بسم الله الرحمن الرحيم
75
Masalah Penting (2)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut ini lanjutan 75
masalah penting yang perlu diketahui seorang muslim yang kami susun dalam
bentuk tanya-jawab; semoga Allah menjadikan risalah ini ikhlas karena-Nya dan
bermanfaat, Allahumma aamiin.
Pertanyaan kelimabelas:
“Apa yang dimaksud
dengan iman?”
Jawab, “Iman adalah pembenaran di hati
(meyakini), pengakuan di lisan (seperti mengikrarkan Laailaahaillallah) dan
amal (praktek) dengan anggota badan. Iman bisa bertambah dengan melakukan ketaatan
dan bisa berkurang dengan melakukan kemaksiatan. Ia memiliki 60 cabang lebih
(sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari), yang paling tinggi adalah pengakuan
“Laailaahaillallah” dan yang paling bawah adalah menyingkirkan sesuatu yang
mengganggu orang lain dari jalan dan malu sebagian dari iman. Rukun-Nya ada 6
yaitu: Beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
hari akhir, dan beriman kepada qadar Allah yang baik maupun yang buruk.”
Pertanyaan keenambelas:
“Apa maksud beriman
kepada Allah?”
Jawab, “Kita mengimani semua penjelasan Al
Qur’an dan As Sunnah yang berbicara tentang Allah ‘Azza wa Jalla, termasuk ke
dalam beriman kepada Allah adalah beriman kepada wujud Allah, rububiyyah-Nya,
uluhiyyah-Nya serta beriman kepada nama-nama dan sifat-Nya.
Pertanyaan ketujuhbelas:
“Apa maksud beriman
kepada malaikat?”
Jawab, “Kita mengimani semua penjelasan Al
Qur’an dan As Sunnah yang berbicara tentang malaikat Allah, termasuk ke dalam
beriman kepada malaikat adalah beriman tentang keberadaan mereka (wujud
mereka), nama mereka, sifatnya, dan tugas-tugas mereka.
Pertanyaan kedelapanbelas:
“Apa maksud beriman
kepada kitab-kitab Allah?”
Jawab, “Kita mengimani semua penjelasan Al
Qur’an dan As Sunnah yang berbicara tentang kitab-kitab Allah, termasuk ke
dalam beriman kepada kitab-kitab Allah adalah:
ü Beriman
bahwa kitab-kitab tersebut benar-benar turun dari sisi Allah ‘Azza wa Jalla,
ü Beriman
kepada kitab-kitab Allah tersebut baik secara tafshil maupun ijmal. Secara
tafshil maksudnya kita mengimani penjelasan Al Qur’an dan As Sunnah yang
menyebutkan tentang kitab-kitab Allah secara rinci seperti namanya adalah kitab
ini diberikan kepada nabi yang bernama ini dsb. Sedangkan secara ijmal
maksudnya kita mengimani bahwa Allah telah menurunkan kitab kepada
rasul-rasul-Nya meskipun tidak disebutkan nama kitab tersebut dalam Al Qur’an
dan As Sunnah.
ü
Membenarkan berita yang ada dalam
kitab tersebut yang masih murni (belum dirubah) seperti berita Al Qur’an dan
berita kitab-kitab yang belum dirubah. Kita katakan ‘yang masih murni’
karena kitab-kitab sebelum Al Qur’an tidak dijaga kemurniannya sebagaimana Al
Qur’an dijaga oleh Allah Ta’ala. Allah berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Qur’an dan sesungguhnya
Kamilah yang menjaganya.” (QS. Al Hiijr: 9)
Sedangkan
kitab-kitab sebelum Al Qur’an seperti Taurat dan Injil sudah dicampuri oleh
tangan-tangan manusia dengan diberikan tambahan, dirubah, dikurangi, atau
dihilangkan sehingga tidak murni lagi seperti keadaan ketika diturunkan. Oleh
karena itu, kita hanya membenarkan berita dari kitab-kitab tersebut yang
dibenarkan oleh Al Qur’an dan As Sunnah dan kita mendustakan berita-berita yang
didustakan oleh Al Qur’an dan as Sunnah.
ü Mengamalkan
hukum yang terkandung dalam kitab-kitab tersebut selama belum dihapus disertai
dengan sikap ridha dan menerima. Namun setelah diturunkan Al Qur’an, maka
kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al Qur’an sudah mansukh (dihapus) tidak
bisa diamalkan lagi, yang diamalkan hanya Al Qur’an saja atau hukum yang
dibenarkan oleh Al Qur’an saja. Sulaiman bin Habib pernah berkata, “Kita
hanya diperintah beriman kepada Taurat dan Injil dan tidak diperintah
mengamalkan hukum yang ada pada keduanya.”
Pertanyaan kesembilanbelas:
“Apa maksud beriman
kepada rasul-rasul Allah?”
Jawab, “Kita
mengimani semua penjelasan Al Qur’an dan As Sunnah yang menyebutkan tentang
mereka, termasuk beriman kepada mereka adalah:
ü Beriman
bahwa risalah mereka adalah benar-benar dari sisi Allah, barangsiapa yang kafir
kepada risalah salah seorang dari mereka, maka sama saja kafir kepada semua
rasul.
ü Beriman
kepada para nabi baik yang diberitahukan kepada kita namanya maupun yang tidak
diberitahukan namanya.
ü Membenarkan
berita yang mereka sampaikan.
ü Mengamalkan
syariat rasul yang diutus kepada kita. Dan rasul yang diutus kepada kita sekarang
adalah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam –Beliau adalah penutup para nabi,
tidak ada lagi nabi setelahnya-, dan Beliau diutus kepada seluruh manusia-.
Pertanyaan keduapuluh:
“Apa maksud beriman
kepada hari kiamat?”
Jawab, “Kita
mengimani semua penjelasan Al Qur’an dan As Sunnah yang berbicara tentang keadaan setelah mati,
seperti: Fitnah kubur[i], azab kubur dan nikmat kubur, ba’ts
(kebangkitan manusia), hasyr (pengumpulan manusia), hisab, mizan (timbangan),
haudh (telaga), shirat (jembatan), syafa’at, surga, neraka, dan sebagainya.
Termasuk beriman kepada hari akhir
adalah beriman kepada tanda-tanda hari kiamat. Tanda-tanda tersebut ada yang
kecil dan ada yang besar. Tanda yang kecil maksudnya tanda-tanda yang
menunjukkan sudah dekatnya hari kiamat, sedangkan tanda-tanda yang besar
maksudnya tanda
yang menunjukkan sudah sangat dekatnya hari kiamat, di mana tanda yang satu
diringi oleh tanda berikutnya.
Di antara
tanda kecilnya berdasarkan beberapa hadits yang shahih adalah:
ü
Apabila seorang budak wanita
melahirkan tuannya[ii], dan
orang-orang yang sebelumnya tidak beralas kaki, tidak berpakaian lagi sebagai
pengembala akan berlomba-lomba meninggikan bangunan.
ü
Terjadinya peperangan antara kaum
muslimin dengan orang-orang Yahudi dan menangnya kaum muslimin dalam peperangan
tersebut sampai-sampai orang yahudi berlindung di balik batu dan pohon,
sehingga batu dan pohon berkata, “Wahai muslim! Wahai hamba Allah! Ini orang
yahudi ada di belakangku. Kemarilah, bunuhlah dia," kecuali pohon
Gharqad, ia tidak akan memberitahukannya, karena ia pohon yahudi.
ü
Ilmu akan diangkat (dengan banyaknya para
ulama yang wafat).
ü
Perzinaan merajalela.
ü
Wanita lebih banyak daripada laki-laki.
ü
Amanah akan disia-siakan dengan diserahkan
masalah kepada yang bukan ahlinya.
ü
Adanya seseorang yang melewati
sebuah kuburan, lalu ia mengatakan “Andaikan aku menempati kuburnya.”
ü
Manusia bermegah-megahan dalam
masalah masjid (dalam hal bangunannya).
ü
Banyaknya pembunuhan (Al Harj).
ü
Banyaknya gempa bumi.
Sedangkan tanda besarnya
adalah seperti yang disebutkan dalam hadits berikut,
إِنَّهَا لَنْ تَقُومَ حَتَّى تَرَوْنَ قَبْلَهَا عَشْرَ آيَاتٍ فَذَكَرَ الدُّخَانَ وَالدَّجَّالَ وَالدَّابَّةَ وَطُلُوعَ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَنُزُولَ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَأَجُوجَ وَمَأْجُوجَ وَثَلَاثَةَ خُسُوفٍ خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ وَخَسْفٌ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَآخِرُ ذَلِكَ نَارٌ تَخْرُجُ مِنَ الْيَمَنِ تَطْرُدُ النَّاسَ إِلَى مَحْشَرِهِمْ *
“Sesungguhnya kiamat tidak akan tegak sampai kalian melihat sebelumnya
sepuluh tanda: Dukhan (asap), Dajjal, Daabbah (binatang melata)[iii],
terbitnya matahari dari barat, turunnya Isa putera Maryam, keluarnya Ya’juj dan
Ma’juj, adanya tiga khasf (penenggelaman bumi) di timur, di barat dan di
jazirah Arab, dan yang terakhir dari semua itu adalah adanya api yang keluar
dari Yaman yang menggiring manusia ke tempat berkumpulnya.” (HR. Muslim)
Pertanyaan keduapuluh
satu:
“Apa maksud beriman
kepada qadar Allah yang baik dan yang buruk?”
Jawab, “Maksudnya
adalah kita mengimani bahwa semua yang terjadi, yang baik maupun yang buruk
adalah dengan qadha’ Allah dan qadar-Nya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berbuat
adil (tidak berbuat zalim) dalam qadha’ dan qadar-Nya. Semua yang
ditaqdirkan-Nya adalah sesuai hikmah yang sempurna yang diketahui-Nya. Allah
Ta’ala tidaklah menciptakan keburukan tanpa adanya maslahat, namun keburukan
dari sisi buruknya tidak bisa dinisbatkan kepada-Nya. Tetapi keburukan termasuk
ke dalam bagian ciptaan-Nya. Namun jika dihubungkan kepada Allah Ta’ala, maka
hal itu adalah keadilan, hikmah (kebijaksanaan), dan sebagai rahmat (kasih-sayang-Nya),
dan keburukan tidaklah masuk ke dalam sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Milik-Nyalah
seluruh kesempurnaan. Allah Ta’ala berfirman:
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
“Apa saja nikmat yang
kamu peroleh adalah berasal dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu,
maka disebabkan (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. An Nisa’ : 79)
Yakni
segala yang diperoleh manusia berupa kebaikan dan kenikmatan adalah dari Allah
Ta’ala, sedangkan keburukan yang menimpanya adalah karena dosa-dosanya, dan
tidak ada celah untuk keluar dari qadar yang ditetapkan Allah Ta’ala. Allah
Ta’ala yang menciptakan makhluk-Nya, maka tidak ada yang terjadi dalam
kekuasaan-Nya kecuali sesuai kehendak-Nya, namun Dia tidak meridhai kekufuran
terjadi pada hamba-hamba-Nya.
Meskipun
demikian, Allah telah memerintah hamba-hamba-Nya dan melarang, serta menjadikan
mereka bisa memilih tindakan yang akan dilakukan tanpa ada paksaan, bahkan
tindakan mereka itu terjadi sesuai kemampuan dan kehendak mereka namun tetap
tidak lepas dari kehendak Allah. Jika Allah kehendaki[iv]
maka akan terjadi, dan jika tidak, maka tidak akan terjadi. Dan Allah-lah yang
telah menciptakan mereka, menciptakan pula kemampuan pada mereka.
Beriman
kepada qadar Allah Ta’ala tidaklah sempurna kecuali dengan beriman kepada empat
perkara:
ü Beriman
bahwa Allah Ta’ala mengetahui (‘ilm) segala sesuatu baik secara garis besar
(jumlah) maupun secara tafshil (rinci), Dia juga mengetahui semua makhluk-Nya
sebelum menciptakan mereka, mengetahui rezeki mereka, ajal, ucapan, dan amal
mereka, mengetahui semua gerakan, dan yang diamnya dari mereka, mengetahui
rahasia dan yang terang-terangan dari mereka, juga mengetahui siapa penghuni
surga dan siapa penghuni neraka[v].
ü Beriman
bahwa Allah Ta’ala telah mencatat (kitaabah) semua itu dalam sebuah kitab (Al
Lauhul Mahfuzh)[vi], Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
كتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Allah
telah mencatat takdir semua makhluk lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan
langit dan bumi.” (HR. Muslim)
ü Beriman bahwa semua yang terjadi adalah
dengan kehendak (masyi’ah) Allah Ta’ala; antara rahmat-Nya dan hikmah-Nya. Apa
yang dikehendaki-Nya akan terjadi dan yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan
terjadi[vii],
dan tidak ada yang dapat menolak kehendaknya[viii]
serta tidak ada yang dapat melemahkannya[ix].
ü Beriman bahwa Allah Ta’ala menciptakan
(khalq) segala sesuatu[x]
termasuk perbuatan hamba-hamba-Nya[xi].
