh jiwa yang diharamkan
Allah untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan
harta anak yatim, lari dari peperangan, dan menuduh berzina wanita mukminah
yang baik-baik lagi lengah terhadapnya.” (HR. Bukhari)
Termasuk ke dalam dosa
besar juga adalah menolak membayar zakat, tidak berpuasa Ramadhan tanpa ‘udzur
(alasan), tidak berhajji padahal mampu, durhaka kepada kedua orang tua,
memutuskan tali silaturrahim (hubungan kekerabatan), zina, liwath (homoseks),
memakan riba, memakan harta anak yatim atau menzaliminya, lari dari peperangan,
pemerintah menipu rakyat dan menzaliminya, sombong, ‘ujub (merasa bangga
terhadap diri atau amalnya), persaksian palsu, meminum-minuman keras, main
judi, ghulul (khianat dalam harta ghanimah/rampasan perang), membajak, sumpah
palsu, memakan harta yang haram, bunuh diri, sering berdusta, menerima suap,
laki-laki menyerupai wanita atau sebaliknya, riya’, belajar agama untuk meraih
dunia, menyembunyikan ilmu, khianat, Mann (menyebut-nyebut pemberian dan
menyakiti hati si penerima), mencoba-coba mendengar rahasia tanpa izin, mengadu
domba, ingkar janji, istri durhaka kepada suami, menggambar makhluk bernyawa
atau membuat patung, meratapi mayyit, menyakiti tetangga, menyakiti kaum
muslimin dan menghina mereka, melabuhkan kain hingga melewati mata kaki dengan
sombong, menasabkan dirinya kepada yang bukan bapaknya, mencegah kelebihan air,
mengurangi takaran dan timbangan, merasa aman dari makar Allah, putus asa dari
rahmat Allah, selalu meninggalkan shalat Jum’at dan jama’ah tanpa ‘uzur,
berwasiat yang isinya membahayakan ahli waris, Mukkas (memungut pajak pada
barang dagangan yang masuk ke dalam suatu negeri), memata-matai kaum muslimin
serta membuka tirai/rahasia yang ditutup oleh mereka, memakan bangkai, darah
dan memakan daging babi, mengajak kepada kesesatan atau mencontohkan hal yang
buruk dalam Islam, berisyarat kepada saudaranya dengan benda tajam, menyambung
rambut, mentato, mengikir gigi untuk kecantikan, meminum dengan bejana emas
atau perak, kufur nikmat, melakukan tindak kejahatan (ilhad) di tanah haram,
dsb.
Pertanyaan kelimapuluh tiga:
“Bisakah dosa kecil menjadi dosa besar?”
Jawab, “Ya, bisa, yaitu
apabila dosa kecil tersebut dilakukan terus-menerus, meremehkannya, bangga
dalam mengerjakannya atau terang-terangan melakukannya.”
Pertanyaan kelimapuluh
empat:
“Dengan apakah keburukan yang dilakukan
seseorang dapat terhapus?”
Jawab, “Dengan tobatnya,
istighfarnya, kebaikan yang dikerjakannya, doa orang lain untuknya, mendapat
syafa’at Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, mendapat musibah di dunia, terkena
azab kubur, terkena azab pada hari kiamat dan peristiwa yang dahsyat di hari
itu, serta dengan rahmat (kasih-sayang) Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
Pertanyaan kelimapuluh lima:
“Apakah dosa atau
maksiat memiliki pengaruh negatif?”
Jawab, “Ya. Terhadap
hati, pengaruhnya adalah membuat hati gelisah, gelap, hina, sakit dan
menjauhkannya dari Allah. terhadap ibadah, pengaruhnya adalah
menghalangi ketaatan, sebab terhalang mendapat doa Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, doa malaikat dan doa kaum mukminin. Terhadap rezeki,
pengaruhnya adalah tercegah dari mendapatkan rezeki, menghilangkan kenikmatan,
serta keberkahannya. Terhadap individu, pengaruhnya adalah menghilangkan
keberkahan umur, mengakibatkan kehidupan yang sempit, dan urusan menjadi sulit.
Terhadap amalan pengaruhnya adalah mencegah diterimanya amal. Sedangkan terhadap
masyarakat, pengaruhnya adalah menghilangkan nikmat iman, harta, anak,
keamanan, kesehatan, mengakibatkan bumi menjadi jauh dari keberkahan, ketenteraman
dan keamanan, dikuasainya oleh musuh, serta ditahan hujan dari langit, dsb.
Ibnul Qayyim dalam
kitab-Nya Ad Daa’ wad Dawaa’ serta kitabnya Al Fawaa’id
menjelaskan akibat dari perbuatan dosa, yaitu: Terhalangnya mendapatkan ilmu,
timbulnya kegelisahan di hati, dipersulitnya masalah, membuat lemah badan,
menghalangi ketaatan, diangkatnya keberkahan, sedikitnya mendapat taufiq,
membuat sempit dada, melahirkan keburukan, membuat terbiasa melakukan dosa,
menjadikannya hina di hadapan Allah, serta menjadikannya hina di hadapan
manusia, dilaknat oleh hewan, diliputi oleh kehinaan, dicap hatinya, diancam
mendapatkan laknat, ditolaknya doa, timbul kerusakan di darat dan lautan,
hilangnya rasa malu, hilangnya nikmat, turunnya azab, tertanamnya rasa takut di
hati, terjerat oleh belenggu setan, bisa mengakibatkan suu’ul khaatimah (akhir
hayat yang buruk), dan mendapatkan azab di akhiratnya.
Pertanyaan kelimapuluh enam:
“Apa hukum bertobat dan sampai kapan diterima?”
Jawab, “Tobat wajib
dilakukan segera ketika seseorang terjatuh ke dalam maksiat, ia melakukan
istighfar dan melakukan syarat-syarat tobat, yaitu, (1) Menyesali dosa yang
dilakukannya, (2) berniat sungguh-sungguh (‘azm) untuk tidak mengulanginya, (3)
meninggalkan dosa itu sekarang juga. Dan apabila dosanya berkaitan dengan hak
orang lain, maka ditambah dengan mengembalikan haknya.
Apabila seseorang
terjatuh lagi ke dalam dosa maka hendaknya ia bertobat kembali. Tobat ini
berlaku pada semua dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil. Pintu tobat tetap
dibuka selama matahari belum terbit dari barat dan ajal belum di tenggorokan. Dan perlu
diingat, bahwa seorang mukmin hendaknya berjalan di dunia ini menuju akhirat
dengan sikap antara rajaa’ (harap) dan khauf (cemas/khawatir). Ketika terjatuh
ke dalam maksiat, maka kedepankanlah rasa khauf (takut) dan ketika sudah bertobat
maka kedepankanlah rasa raja’ (berharap agar Allah mengampuni dosa anda).
Pertanyaan kelimapuluh tujuh:
“Apa saja sebab agar dicintai Allah?”
Jawab, “Ada beberapa
sebab agar dicintai Allah, di antaranya adalah membaca Al Qur’an dengan
mentadabburi dan memahami maknanya, mendekatkan diri kepada Allah dengan
melakukan amalan sunnah setelah amalan wajib, selalu berdzikr kepada Allah,
mendahulukan apa yang dicintai Allah apabila dihadapkan dua hal yang
dicintainya, mempelajari nama Allah dan sifat-Nya, memperhatikan nikmat Allah
baik yang tampak maupun tersembunyi serta memperhatikan pemberian-Nya kepada
kita agar membantu kita bersyukur, pasrah kepada Allah, dan menampakkan sikap
butuh kepada-Nya, qiyamullail di sepertiga malam terakhir dengan disudahi
istighfar dan tobat, duduk bersama orang-orang saleh yang cinta karena Allah
serta mengambil nasehat dari mereka, dan menjauhi sebab yang menghalangi hati
dari mengingat Allah.”
