بسم الله الرحمن الرحيم
Terjemah Bulughul Maram (11)
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari
Kiamat, amma ba’du:
Berikut lanjutan terjemah Bulughul Maram karya
Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan
buku ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Dalam menyebutkan
takhrijnya, kami banyak merujuk kepada dua kitab; Takhrij dari cetakan Darul
‘Aqidah yang banyak merujuk kepada kitab-kitab karya Syaikh M. Nashiruddin
Al Albani rahimahullah, dan Buluughul Maram takhrij Syaikh Sumair Az
Zuhairiy –hafizhahullah- yang kami singkat dengan ‘TSZ’.
كِتَابُ اَلصَّلَاةِ
Kitab Shalat
بَابُ اَلْأَذَانِ
Bab Azan
190- عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ رَبِّهِ t قَالَ: , طَافَ بِي -وَأَنَا نَائِمٌ- رَجُلٌ فَقَالَ: تَقُولُ:
"اَللَّهُ أَكْبَرَ اَللَّهِ أَكْبَرُ, فَذَكَرَ اَلْآذَانَ - بِتَرْبِيع اَلتَّكْبِيرِ
بِغَيْرِ تَرْجِيعٍ, وَالْإِقَامَةَ فُرَادَى, إِلَّا قَدْ قَامَتِ اَلصَّلَاةُ -
قَالَ: فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ r فَقَالَ: "إِنَّهَا لَرُؤْيَا حَقٍّ..." - اَلْحَدِيثَ. أَخْرَجَهُ
أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَابْنُ خُزَيْمَةَ
190.
Dari Abdulllah bin Zaid bin Abdi Rabbih radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Ada
seseorang yang mengelilingiku ketika aku
sedang tidur, ia berkata (mengajarkan kalimat azan): “Kamu ucapkan “Allahu
akbar, Allahu akbar -lalu disebutkan lafaz azan (seluruhnya)- yaitu dengan
mengempat kalikan takbir tanpa tarji’ (mengulang lagi dengan suara tinggi
setelah sebelumnya dengan suara rendah), sedangkan iqamah itu dengan mengucapkannya
sekali-sekali kecuali “Qadqaamatish shalah”, ketika pagi harinya aku mendatangi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu Beliau bersabda, “Sesungguhnya
itu adalah mimpi yang benar…dst.” (Hr. Ahmad, Abu Dawud, dishahihkan oleh
Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah)[i]
191- وَزَادَ أَحْمَدُ فِي آخِرِهِ قِصَّةَ قَوْلِ بِلَالٍ فِي
آذَانِ اَلْفَجْرِ: , اَلصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ اَلنَّوْمِ -
191.
Ahmad menambahkan di akhir hadits
tentang kisah ucapan Bilal di azan fajar “Ash Shalaatu khairum minan naum
(artinya: Shalat itu lebih baik daripada tidur).”[ii]
192- وَلِابْنِ خُزَيْمَةَ: عَنْ أَنَسٍ قَالَ: , مِنْ اَلسُّنَّةِ
إِذَا قَالَ اَلْمُؤَذِّنُ فِي اَلْفَجْرِ: حَيٌّ عَلَى اَلْفَلَاحِ, قَالَ:
اَلصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ اَلنَّوْمِ -
192.
Sedangkan dalam riwayat Ibnu Khuzaimah dari Anas ia berkata; “Termasuk Sunnah
Apabila muazin mengucapkan di waktu fajar, “Hayya ‘alal falah”, ia mengucapkan
juga “Ash Shalatu khiarum minan naum.”[iii]
193- عَنْ أَبِي مَحْذُورَةَ t , أَنَّ اَلنَّبِيَّ r عَلَّمَهُ اَلْآذَانَ, فَذَكَرَ فِيهِ اَلتَّرْجِيعَ - أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.
وَلَكِنْ ذَكَرَ اَلتَّكْبِيرَ فِي أَوَّلِهِ مَرَّتَيْنِ فَقَطْ
وَرَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ فَذَكَرُوهُ مُرَبَّعًا
193. Dari Abu Mahdzurah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan azan kepadanya, disebutkan di sana tarji’.” (Diriwayatkan oleh Muslim, namun disebutkan takbir di awalnya hanya dua kali. Juga diriwayatkan oleh lima imam Ahli Hadits namun semuanya menyebutkan empat kali takbir)[iv]
194- وَعَنْ أَنَسِ]بْنِ مَالِكٍ] t قَالَ: , أُمِرَ بِلَالٌ أَنْ يَشْفَعَ اَلْآذَانَ, وَيُوتِرَ
اَلْإِقَامَةَ, إِلَّا اَلْإِقَامَةَ, يَعْنِي قَوْلَهُ: قَدْ قَامَتِ اَلصَّلَاةُ
- مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ,
وَلَمْ يَذْكُرْ مُسْلِمٌ اَلِاسْتِثْنَاءَ
194.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Bilal diperintahkan untuk
menggenapkan azan dan mengganjilkan iqamat kecuali “iqamah”, yakni kalimat
“Qadqamatist shalah.” (Muttafaq ‘alaih. Tetapi Muslim tidak menyebutkan
pengecualian itu)[v]
195- وَلِلنَّسَائِيِّ: , أَمَرَ اَلنَّبِيُّ r بِلَالاً -
195.
Dan dalam riwayat Nasa’i (dengan lafaz), “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menyuruh Bilal”.[vi]
196- وَعَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ t قَالَ: , رَأَيْتُ بِلَالاً يُؤَذِّنُ وَأَتَتَبَّعُ فَاهُ, هَاهُنَا
وَهَاهُنَا, وَإِصْبَعَاهُ فِي أُذُنَيْهِ - رَوَاهُ أَحْمَدُ,
وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ
196.
Dari Abu Juhaifah radhiyallahu ‘anhu
ia berkata, “Aku melihat Bilal ketika azan, kuperhatikan mulutnya ke sana dan
ke sini, sedangkan kedua jarinya di dua (lubang) telinganya. (Diriwayatkan oleh
Ahmad dan Tirmidzi, ia menshahihkannya)[vii]
197- وَلِابْنِ مَاجَهْ: وَجَعَلَ إِصْبَعَيْهِ
فِي أُذُنَيْهِ
197.
Sedangkan dalam riwayat Ibnu Majah
disebutkan, “Dan ia jadikan dua jarinya di dua (lubang) telinga”.[viii]
198- وَلِأَبِي دَاوُدَ: , لَوَى عُنُقَهُ, لَمَّا بَلَغَ "حَيَّ عَلَى اَلصَّلَاةِ
" يَمِينًا وَشِمَالاً وَلَمْ يَسْتَدِرْ -. وَأَصْلِهِ فِي اَلصَّحِيحَيْنِ
198.
Sedangkan dalam riwayat Abu Dawud
disebutkan “Ia (Bilal) memutar lehernya, ketika sampai pada kalimat “Hayya
‘alash shalah” ke kanan dan ke kiri, tetapi ia tidak memutar badannya.” Asal
hadits ini terdapat dalam Shahihain.[ix]
199- وَعَنْ أَبِي مَحْذُورَةَ t , أَنَّ اَلنَّبِيَّ r أَعْجَبَهُ صَوْتُهُ, فَعَلَّمَهُ اَلْآذَانَ - رَوَاهُ اِبْنُ
خُزَيْمَةَ
199.
Dari Abi Mahdzurah radhiyallahu
‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dibuat kagum oleh suaranya, lalu
Beliau mengajarkan kepadanya azan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah)[x]
200- وَعَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا
قَالَ: , صَلَّيْتُ مَعَ اَلنَّبِيِّ r اَلْعِيدَيْنِ, غَيْرَ مَرَّةٍ وَلَا مَرَّتَيْنِ, بِغَيْرِ
أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ - رَوَاهُ مُسْلِمٌ
200.
Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu
‘anhu ia berkata, “Aku telah melakukan shalat dua hari raya bersama Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan itu tidak hanya sekali atau dua kali, ketika
itu tidak dikumandangkan azan dan iqamat. (Diriwayatkan oleh Muslim)[xi]
201- وَنَحْوُهُ
فِي اَلْمُتَّفَقِ: عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا, وَغَيْرُهُ
201.
Dan sama seperti itu juga dalam
Hadits Muttafaq ‘alaih, dari Ibnu Abbas serta yang lainnya.[xii]
202- وَعَنْ أَبِي قَتَادَةٌ فِي اَلْحَدِيثِ اَلطَّوِيلِ, , فِي نَوْمهُمْ عَنْ اَلصَّلَاةِ - ثُمَّ أَذَّنَ بِلَالٌ,
فَصَلَّى رَسُولُ اَللَّهِ r كَمَا كَانَ يَصْنَعُ كُلَّ يَوْمٍ - رَوَاهُ مُسْلِمٌ
202.
Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu
-dalam hadits yang panjang tentang tertidurnya para shahabat sampai shalat di
luar waktu-, kemudian Bilal azan lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaksanakan shalat sebagaimana yang dilakukannya setiap hari.” (Diriwayatkan
oleh Muslim)[xiii]
203- وَلَهُ عَنْ جَابِرٍ; , أَنَّ اَلنَّبِيَّ r أَتَى اَلْمُزْدَلِفَةَ فَصَلَّى بِهَا اَلْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ,
بِأَذَانٍ وَاحِدٍ وَإِقَامَتَيْنِ -
203.
Dalam riwayat Muslim juga dari Jabir
radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sampai di
Muzdalifah, shalat Maghrib dan isya di sana (dijama’) dengan satu azan dan dua
iqamat.[xiv]
204- وَلَهُ عَنْ اِبْنِ عُمَرَ: , جَمَعَ بَيْنَ اَلْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِإِقَامَةٍ وَاحِدَةٍ - زَادَ أَبُو دَاوُدَ: , لِكُلِّ صَلَاةٍ - وَفِي رِوَايَةِ لَهُ: , وَلَمْ يُنَادِ فِي وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا -
204.
Dalam riwayat Muslim juga dari Ibnu
Umar radhiyallahu ‘anhuma disebutkan, “Beliau menjama’ shalat Maghrib dan Isya
dengan satu Iqamat,” sedangkan Abu Dawud menambahkan “Untuk masing-masing
shalat” dan dalam sebuah riwayatnya disebutkan, “Beliau tidak menyuruh azan
untuk salah satu dari keduanya.”[xv]
205- وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ, وَعَائِشَةَ قَالَا: قَالَ رَسُولُ
اَللَّهِ r , إِنَّ بِلَالاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ, فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى
يُنَادِيَ اِبْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ", وَكَانَ رَجُلاً أَعْمَى لَا يُنَادِي,
حَتَّى يُقَالَ لَهُ: أَصْبَحْتَ, أَصْبَحْتَ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَفِي
آخِرِهِ إِدْرَاجٌ
205.
Dari Ibnu Umar dan Aisyah
radhiyallahu ‘anhum keduanya berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya Bilal mengumandangkan azan di waktu malam, maka
tetaplah makan dan minum sampai Ibnu Ummi Maktum azan.” Ibnu Ummi Maktum adalah
seorang yang buta yang tidak melakukan azan kecuali setelah dikatakan
kepadanya, “Kamu sudah berada di waktu shubuh, kamu sudah berada di waktu
Subuh.’” (Muttafaq ‘alaih, dan lafaz akhirnya adalah idraj/selipan)[xvi]
206- وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ; , إِنَّ بِلَالاً أَذَّنَ قَبْلَ اَلْفَجْرِ, فَأَمَرَهُ
اَلنَّبِيُّ r أَنْ يَرْجِعَ, فَيُنَادِيَ: "أَلَا إِنَّ اَلْعَبْدَ نَامَ - رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ
وَضَعَّفَهُ
206.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,
bahwa Bilal azan sebelum fajar, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkannya kembali ke tempat azan dan menyeru, “Ingatlah sesungguhnya
seorang hamba tengah tidur.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan ia
mendha’ifkannya)[xvii]
207- وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِذَا سَمِعْتُمْ اَلنِّدَاءَ, فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ
اَلْمُؤَذِّنُ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
207.
Dari Abi Sa’id Al Khudri
radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Apabila kamu mendengar azan, maka ucapkanlah sebagaimana yang
diucapkan muazin.” (Muttafaq ‘alaih)[xviii]
208- وَلِلْبُخَارِيِّ: عَنْ
مُعَاوِيَةَ
208.
Sedangkan dalam riwayat Bukhari dari
jalan Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu sama seperti itu.[xix]
209- وَلِمُسْلِمٍ: , عَنْ عُمَرَ فِي فَضْلِ اَلْقَوْلِ كَمَا يَقُولُ اَلْمُؤَذِّنُ
كَلِمَةً كَلِمَةً, سِوَى اَلْحَيْعَلَتَيْنِ, فَيَقُولُ: "لَا حَوْلَ وَلَا
قُوَّةَ إِلَّا بِاَللَّهِ" -
209.
Dan dalam riwayat Muslim dari jalan
Umar radhiyallahu ‘anhu tentang keutamaan mengucapkan kata-kata yang diucapkan
oleh muazin disebutkan sekalimat sekalimat kecuali hai’alah (Hayya ‘alash
shalaah & hayya ‘alal falaah), maka pendengar mengucap “La haula wa la
quwwata illa billah.”[xx]
210- وَعَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي الْعَاصِ t , أَنَّهُ قَالَ : يَا رَسُولَ اَللَّهِ اِجْعَلْنِي إِمَامَ
قَوْمِي . قَالَ : "أَنْتَ إِمَامُهُمْ , وَاقْتَدِ بِأَضْعَفِهِمْ ,
وَاِتَّخِذْ مُؤَذِّنًا لَا يَأْخُذُ عَلَى أَذَانِهِ أَجْرًا - أَخْرَجَهُ اَلْخَمْسَةُ
, وَحَسَّنَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ , وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ .
210.
Dari ‘Utsman bin Abil ‘Ash
radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Wahai Rasulullah, jadikanlah saya imam bagi
kaum saya,” maka Beliau bersabda, “Engkau imam bagi mereka, dan jadikanlah
perhatianmu kepada orang yang paling lemah di antara mereka serta carilah muazin
yang tidak mengambil upah dalam azannya.’” (Diriwayatkan oleh lima imam Ahli
Hadits, dihasankan oleh Tirmidzi, dan
dishahihkan oleh Hakim)[xxi]
211- وَعَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ t قَالَ : قَالَ لَنَا اَلنَّبِيُّ r , وَإِذَا حَضَرَتِ اَلصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ .
. . - اَلْحَدِيثَ أَخْرَجَهُ
اَلسَّبْعَةُ .
211.
Dari Malik bin Al Huwairits
radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda kepada kami, “Apabila tiba waktu shalat, hendaknya salah seorang di
antara kamu azan buat kamu…dst.” (Diriwayatkan oleh tujuh imam Ahli Hasits)[xxii]
212- وَعَنْ جَابِرٍ t أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ r قَالَ لِبِلَالٍ : , إِذَا أَذَّنْتَ فَتَرَسَّلْ , وَإِذَا أَقَمْتُ فَاحْدُرْ ,
وَاجْعَلْ بَيْنَ أَذَانِكَ وَإِقَامَتِكَ قَدْرَ مَا يَفْرُغُ اَلْآكِلُ مِنْ
أَكْلِهِ - اَلْحَدِيثَ . رَوَاهُ
اَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَهُ .
212.
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Bilal, “Apabila
kamu azan maka perlambatlah dan apabila kamu iqamat maka percepatlah, berilah
jarak antara azanmu dan iqamatmu sejarak selesainya orang yang makan dari
makannya…dst.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, dan didha’ifkannya)[xxiii]
213- وَلَهُ : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t أَنَّ اَلنَّبِيَّ r قَالَ : , لَا يُؤَذِّنُ إِلَّا مُتَوَضِّئٌ - وَضَعَّفَهُ أَيْضًا
فَالْحَدِيثُ ضَعِيفٌ مَرْفُوعًا وَمَوْقُوفًا .
213.
Dan dalam riwayat Tirmidzi juga dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah bersabda, “Tidak boleh azan kecuali orang yang wudhu’.” (Namun
didhaifkannya juga, jadi hadits tersebut dha’if baik yang marfu’ maupun yang
mauquf)[xxiv]
214- وَلَهُ : عَنْ زِيَادِ بْنِ اَلْحَارِثِ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , وَمَنْ أَذَّنَ فَهُوَ يُقِيمُ - وَضَعَّفَهُ أَيْضًا
214.
Dalam riwayat Tirmidzi juga dari
Ziyad bin Al Harits ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Dan barang siapa yang azan maka dialah yang iqamat.” (namun
didha’ifkannya juga)[xxv]
215- وَلِأَبِي دَاوُدَ: فِي حَدِيثِ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ زَيْدٍ
أَنَّهُ قَالَ : أَنَا رَأَيْتُهُ - يَعْنِي : اَلْأَذَانُ - وَأَنَا كُنْتُ
أُرِيدُهُ . قَالَ : "فَأَقِمْ أَنْتَ " وَفِيهِ ضَعْفٌ أَيْضًا
215.
Sedangkan dalam riwayat Abu Dawud
dari hadits Abdullah bin Zaid, bahwa ia (Abdullah bin Zaid) berkata, “Akulah
yang mimpi tentang itu –yakni azan-, aku juga sebenarnya yang mau”, maka Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kamulah kalau begitu yang iqamat.” (di
dalamnya sama ada kelemahan)[xxvi]
216- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , اَلْمُؤَذِّنُ أَمْلَكُ بِالْأَذَانِ , وَالْإِمَامُ أَمْلَكُ
بِالْإِقَامَةِ - رَوَاهُ اِبْنُ عَدِيٍّ
وَضَعَّفَهُ .
216.
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Muazin itu lebih berhak memegang azan, dan imam itu lebih berhak
(mengendalikan) iqamat.” (Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Addiy, namun ia mendha’ifkannya)[xxvii]
217- وَلِلْبَيْهَقِيِّ
نَحْوُهُ : عَنْ عَلِيٍّ مِنْ قَوْلِهِ
217.
Sedangkan
dalam riwayat Baihaqi sama seperti itu namun dari jalan Ali dan termasuk
ucapannya.[xxviii]
218- وَعَنْ أَنَسٍ t قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , لَا يُرَدُّ اَلدُّعَاءُ بَيْنَ اَلْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ - رَوَاهُ النَّسَائِيُّ ,
وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ .
218.
Dari Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tidak ditolak doa di antara azan dan iqamat.” (Diriwayatkan oleh
Nasa’i, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)[xxix]
219-وَعَنْ جَابِرٍ- رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُ- أَنَّ رَسُولَ
اَللَّهِ r قَالَ : , مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ اَلنِّدَاءَ : اَللَّهُمَّ رَبَّ
هَذِهِ اَلدَّعْوَةِ اَلتَّامَّةِ , وَالصَّلَاةِ اَلْقَائِمَةِ , آتِ مُحَمَّدًا
اَلْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ , وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا اَلَّذِي
وَعَدْتَهُ , حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ - أَخْرَجَهُ
اَلْأَرْبَعَةُ .
219. Dari
Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Barang siapa yang mengucapkan ketika telah mendengar azan, Allahumma
Rabba Haadzihid da’watit Taammah…dst. sampai wa’attah. (artinya, “Ya Allah,
pemilik seruan yang sempurna ini, pemilik shalat yang ditegakkan, berikanlah
kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi) dan keutamaan, bangkitkanlah
dia di tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan”), maka syafaatku pasti
ia dapatkan pada hari kiamat.” (Diriwayatkan oleh empat imam Ahli Hadits)[xxx]
Bersambung….
Wa
shallallahu 'alaa Nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Alih Bahasa:
Marwan bin Musa
[i] Hasan shahih,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (499) dalam Ash Shalaah, Tirmidzi (189),
Ahmad (16430), pentahqiqnya yaitu Ahmad Syakir berkata, “Isnadnya shahih”. Ada
juga dalam Shahih Ibnu Khuzaimah dengan ta’liq Al Albani (382), Ibnu Majah
(706), Baihaqi (1/391), Daruquthni (89) dari jalan Muhammad bin Ishaq, telah
menceritakan kepadaku Muhammad bin Ibrahim bin Al Haarits At Taimiy dari
Muhammad bin Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbih, ia berkata: Telah menceritakan
kepadaku Abdullah bin Zaid, Tirmidzi berkata, "Hadits hasan shahih.” Al
Albani mengatakan, “Dan ini isnad yang hasan.” [Al Irwaa’ (246)] .
[ii] Isnadnya
terputus, diriwayatkan oleh Ahmad dari jalan Ibnu ishaq, ia mengatakan,
“Dan Muhammad bin Salim Az Zuhriy menyebutkan dari Sa’id bin Al Musayyib dari
Muhammad bin Abdillah bin Zaid”, isnadnya terputus, karena Ibnu Ishaq apabila
mengatakan, “Dan disebutkan”, maka ia tidak mendengar, hadits tersebut adalah
maushul –dikatakan oleh Ahmad Syakir dalam ta’liqnya terhadap hadits tersebut,
no. (16429) .
[iii] Isnadnya shahih, diriwayatkan oleh Ibnu
Khuzaimah (1/202 no. 386 dalam shahihnya), Daruquthni dalam Sunannya (1/243)
dari jalan Abu Usamah, isnadnya shahih, lihat Ta’liq Al Albani terhadap Shahih
Ibnu Khuzaimah no. (386).
[iv] Shahih,
diriwayatkan oleh Muslim (379) bab Shifatul Adzan, Abu Dawud (502, 503)
bab Kaifal adzaan, Nasa’i (629) bab Khafdhush shaut fit tarji’ fil
adzaan, Shahih Ibnu Majah oleh Al Albani (588). Juga diriwayatkan oleh
Tirmidzi (192) dan Ahmad (3/409 dan 6/401), Tirmidzi mengatakan, "Hadits
hasan shahih."
[v] Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (605) bab Al Adzaan matsnaa matsnaa, Muslim
(378) bab Al Amru bisyaf’il adzaan wa iitaaril iqaamah.
[vi] Shahih,
diriwayatkan oleh Nasa’i (627) dalam Tatsniyatul adzaan, Ibnu Majah
(370) bab Ifraadul iqaamah, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih
An Nasaa’i no. 626 .
[vii] Shahih,
diriwayatkan oleh Ahmad (18284), Tirmidzi (197) dalam Ash Shalaah bab Maa
jaa’a fii idkhaalil ishba’ fil udzun ‘indal adzaan, Tirmidzi mengatakan,
"Hadits hasan shahih", Hakim (1/202) dari jalan Abdurrazzaaq. Kata
Hakim, “Shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim”, dan disepakati oleh Adz Dzahabiy,
serta dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi, lihat Al
Irwaa' (230) .
[viii] Dha’if,
diriwayatkan oleh Ibnu Majah (711) dalam Al Adzaan was Sunnatu fiihaa,
bab As Sunnah fil adzaan dari jalan Sa’ad Al Qurzh, dan didha'ifkan oleh
Al Albani dalam Dha’if Ibnu Majah no. 133, lihat Al Irwaa' ( 231),
lafaznya adalah,
عن سعد القرظ: أن رَسُول اللَّه
صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَم أمر بلال أن يجعل إصبعيه في إذنيه. وقال إنه أرفع
لصوتك
Dari Sa’ad Al Qurzh: Bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh Bilal menjadikan dua jarinya di kedua
telinganya, kata Beliau, “Sesungguhnya hal itu dapat lebih meninggikan suaramu.”
[ix] Shahih, diriwayatkan oleh
Abu Dawud (520) bab Fil muazin yastadiiru fii adzaanih, dishahihkan oleh
Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (520), dalam riwayat Bukhari (634) bab Hal
Yatatabba’ul muazin faahu haa hunaa wa haa hunaa, Muslim (503) bab Sutratul
Mushalliy.
Sumair Az Zuhairiy menyebutkan riwayat
Bukhari dan Muslim sbb:
عن ابن أبي جحيفة، عن أبيه؛ أنه
رأى بلالا يؤذن. قال: فجعلت أتتبع فاه هاهنا وهاهنا.
Dari Ibnu Abi Juhaifah, dari bapaknya:
bahwa ia melihat Bilal ketika adzan, lanjutnya, “Saya perhatikan mulutnya ke
sana dan ke sini.”
[x] Diriwayatkan oleh
Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya (1/195 no. 377), Darimiy (1/271) dari jalan
Sa’id bin ‘Amir.
[xi] Shahih,
diriwayatkan oleh Muslim (887) dalam Shalaatul ‘Iedain, Tirmidzi (532)
dalam Al Jum’ah dan Abu Dawud (1148) .
[xii] Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (960) dalam Al ‘Idain dan Muslim (886) dalam Shalaatul
‘Idain.
[xiii] Shahih,
diriwayatkan oleh Muslim (681) dalam Al Masaajid wa mawaadhi’ush shalaah .
[xiv] Shahih,
diriwayatkan oleh Muslim (1218) dalam Al Hajj.
Sumair Az Zuhairiy mengatakan, “Dalam
Muslim setelah lafaz tersebut ada kata-kata “ولم يسبح
بينهما شيئا “ (Beliau tidak
melakukan shalat sunah di antara keduanya), lanjutnya, “Inilah yang benar yang
seharusnya dilakukan di malam tersebut –yakni malam Muzdalifah-, adapun yang
disebutkan sebagian orang bahwa yang Sunnah adalah melakukan shalat sunnah
Maghrib (ba’diyyah Maghrib) bersandar dengan riwayat Ibnu Mas’ud dalam (Shahih)
Bukhari ini adalah keliru.”
[xv] Shahih,
diriwayatkan oleh Muslim (1288) dalam Al Hajj, Abu Dawud dalam Al Hajj
bab Ash Shalaah bijam’ (1926, 1927, 1928), dan dishahihkan oleh Al
Albani dalam Shahih Abi Dawud.
Menurut Sumair Az Zuhairiy bahwa lafaz “وَلَمْ يُنَادِ
فِي وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا
“
(Beliau tidak menyuruh azan untuk salah satu dari keduanya) adalah syadz, wallahu
a’lam.
[xvi] Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (617) dalam Al Adzaan, Muslim (1092) dalam Ash
Shiyaam .
Lafaz yang diselipkan ke dalam hadits
adalah kalimat “Ibnu Ummi Maktum addalah seorang yang buta …dst.”, Sumair Az
Zuhairiy menjelaskan bahwa kalimat ini adalah kata-kata Az Zuhriy sebagaimana
diriwayatkan oleh Thahaawiy dalam Syarhul Ma’aaniy, juga yang lainnya
dengan isnad yang shahih dari jalan Bukhari sendiri.
[xvii] Shahih,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (532) bab Al Adzaan qabla dukhuulil waqt,
hadits tersebut dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (532).
Sumair Az Zuhairiy mengatakan, “Adapun
pendha’ifan Abu Dawud, maka ini sama seperti yang dilakukan oleh Tirmidzi
ketika mengatakan “Hadits ini tidak mahfuzh”, alasan mereka adalah karena
Hammad bin Salamah keliru di situ”, Sumair melanjutkan, “Menyalahkan orang yang
tsiqah tanpa bukti adalah tertolak sebagaimana yang mereka lakukan di sini.”
[xviii] Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (611) dalam Al Adzaan, Muslim (383) dalam Ash
Shalaah, Tirmidzi dalam Ash Shalaah, Ibnu Majah (720), Abu Dawud
(522) dan Nasa’i (673) .
[xix] Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (612) dan dalam sebuah riwayatnya (914) dari jalan
Abu Umamah bin Sahl bin Hanif ia berkata:
سمعت معاوية بن أبي سفيان، وهو
جالس على المنبر، أذن المؤذن قال: الله أكبر. الله أكبر. قال معاوية: الله أكبر.
الله أكبر. قال: أشهد أن لا إله إلا الله. فقال معاوية: أنا فقال: أشهد أن محمدا
رسول الله. فقال معاوية: وأنا. فلما قضى التأذين. قال: يا أيها الناس! إني سمعت
رسول الله صلى الله عليه وسلم على هذا المجلس -حين أذن المؤذن- يقول: ما سمعتم مني
من مقالتي.
“Aku
mendengar Mu’awiyah bin Abi Sufyan –ketika itu ia sedang duduk di atas mimbar-
sedangkan muazin mengatakan “Allahu Akbar-Allahu Akbar”, ia mengucapkan “Allahu
Akbar-Allahu Akbar”, Muazin lalu mengatakan “Asyhadu al laailaahaillallah”,
Mu’awiyah mengatakan “Saya (juga)”, muazin lalu mengatakan “Asyhadu anna
Muhammadar Rasulullah”, Mu’awiyah lalu mengatakan “Saya juga” setelah adzan
selesai Mu’awiyah berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya saya mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di atas majlis ini –ketika muazin
berkumandang- mengucapkan seperti yang telah kamu dengar dariku” –TSZ-.
[xx] Shahih,
diriwayatkan oleh Muslim (385) dalam Ash Shalaah, Abu Dawud (527) dalam Ash
Shalaah bab Maa yaquulu idzaa sami’al mu’adzdzin . Dalam TSZ
disebutkan Lafaz Muslim sbb:
عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه، قال:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إذ قال المؤذن: الله أكبر. الله أكبر.
فقال أحدكم: الله أكبر. الله أكبر. ثم قال: أشهد أن لا إله إلا الله. قال: أشهد أن
لا إله إلا الله. ثم قال: أشهد أن محمدا رسول الله. قال: أشهد أن محمدا رسول الله.
ثم قال: حي على الصلاة . قال: لا حول ولا قوة إلا بالله. ثم قال: حي على الفلاح.
قال: لا حول ولا قوة إلا بالله. ثم قال: الله أكبر. الله أكبر. قال: الله أكبر .
الله أكبر . ثم قال: لا إله إلا الله. قال: لا إله إلا الله. من قلبه دخل
الجنة".
Dari Umar bin Al
Khaththab radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda, “Apabila muazin mengucapkan “Allahu akbar-Allahu akbar”, lalu
salah seorang di antara kamu mengucapkan “Allahu akbar-Allahu akbar”, dan
ketika diucapkan “Asyhadu allaailaahaillallah” ia juga ucapkan “Asyhadu allaailaahaillallah”.
Ketika diucapkan “Asyhadu anna muhammadar rasuulullah” ia juga mengucapkan
“Asyhadu anna muhammadar rasuulullah”. Ketika diucapkan “Hayya ‘alash shalaah”
ia ucapkan “Laa haula wa alaa quwwata illaa baillah” dan ketika diucapkan
“Hayya ‘alal falaah” ia ucapkan “Laa haula wa alaa quwwata illaa baillah”, dan
ketika diucapkan “Allahu akbar-Allahu akbar, ia juga ucapkan “Allahu
akbar-Allahu akbar”. Ketika diucapkan “Laailaahaillallah” ia juga mengucapkan
“Laailaahaillallah” dengan ikhlas dari hatinya, maka ia akan masuk surga.” (HR.
Muslim)
[xxi] Shahih,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (531) dalam Ash Shalaah, Tirmidzi (209)
dalam Abwaabush shalaah, ia mengatakan, “Hasan shahih”, Nasa’i (672),
Ibnu Majah (714) dalam Al Adzaan was sunnah fiihaa, Ahmad dalam Al
Musnad (15636), dishahihkan oleh Hakim (1/201) dalam Al Mustadrak, dan
dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abu Dawud (531) .
[xxii] Shahih,
diriwayatkan oleh Bukhari (628) dalam Al Adzaan, Muslim (674) dalam Al
Masaajid wa mawaadhi’ush shalaah, Ibnu Majah (979), Abu Dawud (589),
Darimiy (1253), Ahmad (15171) dan Nasaa’i (635) –TCDA-, juga diriwayatkan oleh
Tirmidzi (205).
Dalam TSZ disebutkan, “Hadits tersebut
dalam riwayat sebagiannya disebutkan secara panjang, namun di sebagian yang
lain disebutkan secara ringkas, Bukhari menambahkan dalam sebagian riwayatnya,
“"وصلوا
كما رأيتموني أصلي “(shalatlah
sebagaimana kalian lihat aku shalat). Sedangkan dalam riwayat Ahmad dengan
lafaz “كما تروني أصلي”
(sebagaimana kalian lihat aku shalat), namun tambahan ini tidak ada pada
seorang pun dari pemilik kitab yang enam selain Bukhari.”
[xxiii] Dha’if jiddan
(sangat dha’if), diriwayatkan oleh Tirmidzi (195) bab Maa jaa’a fit tarassul
fil adzaan dari jalan Ibnu ‘Addiy dari Abdul Mun’im Al Bashriy, telah
menceritakan kepada kami yahya bin Muslim dari Al Hasan dan ‘Athaa’ dari Jabir.
Abu ‘Isa mengatakan, “Hadits ini tidak kami ketahui selain dari hadits Abdul
Mun’im, ini adalah isnad yang majhul”, Al Albani berkata, “Bahkan isnadnya
ma’ruf (terkenal) dengan kedha’ifan, dan kedha’ifan yang parah.” Abdul Mun’im
ini adalah Ibnu Nu’aim Al Aswaariy pemilik As Siqaa’. Bukhari dan Abu Hatim
mengatakan, “Mungkar haditsnya”, Nasa’i mengatakan “Tidak tsiqah”, dan Yahya
bin Muslim adalah Al Bakaa’, ia adalah dha’if sebagaimana dalam At Taqrib,
oleh karena itulah dalam Ad Diraayah (hal. 61) dipastikan tentang
lemahnya isnad hadits tersebut. [lihat Al Irwaa' (228)] .
Dalam TSZ disebutkan lanjutan hadits di
atas sbb,
والشارب
من شربه ، والمعتصر إذا دخل لقضاء حاجته ، ولا تقوموا حتى تروني
Dan selesainya orang yang minum dari
minumnya, yang umrah ketika mulai memenuhi hajatnya dan janganlah kalian
berdiri sampai kalian melihat aku.”
Adapun kata-kata “ولا
تقوموا حتى تروني” (janganlah kalian
berdiri sampai kalian melihatku) adalah shahih, lihat Dha’if At Tirmidzi (195).
[xxiv] Dha’if,
diriwayatkan oleh Tirmidzi (200) bab Maa jaa’a fii karaahiyyatil adzaan
bighairi wudhu’, Baihaqi (1/397) dari Mu’awiyah bin Yahya Ash Shidqiy dari Az Zuhriy dari Anu Hurairah
secara marfu’, Baihaqi mengatakan, “Seperti inilah Mu’awiyah meriwayatkan dari
Yahya Ash Shidqiy sedangkan ia adalah dha’if,” Al Albani berkata, “Disandarkan
oleh Tirmidzi dari jalan Ibnu Wahb dari Yunus secara mauquf.” Hadits tersebut
munqathi’ (terputus) sebagaimana dikatakan Al Albani, ia juga mendha’ifkan yang
mauquf dan yang marfu’nya, lihat Dha’if At Tirmidzi (200) dan Al
Irwaa’ (222) .
Dalam TSZ disebutkan, “Dha’if, diriwayatkan
oleh Tirmidzi (200), ia juga mendha’ifkan karena terputusnya antara Az Zuhriy
dan Abu Hurairah. Sumair Az Zuhairiy mengatakan, “Dia (Tirmidzi) juga
meriwayatkan (201) secara mauquf dari Abu Hurairah, namun tidak shahih juga
dengan lafaz “"لا
ينادي بالصلاة إلا متوضئ”.
[xxv] Dha’if,
diriwayatkan oleh Tirmidzi (199) dalam Abwaabush shalaah, Baihaqi (1/399),
Ahmad, Abu Dawud (514), Ibnu Majah (717), Tirmidzi mengatakan, "Kami hanya
mengetahui hadits tersebut dari hadits Al Afriqiy, ia adalah dha’if menurut Ahli
Hadits,” didha'ifkan oleh Yahya bin Sa’id Al Qaththan dan lainnya. Ahmad
mengatakan, “Aku tidak mencatat hadits Al Afriiqiy, hadits tersebut juga
didha'ifkan oleh Al Baghawiy dan Baihaqi, juga diingkari oleh Sufyan Ats
Tsauriy. Lihat Dha’if At Tirmidzi (199), Al Irwaa’ (237) dan Adh
Dha’iifah (35).
[xxvi] Dha’if,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (512) dalam Ash Shalaah, dan didha'ifkan oleh Al
Albani dalam Dha’if Abu Dawud (215) .
[xxvii] Dha’if,
diriwayatkan oleh Al Baathirqaaniy dalam “Juz’ min hadiitsih” (156/2),
Dailamiy (4/80) dari Ibnu Laal secara mu’allaq dari Syuraik dari Al A’masy dari
Abu Shaalih dari Abu Hurairah secara marfu. Dari jalan ini juga Ibnu ‘Addiy
(193/1) meriwayatkan, ia berkata, “Tidak diriwayatkan dengan lafaz ini selain
dari Syuraik”, Al Albani mengatakan, “Dha’if, karena jeleknya hapalan”, Al
Albani berkata, “Diriwayatkan juga oleh Abu Hafsh Al Kataaniy dalam haditsnya
(133/2) dari Abu Hafsh Al Abaar –secara mauquf- pada ‘Ali, inilah yang shahih.
[Adh Dha'iifah (4669).
[xxviii] Shahih Mauquf,
diriwayatkan oleh Baihaqi (2/19), lafaznya adalah “"المؤذن أملك بالأذان ، والإمام أملك
بالإقامة.” –TSZ-.
[xxix] Shahih,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (521) dari Anas bin Malik bab Maa Jaa’a fid
du’aa bainal adzaan wal iqaamah dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih
Abi Dawud (521), juga diriwayatkan oleh Nasa’i dalam ‘Amalul yaumi wal
lailah dengan isnad yang jayyid, Ibnu Khuzaimah (1/222) no. (426), juga
diriwayatkan oleh Tirmidzi (212) dari Anas bin Malik bab Maa jaa’a fii annad
du’aa laa yuraddu bainal adzaan wal iqaamah, dishahihkan oleh Al Albani
dalam Shahih At Tirmidzi (212), Al Misykaat (671) dan Al
Irwaa’ (244) .
Dalam TSZ disebutkan bahwa hadits tersebut
ada tambahannya, yaitu:
فماذا نقول يا رسول الله ؟ قال
: سلوا الله العافية في الدنيا والآخرة
“Lalu
apa yang kami ucapkan wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Mintalah kepada Allah
‘afiyat (keselamatan) di dunia dan akhirat.”
Sumair Az Zuhairiy mengatakan, “Tambahan
ini adalah dha’if, Yahya bin Yaman menyendiri dengan tambahan ini, dan dalam hafalannya
ada kelemahan.”
[xxx] Shahih,
diriwayatkan oleh Abu Dawud (529) bab Maa jaa’a fid du’aa ‘indal adzaan,
dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (529), juga
diriwayatkan oleh Tirmidzi (211) dalam Abwaabush shalaah, Nasa’i (680)
dalam Al Adzaan, Ibnu Majah (722) dalam Al Adzaan, hadits
tersebut dalam Bukhari (614).
0 komentar:
Posting Komentar