Terjemah Bulughul Maram (8)

 

بسم الله الرحمن الرحيم


Terjemah Bulughul Maram (8)


Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut lanjutan terjemah Bulughul Maram karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan buku ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Dalam menyebutkan takhrijnya, kami banyak merujuk kepada dua kitab; Takhrij dari cetakan Darul ‘Aqidah yang banyak merujuk kepada kitab-kitab karya Syaikh M. Nashiruddin Al Albani rahimahullah, dan Buluughul Maram takhrij Syaikh Sumair Az Zuhairiy –hafizhahullah- yang kami singkat dengan ‘TSZ’.

بَابُ اَلْغُسْلِ وَحُكْمِ اَلْجُنُبِ

Bab Tentang Mandi dan Hukum Junub

115- عَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r : اَلْمَاءُ مِنْ اَلْمَاءِ .  رَوَاهُ مُسْلِم ٌ  وَأَصْلُهُ فِي اَلْبُخَارِيّ ِ

115. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Air itu (yakni wajib mandi) karena air (keluarnya air mani).” (Diriwayatkan oleh Muslim, dan asalnya ada dalam Bukhari)[i]

116- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا اَلْأَرْبَعِ, ثُمَّ جَهَدَهَا, فَقَدْ وَجَبَ اَلْغُسْلُ -  مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ

116.          Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seorang duduk di antara cabang-cabang wanita yang empat (mennggaulinya), kemudian ia melakukannya dengan sungguh-sungguh maka sudah wajib mandi.” (Muttafaq ‘alaih)[ii]

117- زَادَ مُسْلِمٌ: "وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ "

117.            Muslim menambahkan “Meskipun tidak keluar mani.”[iii]

] وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ; أَنَّ أُمَّ سُلَيْمٍ -وَهِيَ اِمْرَأَةُ أَبِي طَلْحَةَ- قَالَتْ: , يَا رَسُولَ اَللَّهِ! إِنَّ اَللَّهَ لَا يَسْتَحِي مِنْ اَلْحَقِّ, فَهَلْ عَلَى اَلْمَرْأَةِ اَلْغُسْلُ إِذَا اِحْتَلَمَتْ? قَالَ: "نَعَمْ. إِذَا رَأَتِ الْمَاءَ" -  اَلْحَدِيثَ. مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ [

Dari Ummu Salamah radhiiyallahu ‘anha bahwa Ummu Sulaim –isteri Abu Thalhah- berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu menjelaskan yang benar, maka wajibkkah wanita mandi apabila mimpi basah?” Beliau menjawab “Ya, apabila ia melihat air (yakni air mani) dst. (Muttafaq ‘alaih) [iv]

118- وَعَنْ أَنَسِ]بْنِ مَالِكٍ] t قَالَ: , قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r -فِي اَلْمَرْأَةِ تَرَى فِي مَنَامِهَا مَا يَرَى اَلرَّجُلُ- قَالَ: "تَغْتَسِلُ" -  مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ

118.            Dari Anas radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda -tentang wanita yang mimpi dalam tidurnya seperti halnya laki-laki bermimpi- “Ia (wajib) mandi.” (Muttafaq ‘alaih)[v]

119- زَادَ مُسْلِمٌ: فَقَالَتْ أُمُّ سُلَيْم ٍ: وَهَلْ يَكُونُ هَذَا? قَالَ: "نَعَمْ فَمِنْ أَيْنَ يَكُونُ اَلشَّبَهُ?

119.            Muslim menambahkan, “Lalu Ummu Sulaim berkata, “Apakah hal itu bisa terjadi ?’ Beliau menjawab, “Lalu bagaimana bisa adanya kemiripan (anak dengan orangtuanya)?” [vi]

120- وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: , كَانَ اَلنَّبِيَّ r يَغْتَسِلُ مِنْ أَرْبَعٍ: مِنْ اَلْجَنَابَةِ, وَيَوْمَ اَلْجُمُعَةِ, وَمِنْ اَلْحِجَامَةِ, وَمِنْ غُسْلِ اَلْمَيِّتِ -  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَة َ

120.          Dari Aisyah radhiiyallahu ‘anha ia berkata, “Biasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi karena empat hal: karena junub, hari Jum’at (untuk shalat Jum’at), berbekam dan setelah memandikan mayyit.“ (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)[vii]

121- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t , -فِي قِصَّةِ ثُمَامَةَ بْنِ أُثَالٍ, عِنْدَمَا أَسْلَم- وَأَمَرَهُ اَلنَّبِيُّ r أَنْ يَغْتَسِلَ -  رَوَاهُ عَبْدُ اَلرَّزَّاق ِ وَأَصْلُهُ مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ

121.            Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu tentang kisah Tsumamah bin Utsal ketika ia baru masuk Islam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya mandi.” (Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, asalnya adalah muttafaq ‘alaih)[viii]

122- وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ t أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ r قَالَ: , غُسْلُ اَلْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ -  أَخْرَجَهُ اَلسَّبْعَة ُ

122.          Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mandi Jumat itu wajib bagi orang yang sudah baligh.” (Diriwayatkan oleh tujuh orang)[ix]

123- وَعَنْ سَمُرَةَ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r : مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ اَلْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنِعْمَتْ, وَمَنْ اِغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ أَفْضَلُ .  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَحَسَّنَهُ اَلتِّرْمِذِيّ ُ

123.                   Dari Samurah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang berwudhu pada hari Jum’at, maka ia telah mengerjakan yang wajibnya dan hal itu baik, dan barang siapa yang mandi, maka mandi itu lebih utama.” (Hr. Lima Imam Ahli Hadits dan dihasankan oleh Tirmidzi)[x]

 

124- وَعَنْ عَلِيٍّ t قَالَ: , كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ r يُقْرِئُنَا اَلْقُرْآنَ مَا لَمْ يَكُنْ جُنُبًا -  رَوَاهُ اَحْمَدُ وَ الْاَرْبَعَةُ, وَهَذَا لَفْظُ اَلتِّرْمِذِيِّ وَحَسَّنَةُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّان َ

124.          Dari Ali radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya membacakan kepada kami Al Qur’an selama tidak junub.” (Diriwayatkan oleh Ahmad beserta empat orang, ini adalah lafaz Tirmidzi, ia menghasankannya, dan dishahihkan oleh  Ibnu Hibban)[xi]

125- وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ, ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ بَيْنَهُمَا وُضُوءًا -  رَوَاهُ مُسْلِم ٌ 

125.            Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu mendatangi istrinya (berjima), kemudian hendak mengulanginya lagi, maka hendaknya ia berwudhu’ di sela-selanya sekali wudhu’.” (Diriwayatkan oleh Muslim)[xii]

126- زَادَ اَلْحَاكِمُ: , فَإِنَّهُ أَنْشَطُ لِلْعَوْدِ -

126.            Hakim menambahkan, “karena hal itu lebih membuat semangat untuk mengulangi.”[xiii]

127- وَلِلْأَرْبَعَةِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: , كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ r يَنَامُ وَهُوَ جُنُبٌ, مِنْ غَيْرِ أَنْ يَمَسَّ مَاءً -  وَهُوَ مَعْلُول ٌ

127.            Sedangkan dalam riwayat empat orang dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah tidur dalam keadan junub tanpa sebelumnya menyentuh air.” (namun hadits ini bercacat)[xiv]

128- وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: , كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ r إِذَا اِغْتَسَلَ مِنْ اَلْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ, ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ, فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ, ثُمَّ يَتَوَضَّأُ, ثُمَّ يَأْخُذُ اَلْمَاءَ, فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ اَلشَّعْرِ, ثُمَّ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ, ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ, ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ -  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم ٍ

128.          Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mandi junub, Beliau memulai dengan mencuci kedua tangannya, lalu menuangkan air dengan tangan kanannya ke atas tangan tangan kirinya, kemudian membasuh kemaluannya, lalu berwudhu’, kemudian mengambil air, dan memasukkan jari-jarinya ke pangkal rambutnya kemudian menuangkan air ke atas kepalanya tiga kali tuangan, lalu meratakan air ke seluruh badan kemudian membasuh kedua kakinya.” (Muttafaq ‘alaih, lafaz ini adalah lafaz Muslim)[xv]

129- وَلَهُمَا فِي حَدِيثِ مَيْمُونَةَ: ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى فَرْجِهِ, فَغَسَلَهُ بِشِمَالِهِ, ثُمَّ ضَرَبَ بِهَا اَلْأَرْضَ .

129.                   Dan dalam riwayat keduanya (Bukhari dan Muslim) dari hadits Maimunah disebutkan, “Kemudian Beliau menuangkan air ke farjinya dan mencucinya dengan tangan kirinya lalu menempelkan tangannya ke tanah.”[xvi]

130- وَفِي رِوَايَةٍ: , فَمَسَحَهَا بِالتُّرَابِ -  وَفِي آخِرِهِ: , ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيلِ -  فَرَدَّهُ, وَفِيهِ: , وَجَعَلَ يَنْفُضُ الْمَاءَ بِيَدِهِ -

130.          Dan dalam sebuah riwayat disebutkan, “Maka Beliau mengusap tangannya ke tanah”, dalam lafaz akhirnya “Kemudian aku datang kepada Beliau dengan membawa sapu tangan, Beliau pun menolak” di riwayat tersebut juga disebutkan “Beliaupun kemudian mengeringkan air dengan tangannya.”[xvii]

131- وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ إِنِّي اِمْرَأَةٌ أَشُدُّ شَعْرَ رَأْسِي, أَفَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ اَلْجَنَابَةِ? وَفِي رِوَايَةٍ: وَالْحَيْضَةِ? فَقَالَ: "لَا, إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِي عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ" .  رَوَاهُ مُسْلِم ٌ

131.          Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha ia berkata, Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, saya ini wanita yang mengikat rambut, apa saya perlu melepasnya ketika mandi janabat?” Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Juga ketika mandi haidh?” Beliau menjawab, “Tidak perlu, cukup bagimu menuangkan (air) ke kepalamu tiga kali tuangan.” (Hr. Muslim)[xviii]

132- وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِنِّي لَا أُحِلُّ اَلْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلَا جُنُبٌ -  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَة َ

132.            Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid bagi wanita yang haid dan orang yang junub.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)[xix]

133- وَعَنْهَا قَالَتْ: , كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اَللَّهِ r مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ, تَخْتَلِفُ أَيْدِينَا فِيهِ مِنَ اَلْجَنَابَةِ -  مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ زَادَ اِبْنُ حِبَّانَ: وَتَلْتَقِي

133.            Darinya (Aisyah) radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu bejana ketika junub, tangan-tangan kami bergantian di dalam bejana.” (Muttafaq ‘alaih, Ibnu Hibban menambahkan “Dan tangan kami saling bersentuhan”)[xx]

134- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِنَّ تَحْتَ كُلِّ شَعْرَةٍ جَنَابَةً, فَاغْسِلُوا اَلشَّعْرَ, وَأَنْقُوا اَلْبَشَرَ -  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَاه ُ

134.          Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di bawah setiap rambut ada junub, maka basuhlah rambut dan bersihkan kulit.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi, namun keduanya mendha’ifkan)[xxi]

135- وَلِأَحْمَدَ عَنْ عَائِشَةَ نَحْوُهُ, وَفِيهِ رَاوٍ مَجْهُول ٌ

135.            Sedangkan dalam riwayat Ahmad dari Aisyah radhiiyallahu ‘anha sama seperti itu, namun ada seorang rawi yang majhul.[xxii]

 

بَابُ اَلتَّيَمُّمِ

Bab Tayammum

136- عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ r قَالَ: , أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ, وَجُعِلَتْ لِي اَلْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا, فَأَيُّمَا رَجُلٍ أَدْرَكَتْهُ اَلصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ -  وَذَكَرَ اَلْحَدِيث َ

136.            Dari Jabir bin Abdullah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku diberikan lima kelebihan yang tidak diberikan kepada seorang pun sebelumku; Aku ditolong dengan dijadikan-Nya musuh takut kepadaku meski masih jauh sejauh perjalanan sebulan, dijadikan bumi buatku sebagai masjid dan alat untuk bersuci, maka siapa saja yang mendapatkan (waktu) shalat tiba, hendaknya ia shalat, dst.”[xxiii]

137- وَفِي حَدِيثِ حُذَيْفَةَ عِنْدَ مُسْلِمٍ: , وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا, إِذَا لَمْ نَجِدِ اَلْمَاءَ -

137.            Dan dalam hadits Hudzaifah dalam riwayat Muslim disebutkan, “Dan dijadikan buat kami tanahnya sebagai alat bersuci jika kami tidak menemukan air.”[xxiv]

138- وَعَنْ عَلِيٍّ t عِنْدَ أَحْمَدَ: وَجُعِلَ اَلتُّرَابُ لِي طَهُورًا  

138.  Dan dari Ali radhiyallahu ‘anhu dalam riwayat Ahmad disebutkan, “Dan dijadikan tanahnya buatku sebagai alat bersuci.”[xxv]

139- وَعَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: بَعَثَنِي اَلنَّبِيُّ r فِي حَاجَةٍ, فَأَجْنَبْتُ, فَلَمْ أَجِدِ الْمَاءَ, فَتَمَرَّغْتُ فِي اَلصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ اَلدَّابَّةُ, ثُمَّ أَتَيْتُ اَلنَّبِيَّ r فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ, فَقَالَ: "إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَقُولَ بِيَدَيْكَ هَكَذَا" ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدَيْهِ اَلْأَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً, ثُمَّ مَسَحَ اَلشِّمَالَ عَلَى اَلْيَمِينِ, وَظَاهِرَ كَفَّيْهِ وَوَجْهَهُ .  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم ٍ

139.            Dari Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutusku dalam suatu keperluan, aku pun junub dan tidak menemukan air, maka aku bergulingan dalam tanah sebagaimana bergulingannya binatang, kemudian aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyebutkan kepadanya tentang hal itu, maka Beliau bersabda, “Sebenarnya kamu cukup melakukan dengan kedua tanganmu begini,” Beliau pun menepukkan kedua tangannya ke tanah sekali pukul, lalu mengusapkan tangan kanannya dengan tangan kirinya dan (mengusap) punggung telapak tangannya serta wajahnya.” (Muttafaq ‘alaih, lafaz ini adalah lafaz Muslim)[xxvi]

140- وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِيِّ: وَضَرَبَ بِكَفَّيْهِ اَلْأَرْضَ, وَنَفَخَ فِيهِمَا, ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْه ِ

140.            Dan dalam riwayat Bukhari disebutkan, “Beliau menepukkan tanah dengan kedua telapak tangannya dan meniupnya, lalu mengusap dengan kedua telapak tangannya itu wajah dan kedua telapak tangannya.”[xxvii]

141- وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , التَّيَمُّمُ ضَرْبَتَانِ ضَرْبَةٌ لِلْوَجْهِ, وَضَرْبَةٌ لِلْيَدَيْنِ إِلَى اَلْمِرْفَقَيْنِ -  رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ, وَصَحَّحَ اَلْأَئِمَّةُ وَقْفَهُ

141.            Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tayammum itu dua kali tepukan, tepukan pertama untuk wajah dan terpukan (kedua) untuk kedua tangan sampai siku.” (Diriwayatkan oleh Daruqthni, dan para imam menganggap yang shahih adalah mauquf)[xxviii]

142- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , اَلصَّعِيدُ وُضُوءُ اَلْمُسْلِمِ, وَإِنْ لَمْ يَجِدِ اَلْمَاءَ عَشْرَ سِنِينَ, فَإِذَا وَجَدَ اَلْمَاءَ فَلْيَتَّقِ اَللَّهَ, وَلْيُمِسَّهُ بَشَرَتَهُ -  رَوَاهُ اَلْبَزَّارُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ اَلْقَطَّانِ, ]وَ] لَكِنْ صَوَّبَ اَلدَّارَقُطْنِيُّ إِرْسَالَهُ 

142.            Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Debu itu buat wudhu seorang muslim meskipun ia tidak mendapati air selama sepuluh tahun. Apabila ia mendapatkan air, maka bertakwalah kepada Allah dan hendaknya ia kenakan air ke kulitnya.” (Diriwayatkan oleh Al Bazzar, dan dishahihkan oleh Ibnul Qattan, namun Daruquthni mengatakan yang benar adalah mursal)[xxix]

143- وَلِلتِّرْمِذِيِّ: عَنْ أَبِي ذَرٍّ نَحْوُهُ, وَصَحَّحَه

143.            Sedangkan dalam riwayat Tirmidzi dari Abu Dzar sama seperti itu, dan dishahihkannya[xxx].

144- وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ t قَالَ: , خَرَجَ رَجُلَانِ فِي سَفَرٍ, فَحَضَرَتِ اَلصَّلَاةُ -وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ- فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا, فَصَلَّيَا, ثُمَّ وَجَدَا اَلْمَاءَ فِي اَلْوَقْتِ. فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا اَلصَّلَاةَ وَالْوُضُوءَ, وَلَمْ يُعِدِ اَلْآخَرُ, ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اَللَّهِ r فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ, فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يُعِدْ: "أَصَبْتَ اَلسُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْكَ صَلَاتُكَ" وَقَالَ لِلْآخَرِ: "لَكَ اَلْأَجْرُ مَرَّتَيْنِ" -  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, ]وَ] النَّسَائِيّ ُ

144.            Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Ada dua orang yang keluar untuk safar, lalu tiba waktu shalat, sedangkan keduanya tidak membawa air, maka keduanyapun bertayammum dengan debu yang baik (bersih), keduanya  shalat. (Setelah selesai shalat) keduanya mendapatkan air sedangkan waktu shalat masih ada, maka salah seorang di antara keduanya mengulangi shalat dan wudhunya, sedangkan yang satunya lagi tidak, lalu keduanya mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyebutkan hal tersebut kepada Beliau, maka Beliau bersabda kepada orang yang tidak mengulangi, “Engkau telah mengerjakan Sunnah dan shalatmu sah”, dan Beliau bersabda kepada yang satunya lagi, “Untuk kamu dua pahala.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i)[xxxi]

145-وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا فِي قَوْلِهِ U â وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ  á قَالَ: "إِذَا كَانَتْ بِالرَّجُلِ اَلْجِرَاحَةُ فِي سَبِيلِ اَللَّهِ وَالْقُرُوحُ, فَيُجْنِبُ, فَيَخَافُ أَنْ يَمُوتَ إِنْ اِغْتَسَلَ: تَيَمَّمَ" . رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ مَوْقُوفًا, وَرَفَعَهُ اَلْبَزَّارُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ, وَالْحَاكِم ُ

145.            Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma –tentang firman Allah Azza wa Jalla “Dan jika kamu sakit atau dalam keadaan safar ia berkata, “Apabila seseorang terkena luka di jalan Allah dan ada penyakit, lalu ia junub, ia takut kalau mandi akan meninggal dunia (maka) ia bertayammum.” (Diriwayatkan oleh Daruquthni secara mauquf, dan dimarfukan oleh Al Bazzar, serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Hakim)[xxxii]

146- وَعَنْ عَلِيٍّ t قَالَ: , اِنْكَسَرَتْ إِحْدَى زَنْدَيَّ فَسَأَلَتْ رَسُولَ اَللَّهِ r فَأَمَرَنِي أَنْ أَمْسَحَ عَلَى اَلْجَبَائِرِ -  رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَه بِسَنَدٍ وَاهٍ جِدًّا

146.            Dari Ali radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Salah satu lenganku patah, aku pun bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Beliau menyuruhku untuk mengusap balutan-balutannya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad yang lemah sekali)[xxxiii]

147- وَعَنْ جَابِرٍ]بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ] رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا فِي اَلرَّجُلِ اَلَّذِي شُجَّ, فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ -: "إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ, وَيَعْصِبَ عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً, ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا وَيَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ" -  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِسَنَدٍ فِيهِ ضَعْفٌ, وَفِيهِ اِخْتِلَافٌ عَلَى رُوَاتِه ِ

147.            Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu –tentang seorang yang terluka kepalanya lalu mandi akhirnya meninggal- sebenarnya cukup bagi orang itu bertayammum dan ia balut lukanya dengan kain, kemudian ia usap balutan itu dan membasuh seluruh badannya.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang ada kelemahannya, di dalamnya juga ada perselisihan tentang para perawinya)[xxxiv]

148- وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: , مِنْ اَلسُّنَّةِ أَنْ لَا يُصَلِّيَ اَلرَّجُلُ بِالتَّيَمُّمِ إِلَّا صَلَاةً وَاحِدَةً, ثُمَّ يَتَيَمَّمُ لِلصَّلَاةِ اَلْأُخْرَى -  رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ بِإِسْنَادٍ ضَعِيفٍ جِدًّا

148. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Termasuk sunnah seseorang yang shalat dengan bertayammum untuk sekali shalat saja, lalu ia tayammum lagi untuk shalat berikutnya.” (Diriwayatkan oleh Daruquthni dengan isnad yang lemah sekali)[xxxv]

Bersambung….

Wa shallallahu 'alaa Nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Alih Bahasa:

Marwan bin Musa



[i] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (343) dalam Al Haidh, hadits ini asalnya dalam Bukhari (180) dalam Al Wudhu’, Syaikh Al Imam Muhyis Sunnah rahimahullah berkata, “Hadits ini mansukh (yakni dengan hadits Abu Hurairah yang akan datang setelah hadits ini).” Al Albani mendiamkannya, kalimat “Innamal maa’: wajib menggunakan air yaitu mandi itu karena air yakni… keluarnya air yang memancar atau mani. [Al Misykaat (432)] .