Pertanyaan kelimapuluh
delapan:
“Apa yang diinginkan setan dalam menggoda
manusia?”
Jawab, “Yang diinginkan
setan dari kita adalah agar kita menjadi temannya di neraka. Oleh karena itu,
dia menginginkan dari kita agar berbuat syirk atau kufur. Jika tidak berhasil,
maka dengan mendorong kita melakukan bid’ah dalam aqidah dan meninggalkan Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam serta para sahabatnya radhiyallahu 'anhum dalam
beraqidah. Jika tidak berhasil, maka dengan menjatuhkan kita ke dalam dosa-dosa
besar. Jika tidak berhasil, maka dengan menjatuhkan kita ke dalam dosa-dosa
kecil. Jika tidak berhasil, maka dengan menyibukkannya dengan masalah yang
mubah sehingga lupa terhadap ibadah. Jika tidak berhasil, maka dengan
menyibukkannya dengan amalan yang kurang utama. Jika tidak berhasil, maka
dengan bekerjasama dengan setan lain dari kalangan jin dan manusia untuk
mengganggunya agar berhenti melakukan ketaatan.”
Dalam hadits Jabir
disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
« إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِىءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُولُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِىءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ - قَالَ - فَيُدْنِيهِ مِنْهُ وَيَقُولُ نِعْمَ أَنْتَ » . قَالَ الأَعْمَشُ أُرَاهُ قَالَ « فَيَلْتَزِمُهُ » .
"Sesungguhnya Iblis menaruh singgasananya di atas air, lalu
dia mengirimkan tentaranya. Tentaranya yang paling dekat dengannya adalah
mereka yang paling besar godaannya. Salah seorang di antara mereka akan datang
dan berkata, "Saya telah melakukan ini dan itu," lalu Iblis berkata,
"Kamu belum melakukan apa-apa", kemudian datang yang lain dan berkata,
"Saya tidak meninggalkan seorang manusia sampai saya berhasil
menceraikannya dengan isterinya", maka setan tersebut didekatkan dengan
Iblis dan Iblis berkata, "Sebaik-baik tentara adalah kamu." Al A'masy
–seorang perawi hadits ini- berkata, "Saya kira Beliau juga berkata,
"maka Iblis memeluknya." (HR.
Muslim)
Pertanyaan kelimapuluh sembilan:
“Apa yang harus saya lakukan sebagai seorang muslim, dan sikap apa
yang sepantasnya saya lakukan terhadap Allah, Kitab-Nya, rasul-Nya, pemerintah Islam, dan kaum muslimin?”
Jawab, “Sikap yang
pantas anda lakukan sebagai seorang muslim adalah belajar agama[ii],
mengamalkannya, mendakwahkannya dan bersabar ketika mendakwahkannya.
Sikap yang pantas anda lakukan kepada
Allah di antaranya adalah beriman kepada-Nya, hanya beribadah kepada-Nya dan
tidak berbuat syirk, mengerjakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, cinta
karena-Nya dan benci pun karena-Nya, mencintai orang yang mencintai-Nya dan
membenci orang yang memusuhi-Nya (seperti orang-orang kafir), berjihad terhadap
orang-orang yang kafir kepada-Nya, mengakui nikmat-Nya dan bersyukur
kepada-Nya.
Sikap yang pantas anda lakukan
terhadap kitab-Nya di antaranya adalah dengan mengimaninya bahwa ia adalah
firman Allah bukan makhluk, karena firman termasuk sifat-Nya dan sifat-Nya
bukan makhluk, diturunkan dari Allah, dan tidak sama dengan perkataan manusia,
memuliakannya, membaca dengan sebenarnya, memperbagus suara ketika membacanya,
khusyu’ ketika membacanya, membenarkan isinya, mengambil pelajaran darinya,
merenungi isinya, mengamalkan ayat-ayat yang muhkam (Jelas) dan mengimani yang
mutasyabihatnya.
Sikap yang pantas anda lakukan
terhadap rasul-Nya di antaranya adalah mengimani bahwa ia adalah hamba Allah
dan utusan-Nya, serta mengamalkan konsekwensi dari iman kepadanya dengan
mengerjakan perintahnya, menjauhi larangannya, membenarkan sabdanya, dan
beribadah kepada Allah sesuai contohnya.
Sikap yang pantas anda lakukan
terhadap
pemerintah Islam, meskipun ia zalim –selama tidak melakukan kekufuran[iii]
- di antaranya adalah menaati
mereka selama perintahnya bukan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak
memberontak terhadap mereka, menasihati mereka dengan halus dan lembut (seperti
secara rahasia), mendoakan kebaikan untuk mereka supaya mereka dijaga Allah
dari ketergelinciran, diperbaiki keadaannya, dsb. Demikian juga berjihad di
belakang mereka, shalat Jum’at, ‘Ied dan shalat jama’ah bersama mereka dan
menyerahkan zakat kepada mereka. Termasuk sikap yang tidak pantas dilakukan
oleh seorang muslim adalah menjelek-jelekkan mereka dan menghina mereka.”
Sedangkan sikap yang pantas
dilakukan kepada seluruh kaum muslimin di antaranya adalah mencintai kebaikan
didapatkan mereka sebagaimana ia mencintai kebaikan didapatkan dirinya,
membimbing mereka dan mengarahkan mereka kepada kebaikan; kepada Tauhid, kepada
Sunnah dan kepada ketaatan.
Apa yang kami jelaskan
berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
اَلدِّينُ اَلنَّصِيحَةُ" ثَلَاثًا. قُلْنَا: لِمَنْ يَا رَسُولَ اَللَّهِ? قَالَ:" لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ اَلْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
“Agama
itu sikap tulus.” 3X, Para sahabat bertanya,
“Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, imam-imam
kaum muslimin, dan kaum muslimin semuanya.” (HR. Muslim)
Bersambung...
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa
Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
[i] Pembagian ini jangan sampai membuat kita meremehkan dosa,
karena laa shaghirata ma’al istimrar wa laa kabirata ma’al istighfar (tidak
ada dosa kecil kalau dilakukan terus menerus, dan tidak ada dosa besar jika
diiringi dengan istighfar) dan jangan lihat kecilnya dosa, tetapi lihat
kepada siapa kita bermaksiat?
[ii] Yakni mempelajari
kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dengan pemahaman salaful ummah (generasi
pertama Islam) dan pemahaman para ulama yang mengikuti jejak mereka.
[iii] Kita tidak boleh
memberontak kepada pemerintah kecuali jika telah terpenuhi tiga syarat:
Pertama, pemerintah telah melakukan
kekafiran yang jelas.
Kedua, ada dalil tentang kafirnya
perbuatan itu.
Kedua syarat ini berdasarkan hadits
berikut,
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ دَعَانَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَبَايَعْنَاهُ فَكَانَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِى مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةٍ عَلَيْنَا وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ قَالَ « إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ »
.
Dari 'Ubadah bin Ash Shaamit ia berkata, “Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memanggil kami, lalu kami membai'at
Beliau. Di antara isi bai'atnya kepada kami adalah kami harus mendengar dan
taat (kepada pemerintah) baik dalam hal yang kami senangi maupun yang tidak
kami senangi, baik ketika sulit maupun ketika mudah serta mendahulukan hak
pemerintah di atas hak kami, kami juga dilarang mengambil kekuasaan yang
dimiliki seseorang, Beliau bersabda, "Kecuali jika kamu melihat kekufuran
yang nyata dan kamu memiliki dalil/alasan dari sisi Allah tentang hal
itu." (HR. Muslim)
Ketiga, Yang mengkafirkan adalah ulama
berdasarkan surat An Nisaa': 83, kata-kata "Ulil amri" di ayat
tersebut adalah ulama.
Keempat, tidak menimbulkan bahaya yang lebih
besar.
0 komentar:
Posting Komentar