Kisah Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu (Bag. 3)

بسم الله الرحمن الرحيم

Kisah Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu (Bag. 3)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini lanjutan kisah Umar bin Khaththab Al Faruq radhiyallahu 'anhu, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Kisah Umar dan ibu anak yatim
Pada suatu malam, Amirul mukminin Umar keluar berjalan di beberapa jalan Madinah agar hatinya tenteram melihat kondisi rakyatnya yang baik. Tiba-tiba, ia melihat pemandangan yang aneh, ia melihat di tengah kegelapan malam ada sebuah api yang menyala dari jauh.
Saat Umar mendekatinya bersama budaknya yang bernama Aslam, maka ia menemukan seorang wanita yang menyalakan api dan menaruh panci besar di atasnya, sedangkan di sampingnya ada anak-anak yang masih kecil berteriak karena kelaparan. Anak yang satu berkata, "Umi, aku mau makan." Yang satu lagi berkata, "Umi, aku akan mati karena kelaparan." Yang lain lagi hanya berteriak menangis tidak bisa bicara, maka Umar tertegun dengan kejadian itu dan bertanya kepadanya tentang sebab anaknya menangis.

Ibu itu pun berkata, "Mereka menangis karena kedinginan dan kelaparan."
Selanjutnya Umar hendak melihat panci yang diletakkan di atas api dan bertanya, "Bukankah di dalamnya terdapat makanan?"
Wanita itu langsung berkata sambil menangis, "Di dalamnya terdapat air yang aku letakkan di atas api agar mereka diam dan tidur, dan Allah yang akan mengurusi kami terhadap Umar."
Wanita ini tidak mengetahui bahwa orang yang berada di hadapannya adalah Amirul Mu'minin Umar.
Kemudian Umar bertanya kepadanya, "Tidak ada yang memberitahukan kepada Umar tentang keadaanmu?"
Wanita itu berkata, "Subhaanallah, dia yang memimpin kami namun melupakan kami."
Mendengar kalimat itu Umar bersedih dengan kesedihan yang dalam, maka Umar pergi bersama budaknya Aslam ke tempat penyimpanan Baitul Maal dan mengeluarkan sekantong tepung dan botol berisi minyak serta kantong yang berisi gula, lalu Umar berkata kepada budaknya, "Angkutkanlah ke atas punggungku."
Aslam berkata, "Apakah aku yang mengangkutnya ke atas punggungmu atau aku yang membawanya?"
Umar berkata, "Angkutlah ke atas punggungku. Apakah kamu siap memikul dosa-dosaku pada hari Kiamat?"
Umar pun segera membawa perbekalanan makanan itu kepada ibu itu beserta anak-anaknya dan menaruh di hadapannya tepung, minyak, dan gula, serta menyiapkan untuknya sesuatu untuk dibuat makanan. Ia pun segera meniupkan apinya hingga nyala agar makanan cepat matang.
Ketika makanan telah matang, maka Umar menyiapkannya kepada anak-anaknya dan meninggalkan perbekalan makanan itu kepada ibu itu. Umar berkata, "Besok, pergilah ke Amirul Mu'minin, nanti engkau akan mendapatkanku di sana insya Allah."
Umar pun memperhatikan anak-anaknya dan dilihatnya mereka bergembira, lalu ia berkata kepada budaknya, "Aku datang ketika mereka menangis. Oleh karena itu, aku ingin pulang sedangkan mereka dalam keadaan bergembira."
Selanjutnya wanita itu mendatangi Umar, dan ketika ia tahu bahwa orang yang mengantarkan makanan adalah Umar, ia pun takut, maka Umar berkata, "Jangan kamu takut ."
Lalu Umar menetapkan pemberian untuknya setiap bulan dari Baitul Maal.
Ibadah Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu
Meskipun Umar menanggung urusan umat, namun ia tidak lupa beribadah yang merupakan bekalnya menuju negeri Akhirat.
Di malam hari Umar melakukan qiyamullail lalu membangunkan keluarganya dan menyuruh mereka shalat malam sambil membacakan ayat,
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya." (QS. Thaahaa: 132)
Umar pernah ditanya, "Mengapa engkau tidak tidur?" Ia menjawab, "Jika aku tidur di siang hari, maka rakyatku akan terlantar, dan jika aku tidur di malam hari, maka diriku akan sia-sia."
Oleh karena takjubnya para sahabat terhadap ibadah Umar, maka ada seorang yang bernama Utsman bin Abil Ash, ia menikahi salah satu istri Umar setelah wafatnya dan setelah berlalu masa iddahnya. Ketika ditanya sebabnya, ia menjawab, "Demi Allah, aku tidaklah menikahi karena ingin harta dan anaknya, tetapi aku menikahi agar ia memberitahukan kepadaku tentang ibadah Umar."
Keteladanan Umar radhiyallahu 'anhu
Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu pernah mencium Hajar Aswad, lalu ia berkata, "Sesungguhnya aku mengetahui bahwa engkau hanyalah sebuah batu, yang tidak dapat menimpakan bahaya dan manfaat. Kalau bukan karena aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menciummu, maka aku tidak akan menciummu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Nafi' berkata, "Orang-orang mendatangi pohon yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah dibai'at di bawahnya dalam Baia'atur Ridhwan, lalu mereka melakukan shalat di dekatnya, maka sampailah berita itu kepada Umar, lalu Umar memperingatkan mereka dan memerintahkan pohon itu untuk ditebang."
Umar melakukan hal itu karena khawatir adanya keyakinan dalam diri manusia, bahwa pohon itu memberikan manfaat atau menimpakan madharat sehingga mereka terjatuh ke dalam kemusyrikan.
Kedermawanan Umar radhiyallahu 'anhu
Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengajak manusia bersedekah, maka Umar menyedekahkan separuh hartanya di jalan Allah Azza wa Jalla.
Salah seorang tabi'in pernah berkata, "Suatu hari aku berada di dekat Umar, lalu Beliau diberikan 22.000 dirham, ia tidaklah bangun dari tempat duduknya sampai ia membagi-bagikannya. Ia juga apabila takjub terhadap hartanya, maka ia segera menyedekahkannya, dan ia sangat sering menyedekahkan gula, lalu ada yang bertanya sebabnya, maka ia menjawab, "Sesungguhnya aku mencintainya, sedangkan Allah Ta'ala berfirman, "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehagian harta yang kamu cintai." (Terj. QS. Ali Imran: 92)
Kezuhudan Umar radhiyallahu 'anhu
Umar radhiyallahu 'anhu termasuk pemimpin dalam kezuhudan. Ia tidak menyukai keindahan dunia dan perhiasannya. Oleh karena itu, kehidupannya sederhana, makanannya biasa saja dan sampai memakai pakaian yang bertambal.
Suatu ketika Umar dicela karena memilih memakan makanan yang rendah, lalu ia berkata, "Kalau aku mau, tentu aku akan memakan makanan yang paling enak dan paling lembut. Akan tetapi, aku khawatir kebaikanku berkurang karenanya. Sesungguhnya aku meninggalkan dua kawanku (Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan Abu Bakar radhiyallahu 'anhu) dalam keadaan bersungguh-sungguh. Aku khawatir jika menyelisihi jalan keduanya, aku tidak mencapai mereka dalam satu tempat (di surga)."
Ketawadhu'an Umar radhiyallahu 'anhu
Suatu ketika Umar keluar dari masjid bersama salah seorang sahabat, lalu ditemuinya seorang wanita tua yang sedang duduk di pinggir jalan dan mengucapkan salam kepadanya, Umar pun menjawab salamnya. Wanita tua itu berkata, "Hai Umar! Dahulu aku melihatmu masih kecil di pasar Ukazh dipanggil Umair. Kamu melawan anak-anak kecil yang lain. Hari pun berlalu hingga engkau menjadi Amirul Mu'minin. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah dalam hal rakyatmu, karena engkau akan berdiri di hadapan Allah dan Dia akan bertanya kepadamu tentang masalah kecil maupun besar." Umar pun menangis, lalu sahabat yang bersamanya berkata, "Engkau terlalu berani terhadap Amirul mu'minin dan membuatnya menangis."
Umar pun berkata, "Biarkanlah dia. Tidakkah engkau tahu siapa wanita ini?"
Sahabatnya berkata, "Aku tidak mengenalnya."
Umar pun berkata, "Dia adalah Khaulah binti Hakim yang Allah mendengar kata-katanya dari atas tujuh langit, maka demi Allah, Umar lebih berhak mendengar kata-katanya."
