بسم
الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (bag. 4)
Orang-orang
Yatsrib masuk Islam
Pada
waktu musim hajji tiba, datanglah ke Makkah kabilah-kabilah Arab dari segala
penjuru tanah Arab. Di antara mereka itu, terdapat jamaah Khazraj dari yatsrib.
Sebagaimana biasanya setiap musim haji, Nabi Muhammad shallalllahu 'alaihi wa
sallam menyampaikan seruan Islam kepada kabilah-kabilah yang sedang melakukan
hajji. Kali ini Beliau menjumpai orang-orang Khazraj. Mereka ini sudah mempunyai
pengertian sedikit tentang agama, dan sudah biasa mendengar dari orang Yahudi
di negeri mereka tentang akan lahirnya seorang nabi dalam waktu dekat.
Segeralah mereka mencurahkan perhatian kepada dakwah yang disampaikan Nabi
Muhammad shallalllahu 'alaihi wa sallam kepada mereka itu. Pada waktu itu juga,
mereka langsung beriman setelah mereka yakin bahwa Muhammad itu nabi yang
dinanti-nantikan. Peristiwa ini merupakan titik terang bagi perjalanan risalah
Nabi Muhammad shallalllahu 'alaihi wa sallam. Orang-orang Khazraj yang masuk
Islam ini lebih dari enam orang, tetapi merekalah yang membuka lembaran baru
sejarah perjuangan Nabi Muhammad shallalllahu 'alaihi wa sallam.
Setibanya
mereka di yatsrib dari Makkah, mulailah mereka menyiarkan kepada kaum kerabat
mereka tentang kebangkitan Nabi akhir zaman; Muhammad shallalllahu 'alaihi wa
sallam yang berada di Makkah. Berkat kegiatan mereka, hampir setiap rumah di
Madinah sudah mendengar dan membicarakan tentang Nabi Muhammad shallalllahu
'alaihi wa sallam.
Pada
tahun ke 12 setelah kenabian, datanglah ke Makkah di musim haji 12 orang
laki-laki dan seorang wanita penduduk Yatsrib. Mereka menemui Rasulullah
shallalllahu 'alaihi wa sallam secara rahasia di ‘Aqabah. Di tempat inilah
mereka mengadakan perjanjian (bai'at) dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تَعَالَوْا بَايِعُونِي عَلَى أَنْ لاَ
تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا، وَلاَ تَسْرِقُوا، وَلاَ تَزْنُوا، وَلاَ تَقْتُلُوا
أَوْلاَدَكُمْ، وَلاَ تَأْتُوا بِبُهْتَانٍ تَفْتَرُونَهُ بَيْنَ أَيْدِيكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ،
وَلاَ تَعْصُونِي فِي مَعْرُوفٍ، فَمَنْ وَفَى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ،
وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوقِبَ بِهِ فِي الدُّنْيَا فَهُوَ لَهُ كَفَّارَةٌ،
وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَسَتَرَهُ اللَّهُ فَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ،
إِنْ شَاءَ عَاقَبَهُ، وَإِنْ شَاءَ عَفَا عَنْهُ
“Kemarilah! Bai’atlah
aku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, tidak mencuri, tidak
berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak fitnah-memfitnah dan tidak mendurhakaiku
dalam hal yang ma’ruf. Siapa saja di antara kalian yang memenuhinya, maka ia
akan mendapatkan pahala dari Allah, namun siapa yang melanggar maka ia akan
diberi hukuman di dunia sebagai kaffarat (penebus)nya, dan siapa yang melanggar
lalu ditutupi Allah, maka urusannya terserah Allah, jika Dia menghendaki
dihukum-Nya orang itu, dan jika Dia menghendaki dimaafkan-Nya.” (HR. Bukhari)[i]
Perjanjian
ini dalam sejarah disebut Bai’atul ‘Aqabatil Ula (Bai’at ‘Aqabah
pertama). Selesai pembai’atan ini, Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam
mengirimkan Mush’ab bin Umair bersama mereka ke Yatsrib untuk mengajarkan Al
Qur’an dan agama Islam. Maka agama Islam tersebar ke setiap rumah dan keluarga
penduduk Yatsrib, kecuali beberapa keluarga kecil orang Aus.
Pada
tahun ke-13 dari kenabian, berangkatlah serombongan kaum muslimin dari Yatsrib ke
Makkah untuk mengerjakan haji. Orang-orang Islam tersebut mengundang Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam agar mengadakan pertemuan dengan mereka di
‘Aqabah pada hari Tasyriq. Setelah selesai melakukan hajji, keluarlah
orang-orang Islam dari perkemahan mereka menuju ‘Aqabah secara
sembunyi-sembunyi pada waktu tengah malam. Di tempat itulah mereka berkumpul
menunggu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Jumlah mereka 73 orang laki-laki
dan 2 orang wanita. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang dengan
didampingi oleh Abbas bin Abdul Muththalib paman Beliau yang pada masa itu
belum memeluk Islam. Ketika itulah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
mengambil bai’at dari mereka, agar mereka berjanji untuk menolong agama Beliau
dan melaksanakan perintah Beliau.
Jabir
berkata, “Wahai Rasulullah, dalam hal apa kami membai’atmu?” Beliau menjawab,
تُبَايِعُونِي عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ
فِي النَّشَاطِ وَالْكَسَلِ، وَعَلَى النَّفَقَةِ فِي الْعُسْرِ وَالْيُسْرِ، وَعَلَى
الْأَمْرِ بِالْمَعْرُوفِ، وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَعَلَى أَنْ تَقُولُوا فِي
اللهِ لَا تَأْخُذُكُمْ فِيهِ لَوْمَةُ لَائِمٍ، وَعَلَى أَنْ تَنْصُرُونِي إِذَا قَدِمْتُ
يَثْرِبَ، فَتَمْنَعُونِي مِمَّا تَمْنَعُونَ مِنْهُ أَنْفُسَكُمْ وَأَزْوَاجَكُمْ
وَأَبْنَاءَكُمْ وَلَكُمُ الْجَنَّةُ
“Kalian
bai'at aku untuk tetap mendengar dan taat baik pada saat semangat maupun lemas.
Untuk tetap memberi bantuan baik di saat susah maupun mudah. Untuk melakukan
amr ma’ruf dan nahi mungkar. Untuk bangkit mengatakan yang hak karena Allah
tanpa mempedulikan celaan orang yang mencela. Demikian pula untuk membelaku
ketika aku datang kepada kalian dan membelaku sebagaimana kalian membela diri,
istri dan anak-anakmu. (Jika kamu melakukan demikian) maka kamu akan
mendapatkan surga.” (HR. Ahmad dengan isnad hasan, dan dishahihkan oleh Hakim
dan Ibnu Hibban)
Peristiwa
ini dalam sejarah disebut Bai’atul ‘Aqabah Ats Tsaaniyah (Bai’at ‘Aqabah
kedua).
Hijrah
ke Yatsrib
Sejak
zaman dahulu kota Yatsrib merupakan stasiun penting yang terletak di lalu
lintas perdagangan dari Makkah ke Syiria. Orang Yahudi dan orang Arab yang
beragama Yahudi sejak sebelum Masehi sudah berkuasa di negeri ini. Barulah pada
abad ke 5 Masehi orang Khazraj dan Aus berpindah dari Arabia Selatan, dan ikut
menetap di Yatsrib. Karena hidup mereka berdekatan dengan orang-orang Yahudi,
maka sedikit banyak mereka mengerti tentang ketuhanan, kenabian, wahyu dan hari
akhirat. Sehingga tidaklah mengherankan jika orang Arab Yatsrib mudah menerima
Islam.
Ketika
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam melihat tanda-tanda baik
perkembangan Islam di Yatsrib, Beliau menyuruh para sahabatnya hijrah ke sana.
Orang-orang Quraisy sangat terperanjat setelah mengetahui perkembangan Islam di
Yatsrib. Mereka khawatir Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam berkuasa
di Yatsrib, karena tentulah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan para
pengikutnya akan menyerang kafilah-kafilah dagang mereka yang pulang-pergi ke
Syam. Oleh karena itu, sebelum terlambat, mereka harus bertindak cepat dan
tegas terhadap Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam selagi Beliau belum
ikut hijrah ke Yatsrib. Maka bersidanglah pemuka-pemuka Quraisy di Darun
Nadwah untuk merencanakan tindakan apa yang mereka ambil terhadap Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam. Akhirnya mereka memutuskan bahwa Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam harus dibunuh, untuk keselamatan masa depan
mereka. Untuk melaksanakan pembunuhan ini, setiap suku Quraisy mengirimkan pemuda
pilihan. Dengan demikian, apabila Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
berhasil dibunuh, keluarganya tidak mampu menuntut bela kepada seluruh suku.
Rencana
keji kaum Quraisy ini telah diketahui oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam, Beliau pun diperintahkan Allah untuk hijrah ke Yatsrib. Hal ini Beliau
beritahukan kepada sahabatnya Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu, maka Abu
Bakar meminta izin kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam agar diizinkan
menemani Beliau dalam perjalanan yang bersejarah ini. Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam pun setuju, lalu Abu Bakar menyediakan persiapan untuk perjalanan
ini.
Pada
malam hari waktu pemuda-pemuda Quraisy sedang mengepung rumah Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam dan siap akan membunuh Beliau, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam berkemas-kemas untuk meninggalkan rumah. Ali bin
Abi Thalib disuruh menempati tempat tidur Beliau agar orang-orang Quraisy
mengira bahwa Beliau masih tidur. Kemudian dengan diam-diam Beliau keluar dari
rumah, sedang para pengepungnya tidak mampu melihat Beliau, Beliau membaca
ayat,
وَجَعَلْنا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا
وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْناهُمْ فَهُمْ لا يُبْصِرُونَ
“Dan Kami adakan di
hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup
(mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.” (QS. Yaasiin: 9)
Lalu
Beliau menaburkan debu ke kepala mereka dan pergi ke rumah Abu Bakar. Setelah
itu mereka berdua pergi menuju sebuah gua di bukit Tsur sebelah selatan kota
makkah, lalu mereka bersembunyi dalam gua itu.
Setelah
pemuda-pemuda itu mengetahui bahwa Nabi tidak ada di rumah dan lepas dari
kepungan mereka, maka kaum Quraisy
mengirim pencarian ke segala penjuru, dan akan memberikan seratus ekor
unta bagi siapa saja yang mendapatkan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
hidup atau mati.
Dalam
pencarian itu, mereka sampai ke gua Tsur, sampai-sampai jika seorang dari
mereka melihat ke bawah, niscaya ia akan melihat Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam dan Abu Bakr radhiyallahu 'anhu, Abu Bakar berkata, “Wahai
Nabi Allah, kalau sekiranya salah seorang di antara mereka ada yang memandang
ke bawah tentu ia akan melihat kita,” maka Beliau bersabda, “Apa pendapatmu wahai
Abu Bakar, jika dua orang itu yang ketiganya adalah Allah. Jangan kamu
bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.”
Namun
anehnya mereka tidak melihat Nabi dan Abu Bakar.
Keduanya
tetap berada di gua itu selama tiga hari dan kemudian berangkat ke Madinah
ketika keadaan sudah dirasakan aman dengan penunjuk jalan bernama Abdullah bin
Uraiqith. Mereka meneruskan perjalanan menyusuri pantai Laut Merah, dan Ali bin
Abi Thalib menyusul kemudian.
Dengan
hijrahnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dari Makkah ini
berakhirlah periode pertama sejarah risalahnya, tidak kurang 13 tahun lamanya
berjuang antara hidup dan mati menegakkan agama Allah di tengah masyarakat
Makkah. Peristiwa ini disebutkan dalam Al Qur’an sebagai berikut:
وَإِذْ يَمْكُرُ
بِكَ الَّذِينَ كَفَرُواْ لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ
وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللّهُ وَاللّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
“Dan (ingatlah),
ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu untuk
menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. mereka
memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah
Sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS. Al Anfal: 30)
إِلاَّ تَنصُرُوهُ
فَقَدْ نَصَرَهُ اللّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُواْ ثَانِيَ اثْنَيْنِ
إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللّهَ
مَعَنَا فَأَنزَلَ اللّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَّمْ
تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُواْ السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللّهِ
هِيَ الْعُلْيَا وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Jika kamu tidak
menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu)
ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah)
sedangkan dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di
waktu dia berkata kepada temannya, "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya
Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada
(Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan
menjadikan kalimat orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah
itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. At Taubah:
40)
Bersambung...
Bersambung...
Wallahu a'lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa
sallam.
Marwan bin Musa
Maraji':
Al
Qur'anul Karim (Terj.
DEPAG bagian mukadimah), Ar Rahiiqul Makhtum (Syaikh Shafiyyurrahman),
Fathul Bari, dll.
[i] Menurut Al Hafizh
Ibnu Hajar Al 'Asqalani, bahwa lafaz bai'atnya bukan yang ini, tetapi seperti
yang disampaikan Ibnu Ishaq dan lainnya dari kalangan Ahli Sejarah, yaitu bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada orang-orang Anshar yang
hadir ketika itu, "Aku bai'at kamu untuk membelaku sebagaimana kamu
membela istri dan anakmu." Tetapi lafaz ini di antara bai'at-bai'at
yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para sahabatnya
setelah bai'at yang pertama itu.Wallahu a'lam.
0 komentar:
Posting Komentar