بسم
الله الرحمن الرحيم
Syarah Kitab Tauhid (6)
BAB :
TAKUT TERJATUH KE DALAM SYIRK
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut
ini lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, yang
kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya Dr.
Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan penyusunan
risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
Firman
Allah Azza wa Jalla,
إِنَّ اللَّهَ لَا
يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain
dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An
NIsaa’: 48 dan 116)
Nabi
Ibrahim Al Khalil ‘alaihis salam pernah berdoa,
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ
أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
“Dan
jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala.” (QS.
Ibrahim: 35)
**********
Syirk
artinya mengarahkan ibadah kepada selain Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Maksud
firman Allah, bahwa Dia tidak akan mengampuni dosa syirik, adalah bahwa Dia
tidak akan memaafkan seorang hamba yang bertemu dengan-Nya dalam keadaan
menyembah dan beribadah kepada selain-Nya.
Firman-Nya,
“dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu,” yakni Dia
mengampuni dosa selain syirk bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara
hamba-hamba-Nya sesuai karunia dan kebijaksanaan-Nya.
Nabi
Ibrahim ‘alaihis salam disebut Al Khalil yang artinya kekasih Allah,
karena Allah telah mengangkatnya sebagai kekasih-Nya sebagaimana disebutkan
dalam surat An Nisaa’: 125. Sebutan Al Khalil adalah tingkatan paling
tinggi dalam cinta.
Berhala
atau dalam bahasa Arab disebut dengan ‘ashnam’ (bentuk jama dari kata shanam)
adalah sesuatu yang dipahat dengan bentuk manusia atau makhluk hidup lainnya.
Pada ayat
di atas (QS. An Nisaa’: 48 dan 116) Allah Subhaanahu wa Ta’ala menyampaikan
dengan tegas, bahwa Dia tidak akan mengampuni seorang hamba yang datang
menghadap-Nya dalam keadaan menyekutukan-Nya dengan sesuatu (berbuat syirk).
Peringatan ini disampaikan agar kita waspada dan menjauhi perbuatan syirk serta
takut terjatuh ke dalamnya.
Allah
juga menyampaikan, bahwa Dia mengampuni dosa-dosa selain syirk bagi siapa yang
dikehendaki-Nya sebagai karunia dan ihsan-Nya. Yang demikian adalah agar
seseorang tidak berputus asa dari rahmat Allah Azza wa Jalla.
Pada ayat
kedua (QS. Ibrahim: 35) diterangkan, bahwa Nabi Ibrahim ‘alahis salam berdoa
kepada Allah Azza wa Jalla agar dirinya dan anak cucunya dijauhkan dari
menyembah berhala, karena fitnah (godaannya) begitu besar dan banyak orang yang
terjatuh ke dalam perbuatan syirk. Ayat tersebut menunjukkan, bahwa Nabi
Ibrahim sangat takut terjatuh ke dalam perbuatan syirk sehingga Beliau berdoa
agar dirinya dan anak cucunya dijauhkan daripadanya. Jika Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam seorang yang benar-benar mentauhidkan Allah Azza wa Jalla merasa tidak
aman dari jatuh ke dalam syirk, sehingga berdoa kepada Allah agar dijauhkan
daripadanya, apalagi kita? Tentu kita lebih butuh lagi dijauhkan dari perbuatan
syirk.
Kesimpulan:
1. Syirk adalah dosa besar yang
paling besar, karena Allah menyampaikan, bahwa Dia tidak akan mengampuni dosa
itu jika pelakunya tidak sempat bertaubat darinya ketika di dunia.
2. Dosa-dosa selain syirk jika seseorang tidak bertaubat daripadanya maka
berada di bawah kehendak Allah. Jika
Allah menghendaki, maka Dia akan mengampuninya tanpa taubatnya, dan jika Dia
menghendaki, maka Dia akan mengazabnya karena dosa-dosa itu.
3. Wajibnya merasa takut terjatuh
ke dalam perbuatan syirk, karena Nabi Ibrahim ‘alaihis salam -seorang imam
orang-orang yang hanif dan seorang yang menghancurkan patung-patung dengan
tangannya sendiri- takut terjatuh ke dalam perbuatan syirk.
4. Disyariatkannya berdoa untuk menolak bala’ dan musibah, dan bahwa
seseorang senantiasa fakir dan butuh kepada Allah Rabbnya.
5. Disyariatkannya
seseorang mendoakan kebaikan untuk dirinya dan anak keturunannya.
6. Bantahan terhadap orang-orang
yang jahil (bodoh) yang mengatakan bahwa umat ini tidak akan jatuh ke dalam
perbuatan syirk, sehingga mereka merasa aman daripadanya, akhirnya mereka pun
jatuh ke dalam syirk.
**********
Dalam
sebuah hadits disebutkan,
أَخْوَفُ مَا أَخَافُ
عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ " فَسُئِلَ عَنْهُ فَقَالَ: "
الرِّيَاءُ
“Sesuatu
yang paling aku takuti menimpa kalian adalah syirk asghar (kecil),” lalu Beliau
ditanya tentang syirk itu, maka Beliau menjawab, “Yaitu Riya.”
**********
Hadits di
atas diriwayatkan oleh Ahmad, Thabrani, Ibnu Abid Dunya, dan Baihaqi. Hadits tersebut
dinyatakan isnadnya jayyid oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar
Risalah. Al Haitsami dalam Majma’uz Zawaid (2/207) berkata,
“Diriwayatkan oleh Ahmad, dan para perawinya adalah para perawi kitab Shahih.”
Hadits ini juga dinyatakan shahih oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’
no. 1555 dari Mahmud bin Lubaid.
Riya’
artinya memperlihatkan ibadah agar dilihat manusia, kemudian mereka pun
memujinya.
Hadits di
atas menunjukkan sayangnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
umatnya, dimana Beliau tidaklah menyisakan satu kebaikan kecuali Beliau memberitahukan
kepada umatnya, dan tidak membiarkan satu keburukan pun kecuali Beliau
memperingatkan umat daripadanya. Di antara keburukan yang Beliau peringatkan
adalah riya, yakni seseorang memperlihatkan ibadahnya agar dipuji oleh manusia.
Hal ini termasuk syirk. Perbuatan ini meskipun termask syirk kecil, namun
bahayanya begitu besar karena mengakibatkan amal yang menyertainya hapus.
Dalam
hadits di atas juga terdapat perintah untuk takut terhadap perbuatan syirk,
baik syirk akbar (besar) maupun syirk asghar (kecil)
Kesimpulan:
1.
Hendaknya seseorang memiliki
kewaspadaan tinggi terhadap perbuatan syirk.
2.
Sayangnya Nabi shallalahu
‘alaihi wa sallam terhadap umatnya, dan keinginan Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam agar umatnya berada di atas petunjuk.
3.
Syirk terbagi dua; akbar
(besar) dan asghar (kecil). Syirk Akbar adalah ketika seseorang
menyamakan selain Allah dengan Allah Subhaanahu wa Ta’ala dalam hal-hal yang
khusus bagi-Nya, sedangkan syirk asghar adalah perkara yang disebutkan dalil
bahwa hal tersebut merupakan syirk, namun tidak sampai kepada syirk akbar.
Perbedaan
syirk akbar dengan syirk asghar adalah:
a. Syirk akbar menghapuskan semua amal, sedangkan syirk asghar menghapuskan
amal yang menyertainya.
b. Syirk akbar mengekalkan pelakunya di neraka, sedangkan syirk asghar
tidak mengharuskan pelakunya kekal di neraka.
c. Syirk akbar mengeluarkan seseorang dari Islam, sedangkan syirk asghar
tidak mengeluarkan seseorang dari Islam.
**********
Dari Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
«مَنْ مَاتَ وَهْوَ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ نِدًّا دَخَلَ
النَّارَ»
“Barang
siapa yang meninggal dunia dalam keadaan menyembah tandingan (sekutu) selain
Allah, maka dia akan masuk neraka.” (HR. Bukhari)
**********
Hadits
ini disebutkan oleh Bukhari dalam Shahihnya no. 4497. Di dalam hadits
tersebut, Ibnu Mas’ud menyatakan, “Aku katakan, “Barang siapa yang meninggal
dunia dalam keadaan tidak menyembah tandingan selain Allah, maka dia akan masuk
surga.”
Dalam
hadits tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan, bahwa
orang yang menyembah selain Allah apa pun bentuknya dan siapa pun orangnya, dan
ia tetap dalam keadaan demikian sampai meninggal dunia, yakni belum sempat
bertaubat sebelum wafatnya, maka tempat kembalinya adalah neraka, wal ‘iyadz
billah.
Mengadakan
tandingan (sekutu) selain Allah ada dua macam, yaitu:
Pertama,
mengadakan sekutu bagi Allah dengan menyembahnya, maka hal ini adalah syirk akbar,
dan pelakunya kekal di neraka.
Kedua, yang termasuk syirk asghar, yaitu ketika
seseorang berkata, “Atas kehendak Allah dan kehendakmu,” atau “Kalau
bukan karena Allah dan karena dirimu,” dan semisalnya seperti
menggandengkan kata “dan” pada nama Allah, atau melakukan riya, maka hal ini
tidak mengharuskan pelakunya kekal di neraka meskipun ternyata ia masuk ke
dalamnya.
Di dalam
hadits tersebut terdapat dorongan bagi kita untuk berhati-hati terhadap syirk
dengan disebutkan akibat dan tempat kembali orang-orang yang berbuat syirk.
Kesimpulan:
1.
Penekanan untuk memiliki
rasa takut dan waspada terhadap perbuatan syirk, serta dorongan bertaubat
daripadanya sebelum meninggal dunia.
2.
Siapa saja yang menyembah
selain Allah; apa pun bentuknya dan siapa pun orangnya, maka berarti ia telah
mengadakan tandingan bagi Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
3.
Syirk tidak akan diampuni
kecuali dengan bertaubat sebelum wafat.
Bersambung...
Marwan
bin Musa
Maraji’:
Al
Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan
Al Fauzan), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar