بسم الله الرحمن الرحيم
Mengenal
Lebih Dekat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (11)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut lanjutan risalah mengenal lebih dekat Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam, semoga Allah menjadikan risalah ini ikhlas
karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma amin.
Di
antara wasiat Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
عَنِ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ قَالَ وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَعْدَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ رَجُلٌ إِنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلَالَةٌ فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
Dari ‘Irbadh bin Saariyah ia berkata, “Suatu
hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menasehati kami setelah shalat subuh
dengan nasehat yang sangat dalam, membuat mata berlinangan air mata, hati
terasa takut karenanya sehingga ada seseorang yang berkata, “Sesungguhnya ini
adalah nasehat perpisahan, apa wasiat engkau kepada kami wahai Rasulullah?”
Beliau bersabda, “Aku wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar
dan taat meskipun yang memerintahmu budak Habasyah, karena barang siapa yang
hidup setelahku nanti, ia akan melihat perselisihan yang banyak. Jauhilah oleh
kalian perkara yang diada-adakan[i],
karena sesungguhnya ia adalah sesat, maka siapa saja di antara kalian yang
menemukan zaman itu, ia harus berpegang dengan sunnahku dan sunnah para
khulafa’ raasyidin (khalifah yang lurus) setelahku yang mendapakan petunjuk[ii],
gigitlah ia dengan gerahammu.” (HR. Tirmidzi, ia berkata, “Hadits ini hasan
shahih.”)
عَنْ أَبِي ذَرّ جُنْدُبْ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذ بْن جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ "
[رواه الترمذي وقال حديث حسن وفي بعض النسخ حسن صحيح]
Dari Abu Dzar, Jundub bin Junadah dan Abu
Abdurrahman, Mu’adz bin Jabal radhiyallahu anhuma dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu
berada, iringilah keburukan dengan kebaikan niscaya kebaikan akan menghapusnya,
dan bergaullah dengan manusia memakai akhlak yang baik.“ (HR. Tirmidzi, dia berkata haditsnya
hasan, pada sebagian naskah disebutkan sebagai hasan shahih).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهم عَنْهم أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِي قَالَ لَا تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ لَا تَغْضَبْ *
Dari
Abu Hurairah bahwa ada seseorang yang berkata, “Wahai Rasulullah, wasiatkanlah
saya,” Beliau menjawab, “Jangan kamu marah”[iii],
Beliau mengulangi terus kata-kata itu, sabda Beliau, “Jangan kamu marah.” (HR.
Bukhari)
Kewajiban
kita terhadap Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
Kewajiban
kita terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebenarnya sudah
tersirat dalam syahadat Muhammad hamba Allah dan Rasul-Nya. Seorang yang
bersaksi (mengakui dan meyakini) bahwa Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
adalah hamba Allah maka mengharuskan dia tidak bersikap ifrath
(berlebih-lebihan memuji) terhadap Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, kita
tidak boleh menempatkan Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai tuhan
sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani kepada Isa putra Maryam,
dia juga tidak boleh berdoa kepada Beliau, meminta kepada Beliau, ruku’-sujud
kepada Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan sebagainya, karena Beliau
adalah hamba. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda,
لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ *(البخاري)
“Janganlah kalian memujiku berlebihan sebagaimana yang dilakukan
oleh orang-orang Nasrani kepada putra Maryam, aku hanyalah hamba-Nya,
katakanlah, “Hamba Allah dan utusan-Nya.” (HR. Bukhari)
Dan maksud Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam adalah rasul (utusan) Allah adalah seseorang
tidak boleh bersikap tafrith (meremehkan Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam).
Oleh karena Beliau adalah utusan Allah, maka sikap yang harus kita lakukan
terhadap Beliau adalah menaati perintahnya, menerima setiap yang datang darinya,
dan menjauhi larangannya, membenarkan setiap sabdanya, mencintai Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam di atas kecintaan terhadap anak, orang tua dan
manusia seluruhnya serta beribadah kepada Allah sesuai contohnya.
Selesai dengan
pertolongan Allah dan taufiq-Nya walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Wa shallallallahu
‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‘ala aalihihi wa shahbihi wa sallam
Marwan
bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah, Al Ushul Ats Tsalatsah (Muhammad
bin Abdul Wahhab), Nubadz min akhlaaqin Nabi (Abdul Hamid As Suhaibani), Quthuuf minasy Syamaa’ilil Muhammadiyyah (M. bin Jamil Zaenu), Mukhtashar siiratin
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (Abdul Ghaniy Al Maqdisi), I’rif
Nabiyyaka Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yaa bunayya (Abdul Majid Al Bayanuni), Minhaajul Muslim (Abu Bakar Al Jaza’iri), Riyaadhush Shaalihiin (Imam Nawawi), Untaian Mutiara Hadits
(Penulis), dll.
[i] Ini
menunjukkan haramnya berbuat bid’ah, kalau seseorang mengerjakan amalan yang
tidak dicontohkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu ia mengatakan
“Bukankah tidak ada larangannya?” Kita jawab, “Hadits inilah yang melarangnya.”
[ii] Hadits ini adalah
dalil yang tegas tentang solusi menghadapi zaman yang di sana banyak
perselisihan seperti di zaman kita sekarang, solusinya adalah berpegang dengan
Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman para sahabat atau As Salafus shaalih
(generasi pertama Islam).
[iii] Ada yang mengatakan, bahwa maksudnya jauhilah
sebab-sebab yang menimbulkan marah, ada pula yang mengatakan, bahwa maksudnya
jangan lakukan perbuatan yang timbul dari kemarahan. Dikatakan, bahwa Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam memberi wasiat sebatas ini karena penanya sering
marah-marah, dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasanya memberi fatwa
sesuai yang paling dibutuhkan oleh penanya. Ibnut Tiin berkata, “Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya, “Jangan kamu marah” menghimpun
kebaikan dunia dan akhirat, karena marah ujung-ujungnya bermusuhan, tidak mau
berkasih sayang, dan bisa menyakiti orang yang dimarahi…dst.” Bisa juga maksud
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya adalah memperingatkan
tentang sumber kerusakan, karena marah timbul dari hawa nafsu dan setan; di
mana keduanya mendorong kepada perbuatan buruk.
0 komentar:
Posting Komentar