Dalam TSZ disebutkan lafaznya,

عن أبي سعيد الخدري قال: خرجت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم الاثنين إلى قباء، حتى إذا كنا في بني سالم، وقف رسول الله صلى الله عليه وسلم على باب عتبان. فصرخ به، فخرج يجر إزاره، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "أعجلنا الرجل" فقال عتبان: يا رسول الله. أرأيت الرجل يعجل عن امرأته ولم يمن ماذا عليه ؟ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إنما…" الحديث .

Dari Abu Sa’id Al Khudriy ia berkata, “Aku pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada hari senin ke Quba’, ketika kami sampai di Bani Salim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri di pintu ‘Itban, ia (‘Itban) pun berteriak (gembira), ia keluar sambil menyeret kainnya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada laki-laki yang terburu-buru”, ‘Itban lalu mengatakan, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang terburu-buru (meninggalkan istrinya) sehingga tidak keluar mani?” maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya…dst.” (lihat hadits di atas).

[ii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (291) dalam Al Ghusl, Muslim (348) dalam Al Haidh, Ibnu Majah (610), Nasa’i (191), Ahmad (9733), hadits tersebut ada dalam Al Misykaat (430) .

[iii] Shahih, Muslim (348) dalam Al Haidh.

[iv] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (282) dan Muslim (313) dari Takhrij Sumair Az Zuhairiy. Lanjutan hadits ini dalam Muslim adalah sebagai berikut,

"فقالت أم سلمة: يا رسول الله! وتحتلم المرأة؟ فقال: تربت يداك! فبم يشبهها ولدها". وزاد في رواية أخرى: "قالت: قلت: فضحكت النساء".

Ummu Salamah berkata, “Wahai Rasulullah, apakah wanita bisa mimpi juga?” maka Beliau menjawab, “Bagaimana kamu, bagaimana seorang anak terkadang mirip ibunya.” (Dalam riwayat lain ada tambahan, “Ummu Salamah mengatakan, “Maka kaum wanita pun tertawa.”)

Catatan: Hadits ini tidak ada dalam naskah lain Bulughul Maram.

[v] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (281) bab Idzahtalamatil mar’ah (namun lafaznya tidak seperti itu -pent), Muslim (312) dalam Al Haidh .

[vi] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (311) dalam Al Haidh .

Dalam TSZ disebutkan lafaz lengkapnya yaitu,

عن أنس بن مالك؛ أن أم سليم سألت نبي الله صلى الله عليه وسلم: عن المرأة ترى في منامها ما يرى الرجل؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إذا رأت ذلك المرأة فلتغتسل" فقالت أم سليم: واستحييت من ذلك. قالت: وهل يكون هذا؟ فقال نبي الله صلى الله عليه وسلم: "نعم. فمن أين يكون الشبه. إن ماء الرجل غليظ أبيض. وماء المرأة رقيق أصفر. فمن أيهما علا أو سبق يكون منه الشبه".

Dari Anas bin Malik bahwa Ummu Sulaim bertanya kepada Nabi Allah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang wanita yang bermimpi seperti laki-laki bermimpi, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Apabila wanita bermimpi seperti itu, hendaknya ia mandi”, lalu Ummu Sulaim mengatakan, “Aku merasa malu dengan (pertanyaan) itu”, lanjut pertanyaannya, “Apakah bisa begitu?” Maka Nabi Allah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ya, lalu darimanakah adanya kemiripan, sesungguhnya air (mani) laki-laki itu tebal berwarna putih, sedangkan air (mani) wanita itu tipis berwarna kuning. Di antara keduanya apabila mengungguli atau mendahului, maka dari situlah terjadi kemiripan.”

Dalam kedua naskah Bulughul Maram tertulis “Ummu Salamah” ini keliru, yang benar adalah Ummu Sulaim sebagaimana dijelaskan oleh Sumair Az Zuhairiy.

[vii] Dha’if, diriwayatkan oleh Abu Dawud (348) dalam Ath Thaharah, (3160) dalam Al Janaa’iz, Ibnu Khuzaimah (1/126) hadits no. (256) dan isnadnya dha’if, di dalamnya terdapat ‘an’anah (riwayat dengan menggunakan kata ‘darinya’) Zakariyya bin Abi Zaa’idah dan Mus’ab bin Syaibah, ia adalah layyin (lembek) haditsnya sebagaimana kata Al Haafizh dalam At Taqriib, juga dikatakan oleh Al Albani dalam ta’liq (catatan kaki) Beliau terhadap Shahih Ibnu Khuzaimah, dan didha'ifkan oleh Al Albani dalam Dha’if Abi Dawud (348) dan Al Misykaat (542).

Sumair Az Zuhairiy berkata, “Hadits tersebut dalam riwayat Abu Dawud adalah menyebutkan tentang fi’il (perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam), namun dalam riwayat Ibnu Khuzaimah adalah qaul (ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam).”

[viii] Shahih, diriwayatkan oleh Baihaqi dari jalan Abdurrazzaaq bin Hammam, telah mengabarkan kepada kami Ubaidullah dan Abdullah kedua putera Umar bin Sa’id Al Maqburiy dari Abu Hurairah. Al Albani mengatakan, “Sanad ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim.” [Al Irwaa’ (1/164)], hadits ini memiliki asal dalam riwayat Bukhari dengan no. (461) dan Muslim (1764).

[ix] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (895, 879) dalam Al Jum’ah, Muslim (846) dalam Al Jumu’ah, Abu Dawud (341), Nasa’i (1377), Malik dalam Al Muwaththa’ (230), Ibnu Majah (1089), Ahmad (11184), dan dalam Al Misykaat (538) .

[x] Hasan, diriwayatkan oleh Abu Dawud (354) dalam Ath Thaharah, Tirmidzi (497) dalam Abwaabush shalaah, Tirmidzi berkata, “Hadits hasan”, Al Albani berkata, “Para perawinya adalah tsiqah, namun melalui riwayat Al Hasan Al Basriy dari Samurah, sedangkan ia adalah mudallis dan tidak menyebutkan secara tegas mendengarnya dari Samurah, akan tetapi hadits tersebut kuat, karena banyak syahidnya,” Nasa’i (1380) dalam Al Jumu’ah, Ibnu Majah (1091) dalam Iqaamatush shalaah, dan Ahmad (19661), dan dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (354), [Al Misykaat 540)].

Sumair Az Zuhairiy mengatakan, “Penisbatakan hadits tersebut oleh Al Haafizh keepada riwayat lima orang adalah perkiraan yang keliru –semoga Allah merahmatinya-, karena hadits tersebut dalam riwayat Ibnu Majah tidak dari Samurah, tetapi dari Anas…dst.”

[xi] Dha’if, diriwayatkan oleh Abu Dawud (229) dalam Ath Thaharah, Tirmidzi (146) dalam Abwaabuth Thahaarah, ia katakan, “Hadits hasan shahih", Nasa’i (265, 266), Ibnu Majah (594), Ahmad (628) lafaz ini adalah lafaznya, juga diriwayatkan oleh Ath Thayaalisiy (101), Thahaawiy (1/52), Ibnul Jaarud dalam Al Muntaqaa (52-53), Daruquthni (hal. 44), Ibnu Abi Syaibah (1/36/1 dan 37/1), juga diriwayatkan oleh Hakim dan Baihaqi, semuanya dari beberapa jalan dari ‘Amr bin Murrah dari Abdullah bin Salamah.

Hadits ini berpusat pada Abdullah bin Salamah, ia meriwayatkan hadits ini setelah tua.

Al Hafizh dalam Al Fat-h (1/348) berkata, “Diriwayatkan oleh pemilik kitab sunan, dishahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Hibban.”

Al Albani berkata, “Kami tidak setuju dengannya, karena Abdullah bin Salamah, kata Al Haafizh sendiri dalam At Taqrib tentang biografinya adalah sangat jujur, namun hapalannya berubah.” Al Albani mendha'ifkan hadits tersebut dalam Dha’if As Sunan. [lihat Al Irwaa' ( 485)].

[xii] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (308) –TSZ-.

[xiii] Shahih, diriwayatkan oleh Hakim (1/152) ia katakan, “Hadits shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim”, Abu Nu’aim dalam Ath Thib (2/12/1), tambahan ini ada pada keduanya dari hadits Abu Sa’id Al Khudriy, lihat Adabuz Zifaaf hal. 35 .

[xiv] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (228) dalam Ath Thaharah, Tirmidzi (118) dalam Abwaabuth Thaharah, Ahmad (24849), dan Ibnu Majah (581) dalam Ath Thaharah. Dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud, juga diriwayatkan oleh Hakim dan Baihaqi, keduanya menshahihkannya, juga diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam Musnadnya, lihat Adabuz Zifaaf (44).

[xv] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (248)_dalam Al Ghusl, Muslim (316) dalam Al Haidh .

Dalam TSZ disebutkan, “Karena penyusun (Al Haafizh) menyebutkan lafaz Muslim, maka sebenarnya di dalamnya ada kata-kata setelah “أصول الشعر “ sebagai lanjutannya yaitu “حتى إذا رأى أن قد استبرأ”.

[xvi] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (249) dalam Al Ghusl, Muslim (317) dalam Al Haidh.

[xvii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (259) dalam Al Ghusl, Muslim (317) dalam Al Haidh.

[xviii] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (330) dalam Al Haidh, lihat Al Misykaat (438).

[xix] Dha’if, diriwayatkan oleh Abu Dawud (232) dalam Ath Thaharah, dan didha'ifkan oleh Al Albani dalam Dha’iful Jami’ (6117), Al Irwaa’ (193), Shahih Ibnu Khuzaimah (1/249) no. (1327), Al Albani memberikan komentar terhadapnya dengan mengatakan, “Isnadnya dha’if” .

[xx] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (261) dalam Al Ghusl, Muslim (321) dalam Al Haidh.

[xxi] Dha’if, diriwayatkan oleh Abu Dawud (248) dalam Ath Thaharah, Tirmidzi (106) dalam Ath Thaharah, Ibnu Majah (597) dalam Ath Thaharah wa sunanuhaa, dan didha'ifkan oleh Al Albani dalam Al Misykaat (443) dan Dha’iful Jaami’ (1847).

[xxii] Dha’if, diriwayatkan oleh Ahmad (24970),

حدثنا يحيى بن آدم قال حدثنا شريك عن خصيف قال حدثني رجل منذ ثلاثين سنة عن عائشة قالت: أجمرت شعري إجمارا شديدا فقال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم: يا عائشة أما علمت أن على كل شعرة جنابة.

