Adab Pengantin

بسم الله الرحمن الرحيم
آداب الزفاف في السنة المطهرة - Aplikasi di Google Play
Adab Pengantin
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang adab pengantin, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Adab Pengantin
1. Hendaknya bersikap lembut kepada istri, bercanda dan bercengkrama ketika bersamanya, karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukan demikian kepada istrinya.
2. Menaruh tangan di atas kepala istri serta mendoakan kebaikan untuknya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً أَوِ اشْتَرَى خَادِمًا، فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ، وَإِذَا اشْتَرَى بَعِيرًا فَلْيَأْخُذْ بِذِرْوَةِ سَنَامِهِ  وَلْيَقُلْ مِثْلَ ذَلِكَ»
“Apabila salah seorang di antara kamu menikahi wanita atau membeli budak, maka ucapkanlah “Allahumma inni...sampai dengan wa min syarri maa jabaltahaa ‘alaih” (artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan sifat yang Engkau berikan kepadanya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan sifat yang Engkau berikan kepadanya.”
Demikian pula ketika ia membeli unta, maka peganglah ujung punuknya dan ucapkanlah seperti itu.”
Abu Dawud berkata, “Abu Sa’id menambahkan, “Lalu peganglah rambut depan kepalanya, dan doakanlah keberkahan baik pada wanita maupun budak.” (Dihasankan oleh Al Albani)
3. Dianjurkan pula shalat dua rakaat bersama-sama sebagaimana praktek kaum salaf. Hal ini berdasarkan riwayat berikut:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، مَوْلَى أَبِي أُسَيْدَ، قَالَ: تَزَوَّجْتُ وَأَنَا مَمْلُوكٌ، فَدَعَوْتُ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهِمْ ابْنُ مَسْعُودٍ وَأَبُو ذَرٍّ وَحُذَيْفَةُ، قَالَ: وَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، قَالَ: فَذَهَبَ أَبُو ذَرٍّ لِيَتَقَدَّمَ، فَقَالُوا: «إِلَيْكَ» ، قَالَ: أَوَ كَذَلِكَ؟ قَالُوا: «نَعَمْ» ، قَالَ: فَتَقَدَّمْتُ إِلَيْهِمْ وَأَنَا عَبْدٌ مَمْلُوكٌ وَعَلَّمُونِي فَقَالُوا: «إِذَا أُدْخِلَ عَلَيْكَ أَهْلُكَ فَصَلِّ عَلَيْكَ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ سَلِ اللَّهَ تَعَالَى مِنْ خَيْرِ مَا دَخَلَ عَلَيْكَ، وَتَعَوَّذْ بِهِ مِنْ شَرِّهِ، ثُمَّ شَأْنَكَ وَشَأْنَ أَهْلِكَ»
Dari Abu Sa’id maula (budak yang dimerdekakan) Abu Usaid ia berkata, “Aku menikah ketika budak, lalu aku mengundang beberapa orang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, di antaranya Ibnu Mas’ud, Abu Dzar dan Hudzaifah. Iqamat pun dikumandangkan, maka Abu Dzar maju ke depan, namun yang lain mengatakan, “Kamu saja (yakni kepadaku)!”, ia pun bertanya, “Apa memang demikian?” Para sahabat menjawab, “Ya,” maka aku maju sedangkan ketika itu aku adalah seorang budak, mereka juga mengajariku dan berkata, “Apabila istri dihadirkan kepadamu, lakukanlah shalat dua rakaat, mintalah kepada Allah Ta'ala kebaikan apa yang datang kepadamu, dan berlindunglah kepada-Nya dari keburukannya. kemudian setelahnya terserah kepadamu dan kepada istrimu.” (Sanadnya shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Abdurrazzaaq)
4. Ketika hendak berjima’ ucapkanlah doa berikut:
بِسْمِ اللهِ، اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
Artinya: Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah setan dari kami dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugrahkan.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda –bagi orang yang mengucapkan doa di atas-:
فَإِنْ قَضَى اللهُ بَيْنَهُمَا وَلَداً؛ لَمْ يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ أَبَداً
Jika Allah menakdirkan anak untuknya, niscaya setan tidak dapat menguasainya selama-lamanya.” (Hr. Bukhari dan para pemilik kitab Sunan selain Nasa’i, Abdurrazzaq, dan Thabrani).
5. Haram bagi suami menggauli istri ketika haidh, dan menggaulinya di duburnya, Rasulullah  shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَتَى حَائِضًا، أَوِ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا، أَوْ كَاهِنًا، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barang siapa yang menggauli istrinya ketika haidh atau di duburnya, atau mendatangi dukun dan membenarkan kata-katanya, maka sungguh ia telah kufur kepada Al Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.”(HR. Pemilik kitab Sunan selain Nasa’i).
6. Jika suami hendak mengulangi jimanya dianjurkan berwudhu’. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ، ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ، فَلْيَتَوَضَّأْ [بَيْنَهُمَا وُضُوْءاً] (وَفِي رِوَايَةٍ: وُضُوْءَهُ لِلصَّلاَةِ ) [فَإِنَّهُ أَنْشَطُ فِي الْعَوْدِ]
“Apabila salah seorang di antara kamu mendatangi istrinya, lalu ia ingin mengulangi (jimanya), maka hendaklah ia berwudhu’ [di tengah-tengahnya] -dalam sebuah riwayat disebutkan “Seperti wudhunya ketika hendak shalat”- [karena hal itu lebih membuat semangat dalam mengulangi].” (Hr. Muslim, Ibnu Abi Syaibah, Ahmad dan Abu Nu’aim dalam Ath Thibb, tambahan di atas adalah tambahannya).
7. Apabila suami-istri ingin tidur sehabis melakukan jima’, dianjurkan berwudhu’ terlebih dahulu. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah berikut:
((كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ أَن [يَأْكُلَ أَوْ] يَنَامَ، وَهُوَ جُنُبٌ، غَسَلَ فَرْجَهُ، وَتَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ))
“Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam apabila hendak makan atau tidur pada saat junub, mencuci farjinya dan berwudhu’ seperti wudhunya untuk shalat.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu ‘Awaanah)
8. Bagi suami maupun istri tidak boleh menyebarkan rahasia hubungan intim mereka berdua. Hal ini berdasarkan hadits berikut:
إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ، وَتُفْضِي إِلَيْهِ، ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
"Sesungguhnya di antara seburuk-buruk manusia kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah seorang yang menggauli istrinya, dan istrinya menggaulinya, lalu ia membuka rahasianya." (HR. Ibnu Abi Syaibah, Muslim, Ahmad, Abu Nu'aim, Ibnus Sunniy, dan Baihaqi dari hadits Abu Sa'id Al Khudri. Al Albani berkata, "Sesungguhnya hadits ini meskipun ada dalam Shahih Muslim, tetapi dha'if karena sanadnya. Di dalamnya terdapat Umar bin Hamzah Al Umariy, dan ia adalah dha'if sebagaimana disebutkan dalam At Taqrib dan seperti yang dikatakan Adz Dzahabi dalam Al Mizan, ia berkata, "Ia didhaifkan oleh Yahya bin Ma'in dan Nasa'i. Ahmad berkata, "Hadits-haditsnya munkar.")
9. Masing-masing hendaknya bergaul secara baik, seperti saling memenuhi memenuhi kewajibannya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf.” (Qs. Al Baqarah: 228)
Dari Hakim bin Mu’awiyah Al Qusyairiy, dari ayahnya ia berkata, “Aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, apa hak istri yang harus dipenuhi suami?” Beliau bersabda,
«أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، أَوِ اكْتَسَبْتَ، وَلَا تَضْرِبِ الْوَجْهَ، وَلَا تُقَبِّحْ، وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ»
“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan, engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian, dan jangan memukul mukanya, jangan menjelekkannya, dan jangan meninggalkannya kecuali di rumah.” (Hr. Abu Dawud, dan dinyatakan hasan shahih oleh Al Albani)
10. Seorang suami hendaknya bersikap lembut dan berbuat baik kepada istrinya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّمَا هُنَّ عَوَانٍ عِنْدَكُمْ
“Ingatlah! Berbuat baiklah kalian kepada wanita, karena mereka adalah para tawanan di sisi kalian.” (Hr. Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani)
11. Istri menaati suaminya dalam hal yang  bukan maksiat, dan tidak menaati keluarga istri dalam hal yang tidak disukai suami atau menyelisihi keinginan suami. Demikian pula seorang istri tidak boleh menolak ajakan suaminya ketika suami menginginkan dirinya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Apabila suami mengajak istrinya ke tempat tidur, lalu istri enggan, sehingga suami semalaman marah kepadanya, maka para malaikat akan melaknatnya hingga pagi hari.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
12. Seorang suami harus adil jika memiliki lebih dari satu istri dalam hal yang disanggupinya (bukan dalam hal yang tidak disanggupinya seperti dalam hal hati). Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ»
“Barang siapa yang memiliki dua istri, lalu ia lebih cenderung kepada salah satunya, maka ia akan datang pada hari Kiamat dengan sebelah tubuhnya yang miring.” (Hr. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al Albani)
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, Kutubus Sittah, Adabul Muslim fil Yaumi wal Lailah, dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger