Nasihat Ulama Tentang Ikhlas, Zuhud, dan Kebersihan Hati


بسم الله الرحمن الرحيم
Nasihat Ulama Tentang Ikhlas, Zuhud, dan Kebersihan Hati
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini kami sebutkan nasihat para ulama tentang ikhlas, semoga Allah Subhaanahu wa Ta'ala menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Nasihat ulama tentang ikhlas
Sebagian kaum salaf berkata, "Orang yang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan keburukannya."
Sahl bin Abdullah berkata, "Tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi diri daripada keikhlasan, karena diri tidak memiliki bagian di dalamnya."
Yusuf bin Al Husain berkata, "Sesuatu yang paling berat di dunia adalah keikhlasan. Betapa banyak aku berusaha menghilangkan riya' dalam hatiku, namun sepertinya ia muncul dengan warna yang berbeda."
Ar Rabi' bin Khutsaim berkata, "Segala sesuatu yang tidak dimaksudkan mencari wajah Allah (keridhaan-Nya) akan lenyap."
Abu Sulaiman Ad Daarani berkata, "Apabila seorang hamba telah berbuat ikhlas, maka akan hilang darinya was-was yang banyak dan riya."

Nu'aim bin Hammad berkata, "Pukulan cambuk lebih ringan bagi kami daripada niat yang baik."
Yahya bin Abi Katsir berkata, "Pelajarilah niat, karena ia lebih sampai daripada amal."
Yusuf bin Asbath berkata, "Membersihkan niat dari yang merusaknya lebih berat bagi orang yang beramal daripada lama (beribadah dengan) sungguh-sungguh."
Makhul berkata, "Tidaklah seorang hamba berbuat ikhlas sedikit pun selama empat puluh hari melainkan akan muncul mata air hikmah dari hati dan lisannya."
Dzun Nun Al Mishriy rahimahullah berkata: "Tiga tanda keikhlasan adalah: (1) seimbangnya pujian dan celaan orang-orang terhadapnya, (2) lupa melihat amal dalam beramal, (3) dan mengharapkan pahala amalnya di akhirat."
Ibnul Qayyim berkata, "Amal tanpa keikhlasan dan mengikuti (Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam) seperti musafir yang memenuhi kantongnya dengan pasir yang hanya memberatkan dan tidak memberinya manfaat."
Praktek kaum salaf dalam berbuat ikhlas
Disebutkan, bahwa Ar Rabi' tidak pernah terlihat shalat sunat di masjid kaumnya kecuali sekali saja.
Manshur bin Al Mu'tamir apabila shalat Subuh menunjukkan rasa semangat kepada kawan-kawannya, lalu berbicara banyak dengan mereka. Hal itu dilakukan untuk menyembunyikan shalat malamnya.
Abdurrahman bin Abi Laila melakukan shalat sunat, tetapi apabila ada orang yang masuk menemuinya, maka ia segera berbaring di kasurnya.
Istri Hisan bin Abi Sinan berkata tentang suaminya, "Dia datang lalu menuju kasurku, kemudian bercanda denganku sebagaimana seorang wanita bercanda dengan anaknya. Ketika ia tahu, bahwa aku telah tidur, ia keluar pelan-pelan, lalu bangun dan shalat malam."
Abu Hamzah Ats Tsumaliy berkata, "Ali bin Al Husain biasa membawa sekarung roti yang ia pikul di punggungnya pada malam hari, ia berkata, "Sesungguhnya sedekah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi memadamkan kemurkaan Allah Azza wa Jalla."
Muhammad bin Ishaq meriwayatkan, bahwa penduduk Madinah biasa mendapatkan makanan, namun mereka tidak mengetahui dari mana makanan itu, tetapi ketika Ali bin Al Husain wafat, mereka kehilangan makanan yang biasa datang kepada mereka di malam hari.
Ibnul Jauziy berkata, "Ibrahim An Nakha'i apabila sedang membaca Al Qur'an dengan mushaf, lalu ada seorang yang masuk menemuinya, maka ia segera menutupnya."
Muhammad bin Wasi' berkata, "Ada seseorang yang menangis selama dua puluh tahun, sedangkan istrinya tidak mengetahui."
Imam Syafi'i berkata, "Aku ingin manusia mempelajari ilmu ini, sehingga ia tidak menisbatkan kepadaku satu huruf pun."
***********
Nasihat Ulama tentang Zuhud (kurang minat terhadap dunia)
Ali bin Abi Thalib berkata, “Sesungguhnya dunia akan pergi meninggalkan dan akhirat akan datang menghadap. Masing-masing dari keduanya  memiliki anak-anak, jadilah kalian anak-anak akhirat, jangan menjadi anak-anak dunia. Karena sesungguhnya hari ini adalah (waktu) beramal dan belum ada hisab, sedangkan nanti adalah hisab dan tidak lagi bisa beramal.”
Abdullah bin ‘Aun berkata, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu menjadikan untuk dunia ini sisa (dari bekerja) untuk akhirat, namun kamu menjadikan untuk akhirat kamu sisa (dari bekerja) untuk duniamu.”
Dikatakan kepada Ali radhiyallahu 'anhu, "Sifatkanlah kepada kami tentang dunia?" Maka ia menjawab, "Aku tidak dapat menyifatkan tempat yang awalnya adalah kerja keras, akhirnya fana, yang halalnya akan dihisab, dan yang haramnya akan disiksa. Orang yang merasa cukup dengannya akan terfitnah, sedangkan orang yang fakir di sana akan bersedih."
Al Hasan Al Bashri berkata, "Barang siapa yang mencoba mengalahkanmu dalam menjalankan agama, maka kalahkanlah dia. Tetapi barang siapa yang mencoba mengalahkanmu dalam hal dunia, maka berikanlah kepadanya."
Ali berkata, "Barang siapa yang zuhud (tidak minat) kepada dunia, maka akan ringan baginya segala musibah."
Al Hasan berkata, "Zuhud terhadap dunia dapat menenangkan hati dan badan."
Jundub bin Abdullah berkata, "Cinta dunia asal setiap dosa."
Al Hasan Al Bashri berkata, "Barang siapa yang cinta kepada dunia dan merasa senang dengannya, maka akan keluar dari hatinya cinta kepada akhirat."
Al Hasan juga berkata, "Empat tanda kesengsaraan; kerasnya hati, bekunya mata (tidak pernah menangis), panjang angan-angan, dan rakus terhadap dunia."
Amr bin Aash radhiyallahu 'anhu berkata, "Sungguh jauh sekalian dari petunjuk Nabi kalian shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya Beliau adalah manusia yang paling zuhud terhadap dunia, namun kalian adalah orang yang paling cinta kepada dunia."
Ibnu Mas'ud berkata, "Barang siapa yang menginginkan akhirat, maka ia akan merasa disusahkan oleh dunia. Dan barang siapa yang menginginkan dunia, maka dia akan merasa disusahkan oleh akhirat. Wahai kaum, biarlah disusahkan oleh yang fana untuk memberoleh yang kekal."
Ia juga berkata, "Kalian lebih lama shalatnya dan lebih banyak bersungguh-sungguh dalam beribadah daripada para sahabat Rasulullah, namun mereka lebih utama daripada kalian." Lalu ditanyakan kepadanya tentang sebabnya, maka Ibnu Mas'ud berkata, "Mereka adalah orang yang paling zuhud terhadap dunia dan paling mengharap akhirat daripada kalian."
Sufyan Ats Tsauriy berkata, "Sesungguh disebut dunia karena keadaannya yang rendah, dan disebut maal (harta) karena membuat pemiliknya menyimpang."
Al Hasan bin Ali berkata, "Wahai pecinta kelezatan dunia yang akan fana! Sesungguhnya tertipu oleh bayangan yang akan hilang adalah kedunguan."
Aun bin Abdullah berkata, "Dunia dan akhirat dalam hati seperti dua daun timbangan; jika salah satunya berat, maka yang lain menjadi ringan."
Ibnul Qayyim berkata, "Semakin tinggi rasa cinta seseorang kepada dunia dan merasa ridha dengannya, maka hal itu akan semakin menghambatnya dari menjalankan ketaatan kepada Allah dan mencari akhirat."
Ibnu Rajab Al Hanbaliy berkata, “Celaan bukanlah tertuju kepada tempat dunia yaitu bumi yang Allah jadikan sebagai hamparan dan tempat tinggal bagi anak Adam, dan bukan pula kepada apa yang Allah simpan di dalamnya berupa gunung-gunung, sungai dan barang tambang, serta bukan pula kepada apa yang ditumbuhkan-Nya berupa pepohonan dan tanaman, karena semua itu adalah nikmat Allah kepada hamba-hamba-Nya karena di dalamnya terdapat berbagai manfaat bagi mereka. Dan mereka dapat mengambil pelajaran serta menjadikannya sebaga dalil terhadap keesaan Penciptanya, kekuasaan-Nya dan kebesaran-Nya. Tetapi celaan itu sesungguhnya tertuju kepada perbuatan Bani Adam yang dilakukan di dunia, karena pada umumnya tidak terpuji akibatnya, bahkan akibatnya buruk atau tidak bermanfaat.”
***********
Nasihat ulama tentang kebersihan hati
Ada yang mengatakan, bahwa hati yang sehat adalah hati yang selamat dari keinginan untuk menyelisihi perintah Allah dan mengerjakan larangannya serta dari syubhat yang menghalangi kebaikannya.
Hati yang sehat juga adalah hati yang selamat dari beribadah kepada selain Allah Ta'ala dan selamat dari menjadikan hakim selain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Ibnu Sirin berkata, "Hati yang sehat adalah hati yang mengetahui bahwa Allah adalah yang hak (berhak disembah tidak selain-Nya), dan bahwa hari Kiamat pasti datang; tidak ada keraguan padanya, dan bahwa Allah akan membangkitkan manusia yang berada di kubur."
Sebagian kaum salaf berkata, "Dua hal yang membuat hati menjadi keras; banyak bicara dan banyak makan."
Sebagian mereka juga berkata, "Badan apabila terbuka, maka akan timbul rasa malu. Demikian pula hati apabila sedikit dosanya, maka akan mudah menangis."
Ibnul Qayyim berkata, "Perusak-perusak hati adalah banyak tidur, berangan-angan, bergantung kepada selain Allah, kekenyangan, dan tidur."
Sebagian ulama berkata, "Baiknya hati itu karena lima hal; yaitu membaca Al Qur'an dengan mentadabburinya, kosongnya perut, qiyamullail, bertadharru' (merendahkan diri) di waktu sahur, duduk bersama orang-orang saleh, dan memakan makanan halal."
Ibnul Mubarak berkata, "Aku melihat dosa dapat mematikan hati dan dapat mendatangkan kehinaan bagi pecandunya. Dan meninggalkan dosa dapat menghidupkan hati dan yang terbaik bagi dirimu adalah menjauhinya."
Abul Husain Al Warraq berkata, "Hidupnya hati adalah dengan mengingat Allah Yang Mahahidup dan tidak pernah mati, dan kehidupan yang nikmat adalah hidup bersama Allah Ta'ala tidak selain-Nya[i]."
Ibnul Jauziy berkata, "Dan kehidupan yang paling baik adalah kehidupan orang yang bersama Al Khaliq (Penciptanya) Subhaanahu wa Ta'ala. Jika ada yang bertanya, "Bagaimana hidup bersama-Nya?" Aku berkata, "Yaitu dengan melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, memperhatikan batasan-batasan-Nya, ridha terhadap takdir-Nya, beradab baik ketika sepi, sering mengingat-Nya, dan selamatnya hati dari protes terhadap takdir-Nya. Jika engkau butuh, maka engkau meminta kepada-Nya. Jika tidak diberi, maka engkau yakin, bahwa Dia tidak memberi bukanlah karena bakhil, tetapi karena memperhatikan dirimu. Engkau pun tidak berhenti dari meminta-Nya, karena dengannya engkau beribadah. Jika engkau terus di atas itu, maka Dia akan mengaruniakan kecintaan-Nya dan tawakkal yang benar kepada-Nya."
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Maktabah Syamilah versi 3.35, Syarhul Arba'in (Sulaiman Al Luhaimid), Dzammud Dunya (Ibnu Abid Dunya), Shaidul Khaathir (Ibnul Jauziy), dll.




[i] Hidup bersama Allah bukanlah maksudnya menyatu dengan-Nya (ittihad), karena tidak mungkin manusia menyatu dengan Penciptanya, bahkan maksudnya adalah hidup di atas syariat agama-Nya sebagaimana yang diterangkan Ibnul Jauzi di atas.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger