بسم
الله الرحمن الرحيم
Tanya-Jawab Masalah Agama (5)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin,
shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para
sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut tanya jawab
berbagai masalah aktual, semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan
bermanfaat, aamin.
16. Pertanyaan: Assalamualaikum, saya mau tanya apa pandangan islam
tentang orang-orang yang bekerja di perusahaan restaurant-restauran dan usaha lainnya, yang ternyata modalnya dari pinjaman bank (riba)?
Otomatis pekerja tersebut di gaji dari hasil riba pula.
Jawab: Wa alaikumussalam wa
rahmatullah wa barakatuh.
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى
آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Bekerja di perusahaan restaurant atau perusahaan lainnya selama makanannya
mubah atau produksinya mubah, maka tidak haram meskipun perusahaan itu
bermuamalah dengan bank ribawi, karena keuntungan harta yang diperoleh bukan
dari jalan riba. Di samping itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah
bermuamalah dengan orang-orang Yahudi yang kita kenal suka memakan riba, tetapi
Beliau bermuamalah dengan mereka. Dosa riba ditanggung oleh orang-orang Yahudi
dan pihak yang meminjam ke Bank Ribawi. Meskipun begitu jika seseorang memilih
bekerja di tempat lain yang jauh dari riba, maka silahkan.
Walahu a’lam.
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa
Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
17. Pertanyaan: Bismillah, assalamu 'alaikum ustadz, saya ingin bertanya: Bagaimana
hukumnya seorang istri yang mengurus surat kematian dan
administrasi-administrasi lainnya serta pergi bekerja saat masih masa 'iddah
karena ditinggal mati oleh suaminya?
Jawab:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى
آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Pada dasarnya wanita yang menjalani masa iddah karena ditinggal wafat suami
tetap berada di rumah suaminya dan tidak keluar tanpa ada keperluan hingga
selesai masa iddahnya yaitu 4 bulan sepuluh hari. Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ
يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ
أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
“Orang-orang
yang meninggal dunia di antara kamu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah
para istri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.” (Qs. Al Baqarah: 234)
Demikian pula tidak boleh mengenakan pakaian yang indah (bahkan ia
mengenakan pakaian biasa dan menutup auratnya), tidak berhias, tidak mengenakan
wewangian, tidak memakai perhiasan emas atau perak, tidak memakai inai, dan
tidak bercelak.
Akan tetapi jika ada kebutuhan, karena tidak ada yang mengurus atau
membantunya, seperti mengurus surat kematian dan administrasi lainnya, atau ia
keluar bekerja untuk mencukupi kebutuhannya, atau berjual-beli di pasar, maka
tidak mengapa, namun setelah selesai urusannya, ia segera kembali ke rumahnya. Walahu
a’lam.
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa
Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
18. Pertanyaan: Assalamualaikum. Afwan ana izin bertanya ustadz; apakah pada saat shalat
dagu harus tertutup ustadz? (Bagi wanita) Jazakumullaahu khairan katsiiran.
Jawab: Wa alaikumussalam
wa rahmatullah wa barakatuh.
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى
آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Perlu
diketahui, bahwa aurat wanita dalam shalat adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan. Allah Subhaanahu wa
Ta’ala berfirman,
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak
daripadanya.” (QS. An Nuur: 31)
Yakni janganlah menampakkan bagian-bagian
perhiasan kecuali muka dan kedua telapak tangan sebagaimana yang dinyatakan
Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan Aisyah radhiyallahu anhum.
Sedangkan wajah atau muka adalah bagian yang dipakai untuk berhadapan.
Menurut Asy Syirazi, panjang wajah adalah dari tempat tumbuhnya rambut di
kepala sampai ke dagu dan ujung kedua tulang rahangnya, sedangkan lebarnya dari
telinga yang satu ke telinga yang lain.
Adapun bagian bawah dagu karena bukan termasuk wajah, maka harus ditutup;
tidak boleh ditampakkan.
Apabila ada wanita yang shalat dengan menampakkan bagian bawah dagunya,
maka harus diingatkan dan dinasihati, dan shalat yang telah dilakukan
sebelum-sebelumnya tidak wajib diulangi karena ia tidak mengetahui hukum syar’i
terkait masalah tersebut.
Wallahu a’lam.
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa
Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
19. Pertanyaan: Assalamu alaikum wa rahmatullah wa
barakatuh. 'Afwan ustadz ana izin bertanya, “Bagaimana
hukum mengikuti perlombaan memanah yang mana kita harus membayar uang
pendaftaran lalu hadiah yang diberikan nantinya dari keseluruhan uang peserta
beserta becampur dengan uang dari sponsor yang diadakan oleh panitia. Mohon
jawabannya ustadz.
Jawab: Wa alaikumussalam wa
rahmatullah wa barakatuh.
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى
آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Perlombaan
memanah termasuk perlombaan yang disyariatkan. Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,
«لَا سَبَقَ إِلَّا
فِي خُفٍّ أَوْ فِي حَافِرٍ أَوْ نَصْلٍ»
“Tidak
boleh perlombaan (dengan hadiah) kecuali dalam pacuan unta, kuda, dan dalam
memanah.” (Hr. Abu Dawud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani)
Perlombaan
di atas diperbolehkan karena membantu jihad. Imam Al Qurthubi rahimahullah
berkata, “Tidak ada khilaf terkait bolehnya perlombaan pacuan kuda dan hewan-hewan
lainnya yang bisa dipacu, demikian pula memanah dan menggunakan senjata, karena
hal itu melatih berperang.”
Termasuk
lomba yang membantu jihad adalah lomba memanah, menembak, bela diri, balap
kuda, balap unta, balap lari, renang, dsb. Demikian pula lomba imu-ilmu syar’i
seperti hafalan Al Qur’an, hafalan hadits, baca kitab, dsb.
Adapun
perlombaan selain di atas, seperti perlombaan burung, maka karena tidak
membantu jihad, maka tidak diperbolehkan, apalagi ada taruhan sehingga sebagai
judi.
Para
ulama juga sepakat bolehnya lomba tanpa ada hadiah, tetapi Imam Malik dan Syafi’i
membatasi hanya pada perlombaan kuda, unta, dan memanah. Sedangkan Atha
membolehkan dalam segala hal (tanpa hadiah).
Para
ulama juga sepakat bolehnya dengan hadiah dengan syarat hadiah itu bukan dari
para peserta lomba, seperti dari imam... dst. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi
5/287)
Dengan
demikian hadiahnya tidak boleh dari kumpulan uang peserta lomba, kemudian
diberikan kepada pemenang di antara mereka. Karena jika demikian sama saja
taruhan yang merupakan perjudian.
Yang
diperbolehkan adalah jika hadiahnya dari imam (pemimpin), sponsor, atau dari suatu
perusahaan, atau hadiah untuk pemenang di luar peserta yang mengeluarkan harta
(ada peserta yang tidak perlu mengeluarkan uang, dimana jika peserta ini kalah,
maka dia tidak membayarkan uang, disebut juga ‘muhallal’), dan semisalnya. Inilah
madzhab Jumhur ulama.
Syaikh
Sayyid Sabiq rahimahullah berkata, “Berlomba dengan taruhan
diperbolehkan dalam gambaran berikut:
1.
Diperbolehkan menerima hadiah dalam perlombaan jika hadiah itu dari pemimpin
atau lainnya. Misalnya ia berkata kepada para peserta lomba, “Siapa saja yang
menang, maka ia akan memperoleh sekian harta.”
2. Salah
satu peserta lomba menyiapkan harta dan berkata kepada peserta lomba yang lain,
“Jika engkau menang, maka harta ini untukmu, tetapi jika aku menang, maka aku
tidak memberikan harta itu kepadamu dan kamu tidak dibebankan memberikan harta
kepadaku.”
3.
Jika harta dari dua peserta lomba atau lebih, namun di tengah-tengah mereka ada
‘muhallal’ yang berhak menerima harta itu jika menang, dan tidak
dituntut membayar jika kalah. (Fiqhus Sunnah 3/506)
Intinya,
jika hadiah dari peserta lomba hendaknya tidak mengikuti perlombaan itu. Wallahu a’lam.
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa
Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
20. Pertanyaan: Assalamualaikum. Izin bertanya, “Saya ingin memulai usaha jual obat. Jikalau mau
beli stok obatnya di pasar pramuka apakah halal? Mengingat status pasar pramuka
adalah pasar ilegal karena tidak diizinkan pemerintah. Tapi untuk status
barangnya insya Allah bagus dan bukan curian. Mohon
pencerahannya. Mohon dibalas. Saya butuh sekali nasehatnya. Jazakumullah khaira.
Pasar pramuka : Pasar yang menjual obat-obatan. Di
pasar tersebut berkumpul toko-toko obat. Besar tempatnya ustad. Disebut ilegal karena izin toko obatnya sudah dicabut oleh pemerintah.
Jawab: Wa alaikumussalam wa
rahmatullah wa barakatuh.
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى
آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Pada
dasarnya hukum muamalat termasuk jual beli adalah halal, tentunya apabila
barang yang diperjual-belikan adalah halal apalagi bermanfaat seperti
obat-obatan yang memang sudah mendapatkan izin dari pihak pengawas obat-obatan
seperti BPOM.
Hendaknya
kita perhatikan juga terkait tempat penjualan obat-obatan tersebut; apa sebab
dicabut izinnya oleh pemerintah. Jika sebabnya benar karena menjual obat-obatan
secara bebas tanpa ada pengawasan dari pihak terpercaya yang ditunjuk pemerintah,
maka sebaiknya kita tidak membeli di sana agar kita tidak sembarangan menjual
obat-obatan, maka dari itu coba dikaji sebab dicabutnya izin toko-toko
tersebut, Wallahu a’lam.
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa
Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
21. Pertanyaan: Bissmillah. Assalamualaikum
ustad, semoga Allah
selalu menjaga kesehatan dan perlindungan dari segala macam kejahatan kepada
ustad. Afwan ijin bertanya ustadz, keluarga ana mau mendaftar haji ustad, tetapi
syaratnya harus membuka rekening dan menabung di Bank untuk mendapatkan 1
porsi/bangku haji bagaimana hukumnya ustadz? Syuron barokallohu fiikum ustadz.
Jawab: Wa alaikumussalam wa
rahmatullah wa barakatuh.
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى
آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Semoga Allah mempermudah maksud keluarganya
untuk naik haji. Memang di saat ini untuk naik haji dituntut memiliki rekening
di bank agar uangnya terjaga dan dapat dipergunakan untuk berangkat haji nanti.
Selama bank yang kita mengajukan haji adalah bank syariah, dimana tabungan haji
kita dijaga baik-baik oleh bank sesuai syariat, maka tidak mengapa, wallahu a’lam.
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa
Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
0 komentar:
Posting Komentar