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Adam, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Syarik dari Khashif ia berkata: Telah menceritakan kepadaku seseorang sejak 30 tahun (yang lalu) dari Aisyah ia berkata, “Aku satukan rambut-rambutku dengan sungguh-sungguh, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadaku, “Wahai Aisyah, tahukah kamu bahwa pada setiap rambut itu ada junubnya.”

[xxiii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (335), Muslim (521) dalam Al Masaajid .

Dalam TSZ disebutkan lengkap haditsnya yaitu sbb,

"وأحلت لي المغانم ولم تحل لأحد قبلي، وأعطيت الشفاعة، وكان النبي يبعث إلى قومه خاصة، وبعثت إلى الناس عامة"

“Dan dihalalkan untukku ghanimah (harta rampasan perang) yang tidak dihalalkan kepada seorang pun sebelumku, aku diberikan syafaat, dan dahulu nabi diutus ke kaum tertentu sedangkan aku diutus kepada manusia semuanya.”

Susunan hadits ini adalah milik Bukhari.

[xxiv] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (522) .

Dalam TSZ disebutkan lafaz awalnya yaitu,

فضلنا على الناس بثلاث: جعلت صفوفنا كصفوف الملائكة، وجعلت..." الحديث

“Kita dilebihkan di atas manusia yang lain dengan tiga hal; dijadikan shaf kita seperti shaf malaikat, dijadikan…dst.”

[xxv] Isnadnya shahih, diriwayatkan oleh Ahmad (763), telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Salamah bin Abil Husaam, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil dari Muhammad bin Ali Al Akbar, bahwa dia mendengar bapaknya Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhum mengatakan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أعطيت ما لم يعط أحد من الأنبياء" فقلنا: يا رسول الله! ما هو؟ قال: "نصرت بالرعب، وأعطيت مفاتيح الأرض، وسميت: أحمد، وجعل التراب لي طهورا، وجعلت أمتي خير الأمم

“Aku diberikan empat perkara yang tidak diberikan kepada seorangpun di antara  nabi-nabi Allah; aku diberikan kunci-kunci perbendaharaan bumi, aku diberi nama Ahmad, dijadikan bumi buatku sebagai alat bersuci serta dijadikan umatku sebagai sebaik-baik umat.”

Ahmad Syakir mengatakan, “Isnadnya shahih”, hadits tersebut ada dalam Majma’uz Zawaa’id (1/260, 261), dan dicacatkannya karena ada Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil, lalu ia katakan, “Jadi hadits tersebut hasan.”

[xxvi] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (347) dalam At Tayammum, Muslim (368) dalam Al Haidh, susunan hadits ini adalah milik Muslim dari jalan Syaqiq.

[xxvii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (338) dalam At Tayammum.

[xxviii] Dha’if, diriwayatkan oleh Thabrani (3/199/2), Hakim dalam Mustadrak (1/179) dari Ali bin Zhibyan dari Abdullah bin Umar dari Nafi’ dari Ibnu Umar secara marfu’, Al Albani mengatakan, “Isnad ini dha’if sekali, Abdullah bin Umar ini adalah Al Umariy Al Mukabbar adalah dha’if buruk hapalan, sedangkan ‘Ali bin Zhibyan adalah dha’if jiddan (sangat dha’if), Ibnu Ma’in mengatakan “Pendusta, jelek”, Bukhari berkata, “Munkar haditsnya”, sedangkan Nasa’i mengatakan, “Matruk (ditinggalkan) haditsnya”. [Adh Dha'iifah (3427)]. Dalam Nashbur Raayah ( 1/122) diriwayatkan oleh Daruquthni dalam Sunannya, dimauqufkan oleh Yahya bin Al Qaththan, Hasyim, dan lain-lain.

[xxix] Sanadnya shahih, diriwayatkan oleh Al Bazzar dalam Musnadnya, telah menceritakan kepada kami Miqdam bin Muhammad Al Miqdamiy, telah menceritakan kepadaku Al Qaasim bin Yahya bin ‘Athaa’ bin Maqdam, telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Hissan dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah, Al Bazzar berkata, “Kami tidak mengetahui yang meriwayatkan dari Abu Hurairah kecuali dari jalur ini, dan kami tidak mendengarnya kecuali dari Miqdam, ia adalah tsiqah”, Ibnul Qaththan menyebutkannya dalam kitabnya dari jalan Al Bazzar, ia katakan, “Isnadnya shahih, namun gharib dari hadits Abu Hurairah, hadits ini memiliki cacat, yang masyhur adalah hadits Abu Dzar yang dishahihkan oleh Tirmidzi dan lain-lain. [Nashbur Raayah (1/221)], Al Albani menshahihkan isnadnya, lihat Al Irwaa' (153) .

Dalam TSZ disebutkan, “Shahih, diriwayatkan oleh Al Bazzar (310 Zawaa’id), hadits setelahnya menjadi syahidnya.”

[xxx] Shahih, diriwayatkan oleh Tirmidzi (124), lafaznya,

إن الصعيد الطيب طهور المسلم، وإن لم يجد الماء عشر سنين، فإذا وجد الماء فليمسه بشرته؛ فإن ذلك خير

“Sesungguhnya debu yang bersih adalah alat bersuci seorang muslim, meskipun ia tidak mendapatkan air selama 10 tahun. Apabila ia mendapatkan air maka sentuhkanlah ke kulitnya, karena hal itu adalah baik”, Tirmidzi mengatakan, "Hadits hasan shahih” –TSZ-.

[xxxi] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (338) dalam Ath Thaharah dari hadits Abdullah bin Naafi’ dari Al Laits dari Bakr bin Sawaadah dari ‘Athaa’ bin Yasar dari Abu Sa’id Al Khudriy, diriwayatkan juga oleh Hakim dalam Al Mustadrak (1/178), ia katakan, “Hadits Shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim.” [Nashbur Raayah (1/234)]. Juga diriwayatkan oleh Darimiy (744), Al Albani berkata, “Isnadnya dha’if, di dalamnya terdapat Abdullah bin Naafi’ Ash Shaa’igh, ia lemah hapalan, yang lain menyelisihinya, dimursalkan oleh yang lain dari ‘Atha’ bin Abi Ribah, tetapi Ibnus Sakan meriwayatkannya dengan sanad yang shahih dan maushul (bersambung). [Al Misykaat (533)], juga Nasa’i dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (338)].

[xxxii] Dha’if, diriwayatkan oleh Daruquthni (1/177) dari jalan Yusuf bin Musa, sedangkan dalam Shahih Ibn Khuzaimah (1/138 hadits no. 272), Al Albani mengomentarinya dengan kata-kata, “Dha’if, ‘Atha’ hapalannya bercampur, sedangkan Jarir meriwayatkan darinya setelah hapalannya bercampur.”

Dalam TSZ disebutkan, “Dha’if yang mauquf dan yang marfunya.”

[xxxiii] Dha’if jiddan (sangat dha’if),  diriwayatkan oleh Ibnu Majah (657) dalam At Tayammum, bab Al Mas-h ‘alal jabaa’ir, dan didha'ifkan oleh Al Albani dalam Dha’if Ibnu Majah (126) .

[xxxiv]____, diriwayatkan oleh Abu Dawud (336) dalam Ath Thaharah dari jalan Az Zubair bin Khuraiq dari ‘Atha’ dari Jabir, ia berkata: Kami pernah keluar dalam suatu safar, lalu salah seorang di antara kami tertimpa batu, sehingga kepalanya pun terluka….sampai kata-kata “Sebenarnya cukup bagi orang itu bertayammum…dst. Dari jalan ini juga Daruquthni (69) meriwayatkan, Baihaqi (1/228), Daruquthni mengatakan, “Tidak ada yang meriwayatkan dari ‘Atha’ dari Jabir selain Az Zubair bin Khuraiq, sedangkan dia tidak kuat, Al Auzaa’iy menyelisihinya, ia meriwayatkan hadits itu dari ‘Atha’ dari Ibnu Abbas, namun diperselisihkan tentang Al Auzaa’iy, ada yang mengatakan darinya dari ‘Athaa’, ada juga yang mengatakan darinya “Telah sampai kepadaku dari ‘Athaa’, Al Auzaa’iy memursalkan bagian akhirnya “Sebenarnya cukup bagi orang itu…” dari ‘Athaa’ dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Al Albani berkata, “Inilah yang benar”, hadits ini didha’ifkan oleh Baihaqi, namun dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (336) tanpa kata-kata “Sebenarnya cukup bagi orang itu…dst. [lihat Al Irwaa' (105)] .

Dalam TSZ disebutkan bahwa hadits di atas, “Dha’if, diriwayatkan oleh Abu Dawud (336) dari hadits Jabir, ia mengatakan:

خرجنا في سفر، فأصاب رجلا منا حجر فشجه في رأسه، ثم احتلم، فسأل أصحابه، فقال: هل تجدون لي رخصة في التيمم؟ فقالوا: ما نجد لك رخصة وأنت تقدر على الماء، فاغتسل فمات، فلما قدمنا على النبي صلى الله عليه وسلم أخبر بذلك، فقال: "قتلوه قتلهم الله، ألا سألوا إذ لم يعلموا، فإنما شفاه العي السؤال، ..." الحديث

“Kami pernah keluar dalam sebuah safar, lalu salah seorang di antara kami ada yang tertimpa batu, sehingga kepalanya terluka, lalu ia mimpi basah (junub), kemudian bertanya kepada kawan-kawannya, “Apakah kamu menemukan adanya rukhshah (keringanan) bagi saya untuk bertayammum? Maka kawan-kawannya mengatakan, “Tidak, kami tidak menemukan adanya rukhshah untukmu, sedangkan kamu mampu menggunakan air”, maka orang itu pun mandi, akhirnya ia meninggal dunia, ketika kami datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan diberitahukanlah kepada Beliau kejadian itu, maka Beliau bersabda, “Mereka telah membunuhnya, Allah binasakan mereka, tidakkah mereka bertanya ketika tidak tahu, karena obat kebodohan adalah dengan bertanya…dst.” menyatakan secara mutlak hadits ini hasan karena adanya syawahid sebagaimana dalam Jami’ul Ushul (764) adalah keliru, karena syawahid hanyalah menguatakan hadits yang saya sebutkan saja, tidak pada bagian hadits yang disebutkan oleh Al Hafizh –inilah yang harusnya ada syahid-, oleh karena itu hadits tersebut (yakni yang disebutkan oleh Al Haafizh di atas) tetap dha’if, Wallahu a’lam.”

[xxxv] Isnadnya dha’if, diriwayatkan oleh Daruquthni dalam Sunannya (1/185), ia berkata, “Al Hasan bin Imarah adalah dha’if”, Ahmad mengatakan “matruk” (ditinggalkan haditsnya), sedangkan Muslim menyebutkan orang itu dalam mukaddimah kitabnya pada bagian orang-orang yang diperbincangkan. [Nashbur Raayah (1/233)].

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger