بسم
الله الرحمن الرحيم
Tanya-Jawab
Masalah Agama (1)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut tanya jawab berbagai
masalah aktual, semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan
bermanfaat, aamin.
1. Pertanyaan: Bismillah. Afwan ustadz ana mau bertanya ustadz, apakah boleh seorang
wanita menjadi bagian dari pengurusan masjid?
Jawab:
الحمد
لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Jika yang dimaksud ‘mengurus masjid’ bagi wanita
adalah membantu kegiatan di masjid yang berurusan dengan kaum wanita, yakni
sebagai ‘panitia akhwat’ seperti membantu mengarahkan posisi wanita ketika di
masjid, menerima pengaduan dan pertanyaan dari jamaah wanita, mengawasi kaum
wanita, mengobati dan merawat wanita yang sakit, dsb. maka hal ini diperbolehkan,
tentunya dengan memperhatikan aturan syara ketika di masjid bagi wanita, seperti
menutup aurat, tidak mengenakan wewangian, tidak bercampur baur dengan pria,
mendapatkan izin dari suami atau walinya, dsb. Jawaban seperti ini juga telah
disampaikan dalam Mausu’ah Fatawa di sini: http://www.fatawa.com/view/4492
Tetapi jika maksud ‘mengurus masjid’ dalam arti ikut
mengatur masjid, maka ini bukan dipikul oleh kaum wanita, bahkan menjadi
tanggung jawab kaum pria. Karena secara umum sebagaimana firman Allah Ta’ala,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
“Laki-laki
adalah pemimpin bagi wanita.” (Qs. An
Nisaa: 34)
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa
Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
2.
Pertanyaan: Bismillah, afwan ustadz mau tanya, terkait tentang
‘Tes MBTI 16 karakter kepribadian’ yg marak akhir-akhir ini, bagaimana hukumnya
terkait hasil tesnya yg mencocoki dari hasil riset survey? Apakah dibolehkan
dan sama halnya seperti tes psikotes, dan tes tes lainnya, ataukah justru haram
sama halnya ramalan-ramalan zodiak dsb.?
Jawab:
الحمد
لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Setelah
memperhatikan beberapa informasi dari beberapa sumber terkait tes kepribadian
yang pada kenyataannya membawa seseorang kepada pandangan dan arah tertentu
seakan tidak ada pilihan selain itu, maka kami menyampaikan, bahwa sebaiknya
tidak melakukan tes itu agar dirinya tidak ditimpa pesimis, di samping itu tes
tersebut mirip ramalan zodiak yang menerangkan sifat dan keadaan seseorang yang
akibatnya seseorang merasa pesimis, merendahkan dirinya, dsb.
Oleh
karena itu, sebagai bentuk wara (kehati-hatian) terhadap perkara haram
hendaknya seseorang meninggalkannya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,
إِنَّ
اَلْحَلَالَ بَيِّنٌ, وَإِنَّ اَلْحَرَامَ بَيِّنٌ, وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ,
لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنْ اَلنَّاسِ, فَمَنِ اتَّقَى اَلشُّبُهَاتِ, فَقَدِ
اِسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ, وَمَنْ وَقَعَ فِي اَلشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي
اَلْحَرَامِِ
“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang
haram itu jelas dan di antara keduanya ada masalah-masalah yang samar, yang
tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barang siapa yang menjaga dirinya dari
syubhat maka sungguh ia telah memelihara agama dan kehormatannya, dan
barang siapa yang jatuh ke dalam syubhat maka ia akan jatuh kepada yang haram.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Beliau
juga bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ
الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ
وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ
أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَّرَ اللَّهُ وَمَا شَاءَ
فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
“Orang
mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang
lemah, namun pada keduanya ada kebaikan. Bersegeralah untuk mengerjakan yang memberikan manfaat buatmu dan
mintalah pertolongan kepada Allah. Janganlah bersikap lemah, jika kamu tertimpa
sesuatu maka jangan katakan, “Kalau seandainya aku kerjakan ini dan itu tentu
akan jadi begini dan begitu,” tetapi katakalah, “Allah telah takdirkan dan apa
yang dikehendaki-Nya Dia perbuat,” karena kata ‘seandainya’
membuka pintu amal setan.” (HR. Muslim)
Dalam
hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«لاَ طِيَرَةَ، وَخَيْرُهَا الفَأْلُ»
“Tidak
ada thiyarah (merasa sial dengan sesuatu), dan yang terbaik adalah fa’l
(bersikap optimis).
Para
sahabat bertanya, “Apa itu fa’l?”
Beliau
bersabda,
«الكَلِمَةُ الصَّالِحَةُ يَسْمَعُهَا أَحَدُكُمْ»
“Kata-kata
yang baik yang didengar oleh salah seorang di antara kamu.” (Hr. Bukhari dan
Muslim)
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa
Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan
Hadidi, M.Pd.I
3. Pertanyaan:
Assalamualaikum admin, Ana punya toko online (saya buka jasa desain) namun
karena pandemi ini terjadi penurunan. Ana pun memberikan diskon, agar menarik
konsumen lagi. Tapi ada seseorang yang komen di toko online ana admin; Intinya
orang ini mengatakan harga yg ana jual terlalu murah (di bawah harga pasar) dan
membuat mati rezeki orang lain. Pertanyaannya, apakah boleh memasang diskon
murah dan bisa membuat mati rezeki orangg lain? Syukron.
Jawab:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى
آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Pada
dasarnya jual beli tidak mengapa dengan harga yang diinginkan penjual baik
mahal atau murah selama saling ridha atau suka sama suka antara penjual dan
pembeli. Allah Ta’ala berfirman,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ
بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu.” (Qs. An
Nisaa: 29)
Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ»
“Sesungguhnya
jual-beli itu atas dasar suka-sama suka (tanpa ada paksaan).” (Hr. Ibnu Majah,
dishahihkan oleh Al Albani)
Bahkan
tidak boleh bagi pemerintah menetapkan harga. Oleh karenanya, saat Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam diminta menetapkan harga, maka Beliau bersabda,
«إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ،
وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللَّهَ وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يُطَالِبُنِي بِمَظْلَمَةٍ
فِي دَمٍ وَلَا مَالٍ»
“Sesungguhnya
Allah yang menetapkan harga, yang menyempitkan dan melapangkan rezeki serta
yang memberikan rezeki. Aku ingin saat bertemu Allah, tidak ada seorang pun
yang menuntutku karena kezaliman yang terkait dengan darah dan harta.” (Hr. Abu
Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
Dan hukum
asal dalam muamalah adalah mubah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata,
والأصل في
هذا أنه لا يحرم على الناس من المعاملات التي يحتاجون إليها إلا ما دلَّ الكتابُ
والسنةُ على تحريمه،
“Hukum
asal dalam hal ini adalah bahwa tidak diharamkan bagi manusia melakukan
muamalah yang mereka butuhkan kecuali ada dalil larangannya dalam Al Qur’an dan
As Sunnah.” (Majmu Fatawa 28/386)
Dengan
demikian, tidak mengapa kita menjual atau memasang diskon murah jika tidak ada
niat dalam hati kita untuk menyengsarakan penjual lain, wallahu a’lam.
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa
Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan
Hadidi, M.Pd.I
4. Pertanyaan:
Assalamu alaikum warahmatullahi wa barakatuh ustadz.
Izin, saya mau bertanya soal preorder. Saya
sedang bisnis online tas kanvas lukis yang saya lukis sendiri. Namun karena itu
costume dan permintaan dari pembeli akhirnya saya buka preorder setiap bulannya
sesuai warna tas yang dipesan dan gambar lukisan yang dipesan semampu saya
mengerjakan tas lukis, apakah itu preorder yg dibolehkan ustadz? Jazakallahu
khairan ustadz.
Jawab:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى
آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Di antara
muamalah yang diperbolehkan dalam Islam adalah akad salam yang sangat mirip
dengan pre order, dimana pengertian salam adalah jual beli barang dengan
penundaan barangnya namun ditentukan
sifatnya dengan bayaran yang disegerakan. Nama lain salam adalah salaf, dimana
salam adalah bahasa penduduk Hijaz, sedangkan salaf adalah bahasa penduduk
Irak.
Kebolehan
salam ditunjukkan oleh Al Qur’an dan As Sunnah.
Dalam Al
Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ
بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya." (Qs. Al Baqarah: 282)
Ibnu Abbas
menafsirkan ayat ini dengan akad salam.
Dalam As
Sunnah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ أَسْلَفَ فِي شَيْءٍ،
فَفِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ، وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ، إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ»
“Barang siapa
yang melakukan salam terhadap sesuatu, maka hendaknya dalam takaran yang jelas
dan timbangan yang jelas sampai waktu yang ditentukan.” (Hr. Bukhari dan
Muslim)
Dalam
Ijma, Ibnul Mundzir berkata, “Telah sepakat semua orang yang kami hafal
termasuk Ahli Ilmu bahwa salam hukumnya boleh.”
Namun
untuk sahnya salam disyaratkan beberapa syarat berikut:
1. Barang
yang akan diserahkan bisa ditentukan sifatnya, baik dengan ditakar, ditimbang,
atau diukur agar tidak timbul pertengkaran.
2.
Diketahui ukuran barang tersebut dengan ukuran syar’i, sehingga tidak sah untuk
barang yang ditakar dengan ditimbang dan yang ditimbang namun malah ditakar.
3. Disebutkan
jenis barangnya dan macamnya dengan sifat yang membedaan dengan yang lain.
4.
Sifatnya utang dalam tanggungan (pihak yang diminta).
5.
Barangnya ditunda.
6. Waktu
penyerahan diketahui dan ditentukan kedua belah pihak.
7.
Pembayarannya telah diterima secara penuh dan diketahui di majlis akad sebelum
berpisah.
8. Keadaan
barang biasanya ada ketika jatuh tempo agar dapat diserahkan pada waktunya.
Jika
pemesan datang dan barangnya sesuai pemesanan, maka ia harus mengambilnya. Atau
jika barangnya disiapkan dengan keadaan yang lebih baik, maka ia harus
mengambilnya, karena si produsen membawakan barang yang dicakup oleh akad serta
memberikan tambahan, namun jika barangnya tidak sesuai sifat yang diminta atau
jenis yang diinginkan, maka ia berhak mengambilnya namun tidak harus. Tetapi
jika membawakan dengan jenis lain, maka tidak boleh diterima.
Yang sama
hukumnya dengan salam juga adalah ishthina’ (memesan untuk dibuatkan), dimana
menurut jumhur juga boleh dan syarat padanya sama seperti syarat pada salam,
dimana di antara syarat yang pentingnya adalah diserahkan bayaran secara penuh
di majlis akad (Al Asybah wan Nazha’ir hal. 89 dan Dhawabith Al Aqd
fil Fiqhil Islami hal, 356).
Dengan
demikian, pre order hukumnya boleh, tentunya setelah terpenuhi syarat seperti
yang telah disebutkan.
Namun ada
hal lain yang perlu diperhatikan, yaitu apabila permintaannya berupa lukisan
makhluk bernyawa, maka jangan dipenuhi permintaannya agar tidak jatuh dalam ta’awun
alal itsmi wal udwan (bantu-membantu atas dasar dosa dan pelanggaran)
karena melukis makhluk bernyawa hukumnya haram.
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa
Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan
Hadidi, M.Pd.I
5.
Pertanyaan: Bismillah, Assalamu'alaikum warahmatullah
wabarakatuh.
Semoga
Ustadz dan tim Bimbingan Islam beserta keluarga selalu dalam lindungan Allah
Subhanahu Wa Ta'ala.
Afwan izin bertanya Ustadz, mengenai
kewajiban berkurban bila mampu. Jika
kondisinya seseorang memiliki harta/tabungan yang dipersiapkan untuk kebutuhan
pokok namun baru akan digunakan dalam waktu beberapa bulan ke depan apakah bisa dikatakan orang tersebut mampu/wajib berkurban? Jazakallah khairan wa barakallahu fik.
Jawab:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى
آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Para
ulama berbeda pendapat tentang hukum kurban, apakah wajib atau sunah? Di antara mereka ada yang berpendapat
bahwa hukumnya adalah wajib bagi yang mampu, berdasarkan hadits berikut,
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ
يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
“Barang
siapa yang memiliki kemampuan, namun tidak mau berkurban, maka janganlah
sekali-kali mendekati tempat shalat kami (lapangan shalat ‘Iid).” (Hadits
hasan, Shahih Ibnu Majah 2532)
Sedangkan
yang lain berpendapat bahwa hukumnya sunah mu’akkadah (sunah yang sangat ditekankan) beralasan
dengan hadits berikut,
« إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ
أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ » .
“Apabila
kalian melihat hilal (bulan sabit tanda tanggal satu) Dzulhijjah, sedangkan
salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka tahanlah (jangan dicabut)
rambut dan kukunya.” (HR. Muslim)
Kata-kata
“Salah seorang di antara kamu ingin berkurban” menunjukkan sunahnya.
Namun
untuk kehati-hatian dan lepas dari perselisihan, hendaknya seorang muslim tidak
meninggalkannya ketika ia mampu berkurban.
Jika seseorang punya tabungan untuk
kebutuhan pokok di masa mendatang, maka sebagaimana dia mendapatkan rezeki
untuk kebutuhan di saat ini, maka di masa mendatang juga sudah ada rezeki yang
Allah siapkan. Yakinlah bahwa Allah akan mengganti harta yang kita keluarkan di
jalan-Nya, apalagi saat ini kita sudah tercukupi kebutuhannya. Karena ketika
kondisinya sudah tercukupi saat ini dan ada kelebihan masuk ke dalam kelompok
orang yang disebut oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Barang siapa yang
memiliki kemampuan...dst.”
Kecuali
jika Anda punya utang atau kebutuhan pokok Anda saat ini belum tercukupi, maka
dahulukan utang atau kebutuhan tersebut, walahu a’lam.
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa
Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
0 komentar:
Posting Komentar