Suatu ketika Umar keluar di malam hari, lalu Thalhah melihatnya, maka Umar pergi dan masuk ke suatu rumah dan memasuki rumah yang lain. Ketika pagi harinya, Thalhah mendatangi rumah itu, ternyata di dalamnya terdapat wanita tua yang buta dan tidak dapat berjalan." Thalhah bertanya, "Ada apa laki-laki ini datang kepadamu?" Wanita tua itu berkata, "Sesungguhnya ia berjanji kepadaku untuk melakukan ini dan itu. Ia datang mengurusiku dan menghindarkan bahaya dariku."
Pada suatu hari di musim panas delegasi dari Irak datang menghadap Umar, di sana terdapat Al Ahnaf bin Qais, sedangkan Umar dalam keadaan memakai sorban dan mantel sambil mengecat salah satu unta zakat dengan ter, lalu Umar berkata, "Wahai Ahnaf! Lepaslah bajumu dan kemarilah. Bantulah Amirul Mu'minin terhadap unta ini, karena ia termasuk unta zakat. Di dalamnya terdapat hak anak yatim, janda, dan orang miskin." Maka salah seorang yang hadir berkata, "Semoga Allah mengampunimu wahai Amirul Mu'minin. Tidakkah engkau suruh salah seorang budak dari zakat itu untuk mengurus hal itu."  Umar pun berkata, "Budak apa yang melebihi diriku, dan siapakah Al Ahnaf? Sesungguhnya dia hanyalah seorang yang mengurus urusan kaum muslim. Ia berkewajiban terhadap mereka sebagaimana seorang budak berkewajiban memberikan ketulusan dan menunaikan amanah terhadap tuannya."
Keinginan kuat Umar radhiyallahu 'anhu untuk memberikan yang terbaik bagi umat
Umar radhiyallahu 'anhu pernah mengeluarkan aturan yang melarang penipuan dalam hal susu, yaitu dengan mencampurkannya dengan air. Akan tetapi, apakah aturan memiliki mata yang melihat orang yang melanggar dan menangkap orang yang khianat dan melakukan tipuan?  Jelas tidak. Mata makhluk memiliki memiliki keterbatasan dan tidak menjangkau semuanya, tetapi penglihatan Allah menjangkau semuanya. Oleh karena itu, hanya iman dan memiliki perasaan diawasi Allah itulah yang mencegah seseorang melakukan pelanggaran.
Suatu ketika seorang ibu hendak mencampur susu yang dijualnya dengan air karena hendak menarik keuntungan yang besar, namun puterinya yang mukminah mengingatkannya, bahwa Amirul Mu'minin Umar melarang hal itu, tetapi ibunya berkata, "Apakah Amirul mu'minin melihat kita?" Maka puterinya menjawab, "Jika Amirul Mu'minin tidak melihat kita, namun Tuhan Amirul Mu'minin melihat kita." Ketika Umar mendengarkan perkataannya itu, maka Umar segera mendatangi anak-anaknya dan berkata, "Hendaknya salah seorang di antara kamu pergi mendatangi wanita itu untuk menikahinya. Sesungguhnya aku ingin agar Allah mengeluarkan dari tulang sulbinya seorang yang mentauhidkan Allah dan menyatukan kaum muslim." Maka wanita itu dinikahi oleh puteranya yang bernama Ashim, lalu lahirlah daripadanya seorang puteri bernama Laila yang dipanggil dengan Ummu Ashim. Kemudian Laila dinikahi oleh Abdul 'Aziz bin Marwan, dan lahirlah daripadanya seorang khalifah yang adil bernama Umar bin Abdul Aziz yang membimbing kaum muslim kepada kebaikan.
Angan-angan Umar radhiyallahu 'anhu
Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu pernah berkata kepada para sahabatnya, "Berangan-anganlah!"
Salah seorang di antara mereka berkata, "Saya ingin tempat ini (dunia) dipenuhi emas, lalu saya infakkan semuanya di jalan Allah dan saya sedekahkan."
Yang lain berkata, "Saya ingin tempat ini (dunia) dipenuhi zamrud dan permata, lalu saya infakkan semuanya di jalan Allah dan saya sedekahkan."
Umar berkata lagi, "Berangan-anganlah!"
Mereka berkata, "Kami tidak tahu lagi wahai Amirul Mu'minin."
Maka Umar pun berkata, "Saya ingin tempat ini (dunia) dipenuhi oleh orang-orang semisal Abu Ubaidah Ibnul Jarrah, Mu'adz bin Jabal, Salim maula Abi Hudzaifah, dan Hudzaifah bin Al Yaman." (Diriwayatkan oleh Hakim dalam Al Mustadrak 3/226, ia menshahihkannya dan disepakati oleh Adz Dzahabi).
Akhir kehidupan Umar radhiyallahu 'anhu
Pemerintahan Islam di zaman Umar begitu besar dan luas serta makmur. Umar juga membentuk dewan pemerintahan, pos pengiriman surat, mengatur fai', dan memerintahkan membangun kota-kota baru, seperti Kufah, Bashrah, Fusthath, dan menetapkan gubernur bagi masing-masing wilayah serta amil pemungut zakat. Ia juga menetapkan hakim dan menetapkan syarat bagi hakim, yaitu mengetahui Al Qur'an dan As Sunnah, pribadinya istiqamah, akhlaknya mulia, dan bermu'amalah yang baik.
Suatu malam Umar bermimpi, bahwa dirinya seakan-akan dipatuk ayam dua kali. Dan ayam itu di kalangan bangsa Arab adalah a'jami (non Arab), lalu Umar menakwilnya dan berkata, "Allah akan mengaruniakan kepadaku syahid dan aku akan dibunuh oleh orang a'jami."
Umar menceritakan mimpinya itu kepada para sahabat sehingga mereka merasakan kesedihan atas hal itu, dan mereka yakin bahwa mimpi Umar itu adalah benar.
Kepemimpinan Umar telah membuat kaum kafir dan munafik jengkel, terlebih ketika mereka melihat pemerintahan Islam semakin besar, mereka pun memikirkan bagaimana caranya dapat membunuh Umar radhiyallahu 'anhu. Maka berkumpullah tiga orang budak yang telah dimerdekakan, yaitu Hurmuzan Al Farisi, Jufainah An Nashrani, dan Abu Lu'lu'ah Al Majusi yang nantinya sebagai pelaksana rencana keji ini.
Ketika Umar radhiyallahu 'anhu memimpin shalat Subuh, maka Abu Lu'lu'ah berdiri di belakangnya. Saat Umar bertakbir, maka Abu Lu'lu'ah langsung menikamnya dengan pisau, ia juga menikam kaum muslim yang hendak mencegahnya sehingga ia membunuh tujuh orang kaum muslim dan melukai enam orang dari mereka. Kemudian salah seorang kaum muslim menutupinya dengan kain hitam sehingga ia pun jatuh, lalu ia membunuh dirinya sendiri dengan pisau itu.
Umar bin Khaththab terjatuh dan segera memegang tangan Abdurrahman bin Auf untuk memimpin shalat, sedangkan sebagian yang hadir membawa Umar ke rumahnya, sedang Umar dalam keadaan pingsan.
Ketika Umar bangun, maka ia bertanya, "Apakah orang-orang telah shalat?" Mereka menjawab, "Ya." Umar pun berkata, "Yang demikian karena tidak ada bagian dalam Islam untuk mereka yang meninggalkan shalat."
Selanjutnya Umar meminta dibawakan air wudhu, lalu berwudhu dan shalat sedangkan darahnya terus mengucur. Kemudian Umar bertanya tentang orang yang menikamnya, maka mereka mengatakan, bahwa orang itu adalah Abu Lu'lu'ah Al Majusi. Ketika itulah Umar memuji Allah karena tidak menjadikan kematiannya oleh salah seorang yang mengaku muslim.
Kemudian Umar menyerahkan urusan khilafah kepada enam orang yang diridhai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka itu adalah Utsman, Ali, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin 'Awam, Thalhah bin Ubaidillah, dan Sa'ad bin Abi Waqqash.
Kemudian Umar mengirim seseorang mendatangi Ummul Mu'minin Aisyah untuk menyampaikan salamnya, dan meminta izin kepadanya agar dikubur di samping dua kawannya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Abu Bakar radhiyallahu 'anhu.
Pada pagi hari Ahad awal bulan Muharram tahun 24 H, Umar Al Faruq dibawa untuk dimakamkan di samping kubur Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan Abu Bakar radhiyallahu 'anhu.
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat dengan usia 63 tahun, Abu Bakar juga 63 tahun, dan Umar juga 63 tahun." (HR. Muslim)
Demikianlah perjalanan Umar radhiyallahu 'anhu, ia telah berhasil mengisi dunia dengan kezuhudan, keadilan, dan rahmat. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan wahai Umar.
Wallahu a'lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': As-habur Rasul lil Athfaal (Mahmud Al Mishri), Maktabah Syamilah versi 3.45, Mausu'ah Haditsiyyah Mushaghgharah (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur'ani was Sunnah), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger