Kisah Nabi Muhammad (1)

بسم الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam[i] (bag. 1)
Kelahiran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
Di saat umat manusia dalam kegelapan dan kehilangan pegangan hidupnya, lahirlah ke dunia dari keluarga yang sederhana, di kota Makkah seorang bayi yang kelak membawa perubahan besar bagi sejarah peradaban manusia.
Dialah Muhammad bin (putera) ‘Abdullah bin ‘Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah dari golongan Arab keturunan Nabi Isma’il.
Ibunya bernama Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah.
Beliau lahir dalam keadaan yatim, bapaknya yang bernama Abdullah telah meninggal sebelum Beliau lahir[ii].
Beliau lahir pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal[iii] pada tahun gajah (571 M).
Kisah pasukan gajah
Dinamakan tahun kelahiran Beliau dengan tahun gajah, karena pada tahun itu, kota Mekkah diserang oleh pasukan tentara Nasrani yang kuat di bawah pimpinan Abrahah Al Habsyi, gubernur Yaman.
Awal kisahnya adalah ketika Abrahah melihat bangsa Arab berbondong-bondong datang ke Mekkah untuk menunaikan ibadah hajji. Maka Abrahah membangun gereja besar yang mengagumkan di Shan’a, untuk mengalihkan bangsa Arab ke sana. Namanya adalah Qullais, karena setiap kali orang memandangnya, maka kopiahnya hampir saja jatuh karena tingginya bangunan itu. Berita ini kemudian terdengar oleh seseorang dari Bani Kinanah (salah satu suku Arab), lalu ia memasuki gereja tersebut dan membuang kotoran ke dalamnya. Ketika mengetahui hal itu, Abrahah pun marah dan segera berangkat menuju ka’bah dengan membawa pasukan yang besar untuk menghancurkan ka’bah. Ia memilih gajah besar untuk dirinya, sementara pada pasukannya terdapat delapan ekor gajah atau lebih. Ia melanjutkan perjalanannya hingga hampir tiba di kota Makkah, namun gajah-gajah memilih diam dan tidak mau beranjak maju ke Ka’bah. Tetapi ketika gajah tersebut diarahkan ke arah lain, gajah-gajah tersebut bangkit dan bergegas melangkah. Saat diarahkan lagi ke Ka’bah, gajah-gajah tersebut diam. Ketika itulah, Allah mengirimkan burung yang berbondong-bondong untuk melempari mereka dengan batu yang berasal dari tanah yang terbakar, dan membuat mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat. Kisah tersebut disebutkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala dalam surat Al Fiil.
Penitipan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
Sudah menjadi kebiasaan orang-orang Arab kota Mekkah, khususnya yang tergolong bangsawan, menyusukan dan menitipkan bayi-bayi mereka kepada wanita badiyah (dusun di padang pasir) agar bayi-bayi itu dapat menghirup udara yang bersih, terhindar dari penyakit-penyakit kota dan agar bayi-bayi itu dapat berbicara dengan bahasa yang murni dan fasih. Demikianlah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau diserahkan oleh ibunya kepada wanita yang baik, Halimah As Sa’diyyah dari Bani Sa’ad. Di perkampungan Bani Sa’ad inilah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam diasuh dan dibesarkan. Ketika usia Beliau empat atau lima tahun, terjadilah peristiwa pembelahan dada Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam. Imam Muslim meriwayatkan dari Anas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah didatangi Jibril, ketika itu Beliau sedang bermain bersama anak-anak yang lain, lalu Jibril mengambil Beliau dan membaringkannya, kemudian membelah dadanya, lalu ia mengeluarkan hatinya, dan dikeluarkanlah darinya segumpal darah, Jibril berkata, "Ini adalah bagian setan." Kemudian Jibril menyucinya dalam sebuah wadah emas dari air zamzam, lalu dimasukkan kembali dan ditutup. Kemudian teman-temannya mendatangi ibu susunya dan berkata, "Sesungguhnya Muhammad dibunuh." Lalu mereka mendatangi Muhammad sedangkan Beliau dalam keadaan pucat.
Wafatnya ibu dan kakek Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
Setelah kejadian pembelahan dada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Beliau diantarkan ke Makkah kembali kepada ibunya, Aminah. Setahun kemudian, yaitu setelah Beliau berusia kira-kira enam tahun, Beliau dibawa oleh ibunya ke Madinah, bersama dengan Ummu Ayman budak peninggalan ayahnya. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan Beliau kepada keluarga neneknya Bani Najjar dan untuk menziarahi makam ayahnya.
Mereka tinggal di sana kira-kira satu bulan, kemudian pulang ke Makkah. Dalam perjalanan pulang, pada suatu tempat bernama Abwa’ (sebelah selatan kota Madinah), tiba-tiba Aminah jatuh sakit sehingga meninggal dan dimakamkan di situ.
Sekarang Beliau menjadi yatim-piatu; tidak berayah dan tidak beribu.
Setelah selesai pemakaman ibunya, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam meninggalkan kampung Abwa’ kembali ke Makkah dan tinggal bersama kakeknya Abdul Muththalib.
Di sinilah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam diasuh kakeknya. Saat itu usia Abdul Muththalib mendekati 80 tahun. Abdul Muththalib adalah pemuka Quraisy yang disegani dan dihormati oleh segenap kaum Quraisy pada umumnya, dan penduduk kota Makkah pada khususnya.
Dengan kasih sayang kakeknya Abdul Muththalib, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam mendapatkan hiburan dan dapat melupakan kemalangan nasibnya karena kematian ibunya. Tetapi keadaan ini tidak lama berjalan, selang dua tahun, kakeknya juga meninggal dalam usia 80 tahun.
Sesuai wasiat Abdul Muththalib, maka Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam diasuh oleh pamannya Abu Thalib.
Selama dalam asuhan kakek dan pamannya, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menunjukkan sikap yang terpuji dan selalu meringankan kehidupan mereka.
Pengalaman-pengalaman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
Ketika berumur 12 tahun, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam mengikuti pamannya Abu Thalib membawa barang dagangan ke Syam. Sebelum sampai kota Syam, baru sampai Bushra, bertemulah kafilah Abu Thalib dengan seorang pendeta alim bernama Buhaira. Pendeta itu melihat tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka dinasehati Abu Thalib agar segera membawa keponakannya itu pulang ke Makkah, sebab dia khawatir kalau sampai Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam ditemukan oleh orang-orang Yahudi, mereka pasti akan menganiayanya. Abu Thalib pun segera menyelesaikan dagangannya dan kembali ke Makkah.
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana biasanya pada masa kanak-kanak itu, dia kembali ke pekerjaannya menggembala kambing; kambing keluarga dan kambing penduduk Makkah yang lain yang dipercayakan kepadanya. Pekerjaan menggembala kambing ini membuahkan didikan yang sangat baik pada diri Nabi, karena pekerjaan ini memerlukan keuletan, kesabaran dan ketenangan serta keterampilan dalam tindakan.
Di waktu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam berumur kurang lebih 15 tahun terjadilah peristiwa yang bersejarah bagi penduduk Makkah, yaitu peperangan antara suku Quraisy dan Kinanah di satu pihak, dengan suku Qais ‘Ailan di pihak lain. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam ikut aktif dalam peperangan ini memberikan bantuan kepada paman-pamannya dengan menyediakan keperluan perang. Peperangan ini terjadi di daerah suci (tanah haram) dan pada bulan-bulan suci, yaitu pada bulan Dzulqa’dah. Menurut pandangan bangsa Arab peristiwa itu adalah pelanggaran terhadap kesucian, karena melanggar kecucian bulan haram, di mana di bulan itu dilarang mengadakan peperangan. Oleh karena itu, perang tersebut disebut dengan nama Harbul Fijar yang artinya perang yang melanggar kesucian.
Sejak wafatnya Abdul Muththalib, kota Makkah mengalami kemerosotan. Ketertiban kota Makkah tidak terjaga. Keamanan harta benda, diri pribadi tidak terjamin. Orang-orang menderita berbagai macam pemerasan terang-terangan. Kadang-kadang mereka dirampok, bukan hanya harta bendanya, akan tetapi juga istri dan anak perempuannya. Perbuatan-perbuatan demikian membuat suasana kota Makkah menjadi kacau. Jika hal itu dibiarkan berlarut-larut tentu akan merugikan penduduk Makkah sendiri (orang-orang Quraisy). Akhirnya timbullah kesadaran di kalangan pemimpin–pemimpin Quraisy untuk memulihkan kembali ketertiban kota Makkah. Maka berkumpullah pemuka-pemuka Bani Hasyim, Bani Muththalib, Bani Asad bin ‘Uzza, Bani Zuhrah bin Kilab dan Bani Tamim bin Murrah. Dalam pertemuan ini pemimpin-pemimpin Quraisy mengikat sumpah: bahwa tidak seorang pun yang akan teraniaya lagi di kota Makkah baik oleh penduduknya maupun oleh orang lain. Barangsiapa yang teraniaya, dia harus dibela bersama-sama. Sumpah ini dalam sejarah disebut Halful Fudhul. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menyaksikan pertemuan paman-pamannya di rumah Abdullah bin Jud’an, di waktu berusia belasan tahun.
Meningkat masa dewasa, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam berusaha sendiri dalam penghidupannya, karena dia terkenal orang yang jujur, maka seorang janda kaya bernama Siti Khadijah mempercayakan Beliau membawa barang dagangannya ke Syam. Dalam perjalanan ke Syam, Beliau ditemani pembantu Siti Khadijah bernama Maisarah. Setelah selesai menjualkan barang dagangan ke Syam dengan laba yang tidak sedikit, mereka pun kembali ke Makkah.
Setelah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam pulang dari Syam, datanglah lamaran dari pihak Siti Khadijah kepada Beliau, lalu Beliau menyampaikan hal itu kepada pamannya. Setelah tercapai kata sepakat, maka pernikahan pun dilangsungkan.
Perkawinan ini telah memberi Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam ketenangan dan ketentraman. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam memperoleh cinta kasih yang tulus dari  seorang perempuan yang kemudian hari menjadi orang yang pertama-tama mengakui kerasulannya  dan senantiasa bersedia menyertai Beliau dalam segala penderitaan dan kesusahan meskipun dengan pengorbanan harta.
Nabi Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bertambah populer di kalangan penduduk Makkah setelah Beliau mendamaikan pemuka-pemuka Quraisy dalam sengketa mereka memperbarui bentuk Ka’bah. Pada permulaannya mereka tampak bersatu dan bergotong royong mengerjakan pembaruan Ka’bah. Namun pada saat peletakkan Hajar Aswad ke tempat asalnya, terjadilah perselisihan sengit antara pemuka-pemuka Quraisy. Masing-masing merasa berhak mengembalikan batu tersebut ke tempat asalnya. Akhirnya disepakati bahwa yang akan menjadi hakim adalah orang yang pertama datang dari pintu masjid, dan pada saat yang kritis ini, yang datang adalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang disambut dan disetujui mereka; maka diambilnya sehelai kain, lalu dihamparkannya dan Hajar Aswad diletakkannya di tengah-tengah kain itu. Kemudian pemuka-pemuka Quraisy disuruh bersama-sama mengangkat tepi kain itu ke tempat asalnya. Ketika sampai tempatnya, maka Hajar Aswad diletakkan dengan tangan Beliau sendiri ke tempatnya.
Dengan demikian selesailah persengketaan itu dengan membawa kepuasan pada masing-masing golongan. Pada waktu kejadian ini usia Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sudah 35 tahun.
Bersambung…
Wallahu a'lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Al Qur'anul Karim (Terj. DEPAG bagian mukadimah), Ar Rahiiqul Makhtum (Syaikh Shafiyyurrahman), Tafsir Ibnu Katsir, dll.



[i] Kisah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam ini, kami banyak merujuk kepada mukadimah terjemah Al Qur’an DEPAG, kemudian kami periksa dengan merujuk ke beberapa kitab Sirah.
[ii] Ada yang berpendapat, bahwa ayah Beliau wafat dua bulan setelah lahirnya Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam (Lihat Ibnu Hisyam 1/156, 158, Fiqhus Sirah oleh M. Al Ghazaliy hal. 45, dan Rahmatul lil 'alamin 2/91).
[iii] Menurut Syaikh Shafiyyurrahman, Beliau lahir pada tanggal 9 Rabi'ul Awwal bertepatan dengan tanggal 20 atau 21 April tahun 571 M.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger