بسم الله الرحمن الرحيم
75
Masalah Penting (1)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut ini 75 masalah
penting yang perlu diketahui seorang muslim[i]
yang kami susun dalam bentuk tanya-jawab; semoga Allah menjadikan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamiin.
Pertanyaan Pertama:
“Untuk apa Allah
menciptakan kita?”
Jawab, “Untuk beribadah
hanya kepada-Nya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ
وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Aku tidak menciptakan
jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzaariyat:
56)
Pertanyaan kedua:
“Mengapa Allah mengutus para rasul?”
Jawab, “Untuk mengajak
manusia menyembah hanya kepada Allah saja (tauhid) dan menjauhi sesembahan
selainnya (syirk) serta memberitahukan kepada manusia mana jalan yang diridhai
Allah dan mana jalan yang dimurkai-Nya.”
Pertanyaan ketiga:
“Dibangun atas dasar apa
agama Islam itu?”
Jawab, “Islam dibangun
di atas lima
perkara: syahadat Laailaahaillallah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan berhajji ke Baitullah bagi
yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah.”
Pertanyaan keempat:
“Apa makna “Laaailaahaillallah”
& “Muhammad Rasulullah”?”
Jawab, “Maknanya adalah “Laaa ma’buuda bihaqqin illallah” artinya “Tidak ada tuhan yang berhak
disembah/diibadahi kecuali Allah.” Hal ini menghendaki kita hanya beribadah
kepada-Nya dan meniadakan sesembahan selain-Nya. Sedangkan makna Muhammad
Rasulullah adalah meyakini dan mengakui bahwa Muhammad adalah benar-benar
utusan Allah, yang menghendaki kita menaati perintahnya, menjauhi larangannya,
membenarkan setiap sabdanya, dan beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala
sesuai contohnya.”
Pertanyaan kelima:
“Apa syarat-syarat
Laailaahaillallah?”
Jawab: “Syarat-syaratnya
adalah,
ü Mengetahui
maknanya (Ilmu)
ü Meyakininya
(Yakin)
ü Tulus (Ikhlas),
yakni mengucapkannya karena Allah, bukan karena dunia atau kepentingan lainnya.
ü Jujur (Shidq),
di mana hatinya juga membenarkan
ü Mencintai
kalimat itu (Mahabbah)
ü Mempraktekkan
dalam keseharian dengan hanya beribadah kepada Allah saja (Inqiyaad).
ü Menerima
(Qabuul).
Wahb bin Munabbih pernah ditanya,
“Bukankah “Laailaahaillallah” adalah kunci surga?” ia menjawab, “Ya, akan
tetapi setiap kunci memiliki gigi-gigi, jika kamu membawa kunci yang giginya
sesuai maka akan dibukakan (surga) untukmu. Namun jika tidak sesuai, maka tidak
akan dibukakan untukmu.” (Diriwayatkan oleh Bukhari secara mu’allaq
dalam kitab Al Janaa’iz)
Syarat-syarat Laailaahaillallah di
atas adalah gigi-gigi kunci surga.
Pertanyaan keenam:
“Kita diperintahkan
untuk mentauhidkan Allah baik dalam uluhiyyah, rububiyyah maupun asmaa’ wa
shifaat, jelaskan apa maksudnya?”
Jawab, “Tauhid
Uluhiyyah maksudnya kita mengarahkan ibadah hanya kepada Allah Ta’ala saja,
misalnya berdoa, bertawakkal, berkurban, meminta pertolongan dan perlindungan,
ruku’-sujud dan segala macam ibadah lainnya kepada Allah saja. Tauhid
Rububiyyah maksudnya kita meyakini bahwa Allah-lah satu-satunya yang
menciptakan, memberi rezeki, menguasai alam semesta dan yang mengurus semua
makhluk-Nya. Sedangkan Tauhid Asmaa’ wa Shifaat maksudnya kita meyakini
bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’ala memiliki nama-nama dan sifat sebagaimana yang
telah disebutkan Allah dalam Al Qur’an dan Rasul-Nya dalam As Sunnah dengan
tidak menyerupakan sifat Allah tersebut dengan sifat makhluk-Nya (tamtsil),
menanyakan bagaimana sifat Allah tersebut (takyif), meniadakan sifat Allah tersebut
(ta’thil) dan juga tidak menta’wilnya (tahrif).
Pertanyaan ketujuh:
“Apa agama para nabi?”
Jawab, “Agama para
Nabi semuanya adalah satu yaitu Islam sedangkan syari’at mereka berbeda-beda.
Hal ini, karena
Islam apabila diartikan
secara umum adalah beribadah hanya kepada Allah Ta’ala dan menjauhi sesembahan
selain Allah sesuai syari’at rasul yang diutus. Oleh karena itulah, bahwa agama
para nabi adalah Islam. Orang-orang yang mengikuti rasul di zaman rasul
tersebut diutus adalah orang Islam (muslim). Orang-orang Yahudi adalah muslim
di zaman Nabi Musa ‘alaihis salaam diutus, dan orang-orang Nasrani adalah
muslim di zaman Nabi ‘Isa ‘alaihis salaam diutus, adapun setelah diutus-Nya
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam maka orang muslim adalah orang yang
mengikuti (memeluk) agama Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan orang
yang tidak mau memeluk agama yang Beliau bawa adalah orang-orang kafir.
Pertanyaan kedelapan:
“Adakah Nabi lagi
setelah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam?”
Jawab, "Tidak ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam. Beliau adalah penutup para nabi, tidak ada lagi nabi
sesudahnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن
رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ
عَلِيماً
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di
antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Ahzaab: 40)
Pertanyaan kesembilan:
“Apa manfaat tauhid bagi
kita?”
Jawab: “Manfaat-Nya banyak sekali, di antaranya adalah mendapatkan
petunjuk dalam menjalani hidup di dunia dan mendapatkan keamanan di akhirat
nanti. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ
أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan
mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al An’aam: 82)
Pertanyaan kesepuluh:
“Amalan apa yang paling
utama setelah syahadat?”
Jawab, “Amalan yang
paling utama setelah syahadat adalah shalat lima waktu. Shalat memiliki kedudukan yang
tinggi dalam Islam, ia
adalah tiang Islam, pemisah antara seseorang dengan kekufuran, juga sebagai
wasiyat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terakhir kepada umatnya.
Dengan syahadat, shalat, dan zakat, maka darah seseorang dan hartanya
dijaga oleh Islam serta dengan itu pula ia menjadi saudara kita. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang amalan yang paling dicintai
Allah, Beliau menjawab, “Shalat pada waktunya.” (HR. Muslim). Di samping
itu, dengan shalat Allah akan menghapuskan dosa-dosa seseorang. Di antara bukti
lain yang menunjukkan tingginya kedudukan shalat dalam Islam adalah tidak
gugurnya kewajiban shalat dalam kondisi bagaimana pun, seperti dalam kondisi
perang dan dalam kondisi sakit betapa pun berat sakitnya. Oleh karena itu,
hendaknya seseorang memberikan perhatian yang dalam kepada shalat. Tidak pantas
bagi seorang muslim meremehkan sebuah perkara, di mana Allah dan Rasul-Nya
meninggikannya.
Pertanyaan kesebelas:
“Bagaimanakah cara kita
beribadah kepada Allah?”
Jawab, “Caranya adalah
dengan mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya dengan disertai rasa ikhlas
karena Allah dalam mengerjakannya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
مَن عَمِلَ عمَلاً لَيْسَ عَلَيهِ أمْرُنا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa
yang mengerjakan amalan yang tidak kami perintahkan, maka amalan itu tertolak.”
(HR. Muslim)
Hal ini adalah syarat
diterimanya ibadah.
Pertanyaan keduabelas:
“Haruskah dalam
beribadah kepada Allah ada rasa takut (khauf) dan berharap (rajaa’)?”
Jawab: “Ya, Allah Azza
wa Jalla berfirman,
وَادْعُوهُ خَوْفاً
وَطَمَعاً
“Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut
dan berharap.” (QS. Al A’raaf : 56)
Maksudnya takut terhadap
siksa-Nya dan berharap surga-Nya, disamping harus ada pula rasa cinta
(mahabbah) kepada Allah.
Pertanyaan ketigabelas:
“Apa maksud ihsan dalam beribadah?”
Jawab, “Maksudnya adalah
kita beribadah dengan merasakan pengawasan Allah kepada kita, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“(Ihsan adalah) kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu
melihat-Nya. Jika kamu tidak merasakan begitu, maka ketahuilah bahwa Dia
melihatmu.” (HR. Muslim)
Dalam hadits tersebut
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa ihsan terdiri dari dua
tingkatan. Tingkatan yang pertama –ini adalah tingkatan yang paling
tinggi- adalah beribadah kepada Allah seakan-akan kita melihat-Nya, hal ini
disebut ibadah thalab dan syauq (menngejar dan rindu); di mana dalam dirinya
ada motivasi untuk beribadah, ia tetap terus mendekatkan diri kepada Allah dan
mencari keridhaan-Nya.
Tingkatan yang kedua adalah seseorang
beribadah dengan merasakan bahwa Allah melihat dan menyaksikannya, ini disebut
juga ibadah harb dan khauf (karena takut kepada -Nya). Jika seseorang merasakan
hal ini (merasa diawasi Allah) dalam amalnya atau beramal atas dasar ini, maka
akan muncul ibadah karena takut kepada -Nya. Oleh karena itu, tingkatan ini di
bawah tingkatan sebelumnya.
Dan perlu
diketahui, bahwa ibadah dibangun atas dua pondasi: rasa cinta dan dzul
(penghinaan diri). Dari rasa cinta, timbul thalab (rasa untuk mengejar), dan
dari sikap dzul timbul rasa takut. Jika sikap ihsan ada pada seseorang, ia bisa
berbuat ikhlas, tidak mencari pujian, sanjungan dari manusia; sama saja baik
manusia melihatnya atau tidak. Bahkan termasuk sempurnanya keikhlasan seseorang
berusaha agar ibadahnya tidak diketahui oleh orang lain, kecuali jika
memperlihatkannya ada maslahat bagi kaum muslimin, agar mereka menirunya.
Pertanyaan keempatbelas:
“Apa manhaj (jalan yang
ditempuh) seorang muslim dalam menjalankan ibadah?”
Jawab, “Manhajnya adalah
I’tidal (tengah-tengah) antara sikap tasaahul/takaasul
(meremehkan atau bermalas-malasan) dan tasyaddud/ghuluw (mempersempit
keluasan Islam atau melewati aturan yang ditetapkan Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam), sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Al Qur’an,
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا
“Maka tetaplah kamu
pada jalan yang benar[ii],
sebagaimana diperintahkan kepadamu[iii]
dan orang yang telah bertobat beserta
kamu dan janganlah kamu melampaui batas[iv].”(QS.
Hud : 112)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ
“Sesungguhnya agama (Islam) mudah[v], dan tidak
ada seorangpun yang hendak menyusahkan agama (Islam)[vi] kecuali
akan kalah, maka bersikap luruslah[vii],
mendekatlah[viii], berbahagialah[ix] dan
gunakanlah waktu pagi, sore dan ketika sebagian
malam tiba[x].” (HR.
Bukhari)
Bersambung...
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa
Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
[i] Risalah ini penulis
susun kurang lebih delapan tahun yang
lalu, yaitu pada tanggal 18 Rabi’uts Tsani 1427 H, dan penulis edit kembali pada
tanggal 12 Jumada Tsaniyah 1435 H. Semoga Allah menjadikan risalah ini ditulis
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma amin.
[ii] Yakni tetaplah kamu
berada di atas ajaran Islam, jangan malas mengerjakannya atau meremehkannya.
[iii] Yakni dalam Al
Qur’an dan As Sunnah.
[iv] Yakni bersikap
tasyaddud dan ghuluw (melewati aturan yang ditetapkan Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam) seperti menjadikan yang sunat sebagai wajib, mengharamkan
beberapa hal yang dihalalkan, tidak mau mengambil rukhshah (keringanan dari
Allah) dsb. Dan tidak termasuk tasyaddud/ghuluw kalau seseorang berusaha ke
arah kesempurnaan dalam mengerjakan ibadah.
[v] Demikianlah agama
Islam, buktinya dalam bertobat cukup dengan berhenti dari perbuatan itu,
berniat keras untuk tidak mengulangi, dan adanya rasa penyesalan terhadap
perbuatan itu, sedangkan syari’at sebelumnya bertobat itu dengan membunuh
dirinya sendiri (sebagaimana yang terjadi pada bani Israil, lihat QS. Al
Baqarah: 54).
[vi] Yakni menjalankan
ibadah dengan sikap tasyaddud atau ghuluw.
[vii] Yakni kerjakanlah
ajaran Islam dengan tidak bersikap tasahul/takasul dan tasyaddud/ghuluw.
[viii] Yakni jika kamu
tidak dapat mengerjakan seluruh ajaran Islam, maka berusahalah mengerjakan
sebagian besarnya.
[ix] Yakni berbahagialah
dengan pahala yang Allah janjikan, dan Dia tidak pernah mengingkari janji.
[x] Yakni usahakanlah
selalu mengerjakan ibadah pada saat-saat kuat mengerjakannya yaitu di waktu
pagi, petang dan sebagian dari malam.
0 komentar:
Posting Komentar