Bersambung...
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa
Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
[i] Fitnah kubur adalah
pertanyaan kepada seorang mayit dalam kubur tentang Tuhannya, agamanya dan
nabinya. Fitnah kubur ini menimpa semua orang mukmin dan kafir kecuali orang
yang mati syahid (orang yang meninggal di jalan Allah). Hal itu, karena
kilatan pedang yang menimpa kepalanya sudah cukup sebagai fitnah/ujian baginya,
Fitnah kubur juga tidak menimpa kepada orang yang menjaga daerah perbatasan
(muraabith) sebagaimana disebutkan dalam hadits.
[ii] Tentang hal ini ada
beberapa tafsiran yaitu: 1) Maksudnya akan ada banyak budak wanita yang
melahirkan anak, seakan-akan budak-budak wanita itu adalah budak milik si anak,
karena budak-budak itu milik bapak si anak, 2) Maksudnya budak-budak wanita
melahirkan anak yang akan menjadi raja-raja, sehingga si budak wanita selaku
ibu menjadi rakyatnya, 3) Maksudnya menunjukkan sudah rusaknya zaman, di mana
ummahaatul aulaad (budak-budak yang melahirkan anak) banyak yang dijual, lalu
ada seorang anak yang membeli ibunya sedangkan ia tidak tahu kalau itu ibunya,
4) Maksudnya banyaknya pembangkangan/durhaka anak kepada kedua orang tua.
Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana seorang tuan
memperlakukan budaknya. Wallahu a’lam.
[iii] Dalam Al Qur’an dan
As Sunnah tidak disebutkan tentang sifat Daabbah, juga di mana keluarnya. Oleh
karena itu, sikap kita adalah menyerahkan ilmunya kepada Allah dan tidak bertakalluf
(memberatkan diri). Namun dari ayat 82 surat An Naml dapat ditarik kesimpulan
bahwa Daabbah akan memperingatkan manusia akan tibanya azab dan kebinasaan.
[iv] Perlu
diketahui bahwa terjadinya sesuatu dengan kehendak Allah, tidaklah menunjukkan
bahwa Allah mencintai perbuatan tersebut, karena iradah terbagi dua: Iradah
kauniyyah (kehendak Allah terhadap alam semesta) dan iradah syar’iyyah
(kehendak Allah yang memang diperintahkan dan dicintai-Nya). Perbedaan antara
kauniyyah dengan syar’iyyah adalah bahwa iradah kauniyyah itu belum tentu
dicintai Allah Ta’ala meskipun terwujud. Sedangkan iradah syar’iyyah itu sudah
tentu dicintai Allah Ta’ala meskipun belum/tidak terwujud. Lebih jelas
tentang iradah kauniyyah adalah seperti pada ayat berikut,
وَلَوْ
شَاءَ اللَّهُ
مَا اقْتَتَلَ
الَّذِينَ
مِنْ بَعْدِهِمْ
مِنْ بَعْدِ
مَا جَاءَتْهُمُ
الْبَيِّنَاتُ
وَلَكِنِ
اخْتَلَفُوا
وَلَكِنِ
اخْتَلَفُوا
فَمِنْهُمْ
مَنْ آمَنَ
وَمِنْهُمْ
مَنْ كَفَرَ
وَلَوْ شَاءَ
اللَّهُ مَا
اقْتَتَلُوا
وَلَكِنَّ
اللَّهَ يَفْعَلُ
مَا يُرِيدُ
"Dan kalau
Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang
kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka
ada diantara mereka yang beriman dan ada
di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah
mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki--Nya.”
(Al Baqarah : 254)
Terjadinya saling bunuh-membunuh pada ayat
tersebut adalah dengan kehendak Allah Ta’ala, karena setiap yang terjadi di
alam semesta ini adalah terjadi dengan kehendak Allah Ta’ala (sebagaimana telah
dijelaskan), tetapi kehendak Allah tersebut, bukanlah berarti bahwa Allah cinta
dengan perbuatan tersebut meskipun terwujud.
[v] Lihat QS. Ath
Thalaq : 12
[vi] Lihat QS. Al Hadid
: 22
[vii] Lihat QS. At Takwir
: 29
[viii] Lihat QS. Ar Ra’d :
11 dan QS. Ar Ra’d : 41
[ix] Lihat QS. Faathir :
44.
[x] Lihat QS. Al
Furqaan : 2
[xi]Lihat QS. Ash
Shaaffaat : 96
0 komentar:
Posting Komentar