بسم
الله الرحمن الرحيم
Fawaid Riyadhush Shalihin (1)
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari
Kiamat, amma ba’du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits) Riyadhush Shalihin yang
banyak kami rujuk dari kitab Syarh Riyadhush Shalihin karya
Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy, kitab Bahjatun
Nazhirin karya Syaikh Salim bin Ied Al Hilaliy, dan lainnya. Hadits-hadits di dalamnya banyak
merujuk kepada kitab Riyadhush Shalihin,
akan tetapi kami mengambil matannya dari kitab-kitab hadits induk. Semoga Allah
Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan
bermanfaat, Allahumma aamin.
BAB:
PERINTAH IKHLAS DAN MENGHADIRKAN NIAT DALAM SEMUA AMAL DAN UCAPAN, SEMUA
KEADAAN YANG TAMPAK MAUPUN YANG TERSEMBUNYI
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ
مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ
وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali agar
menyembah Allah dengan memurnikan ibadah hanya kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus, dan agar mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan
yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلاَ
دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu
sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari
kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj: 37)
قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ
تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ
Katakanlah, "Jika kamu menyembunyikan apa
yang ada dalam hatimu atau kamu menampakkannya, pasti Allah Mengetahui." (QS. Ali Imran: 29)
عَنْ
عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ
رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ
بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ
إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ
هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى
مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
[رواه البخاري و مسلم]
(1) Dari Umar bin Al Khattab radhiyallahu 'anhu, dia berkata:
Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya
amalan itu tergantung niatnya, dan
sesungguhnya setiap orang
(akan dibalas) sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada
Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya tertuju kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang
siapa yang hijrahnya karena dunia yang diinginkannya atau karena wanita yang
hendak dinikahinya, maka hijrahnya tertuju kepada apa yang diniatkannya. (HR.
Bukhari dan Muslim).
Fawaid (Kandungan Hadits):
1. Perintah berbuat
ikhlas, karena Allah tidak menerima amal kecuali yang ikhlas karena-Nya dan sesuai
Sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.
2. Sebagian ulama berkata, “Hadits innamal a’maalu bin niyyat
adalah penimbang amalan batin, sedangkan hadits man ahdatsa fii amrinaa adalah
penimbang amalan zhahir (yang tampak).”
3. Niat tempatnya di
hati; bukan di lisan.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
الله عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم: «يَغْزُو
جَيْشٌ الْكَعْبَةَ فإِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنَ الأَرضِ يُخْسَفُ
بِأَوَّلِهِمْ وآخِرِهِمْ» . قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، كَيْفَ يُخْسَفُ
بأوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ وَفِيهمْ أسْوَاقُهُمْ وَمَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ؟! قَالَ:
«يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ ثُمَّ يُبْعَثُونَ عَلَى نِيّاتِهمْ» .(
مُتَّفَقٌ عَلَيهِ. هذَا لَفْظُ الْبُخَارِيِّ.)
(2) Dari
Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Ada sepasukan tentara yang hendak menyerang Ka’bah. Saat
mereka berada di salah satu tanah lapang, maka mereka pun dibenamkan ke dalam
tanah baik orang-orang yang pertama maupun yang terakhir.” Aisyah berkata,
“Wahai Rasulullah, bagaimana orang-orang yang pertama maupun yang terakhir
dibenamkan, sedangkan di antara mereka ada orang-orang biasa dan yang tidak
ikut pasukan itu?” Beliau bersabda, “Dibenamkan ke dalam tanah baik orang-orang
yang pertama maupun yang terakhir, kemudian mereka dibangkitkan sesuai
niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim, lafaz ini adalah lafaz Bukhari)
Fawaid:
1. Peringatan
untuk tidak berkawan dengan orang-orang zalim agar tidak tertimpa musibah
seperti yang mereka alami.
2. Dalam
proses hisab diperhatikan pula niat seseorang; baik atau buruk?
3. Perintah
memiliki niat yang baik dan ikhlas.
عَنْ عَائِشَة رَضِيَ
اللهُ عنْهَا قَالَتْ قَالَ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم: " لاَ
هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفرِتُمْ
فانْفِرُوا" (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ).
(3) Dari
Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tidak ada hijrah setelah penaklukkan Mekkah, yang ada adalah jihad
dan niat. Dan jika kalian diminta berangkat perang (oleh imam), maka
berangkatlah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Al
Khaththabi dan ulama lainnya berkata, “Pada awalnya hijrah wajib bagi setiap
muslim karena kurangnya jumlah kaum muslimin di Madinah dan butuhnya mereka
berkumpul. Setelah Allah menaklukkan Mekkah sehingga manusia masuk ke dalam
agama Allah secara berbondong-bondong, maka kewajiban hijrah ke Madinah menjadi
gugur, namun tetap ada kewajiban jihad dan niat (untuk berjihad agar kalimat
Alah menjadi tinggi) bagi orang yang melakukannya atau ketika diserang oleh
musuh.”
2. Al Hafizh
berkata, “Hikmah wajibnya hijrah bagi orang muslim adalah agar dapat selamat
dari gangguan orang-orang kafir, karena mereka biasa menyiksa orang yang masuk
Islam sampai ia keluar dari agamanya.”
3. Al
Mawardiy berkata, “Jika seseorang mampu menampakkan (ajaran) agamanya di sebuh
negeri kufur, maka tinggal di sana bisa lebih utama daripada berpindah darinya,
karena diharapkan dengan sikapnya itu orang-orang masuk ke dalam Islam.”
عَنْ جابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الأَنْصَارِيِّ رضِيَ اللهُ
عنْهُمَا قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم في غَزَاةٍ
فَقَالَ: "إِنَّ بِالْمَدِينَةِ لَرِجَالاً مَا سِرْتُمْ مَسِيراً، وَلاَ
قَطَعْتُمْ وَادِياً إِلاَّ كَانُوا مَعَكُم حَبَسَهُمُ الْمَرَضُ" وَفِي
روايَةِ: "إِلاَّ شَركُوكُمْ فِي الْأَجْرِ" )رَواهُ مُسْلِمٌ.
ورواهُ البُخَارِيُّ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: رَجَعْنَا مِنْ
غَزْوَةِ تَبُوكَ مَعَ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَقَالَ:
"إِنَّ أَقْوَامَاً خَلْفَنَا بِالْمَدِينَةِ مَا سَلَكْنَا شِعْباً وَلاَ
وَادِياً إِلاَّ وَهُمْ مَعَنَا، حَبَسَهُمْ الْعُذْرُ"(.
(4) Dari
Jabir bin Abdullah Al Anshariy radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Kami pernah
bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah peperangan, lalu Beliau
bersabda, “Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang yang tidaklah kalian
melakukan suatu perjalanan dan melintasi lembah melainkan mereka ikut bersama
kalian, namun mereka terhalang oleh sakit.” Dalam sebuah riwayat
disebutkan, “Mereka bersama kalian dalam memperoleh pahala.” (HR.
Muslim. Imam Bukhari juga meriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu ia berkata,
“Kami pernah pulang dari perang Tabuk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, lalu Belau bersabda, “Sesungguhnya ada beberapa kaum di Madinah yang
kita tinggalkan, dimana kita tidaklah menempuh sebuah lereng maupun melewati
lembah melainkan mereka bersama kita. Mereka dihalangi oleh udzur.”)
Fawaid:
1. Keutamaan
memiliki niat yang ikhlas.
2. Orang yang
memiliki niat yang baik dan ikhlas serta berusaha untuk melakukannya, namun
ternyata tidak dapat dilakukan karena terhalang oleh udzur, maka dia akan
mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya.
عَنْ مَعْنِ بْن يَزِيدَ بْنِ الأَخْنسِ رضي الله عَنْهمْ، وَهُوَ
وَأَبُوهُ وَجَدّهُ صَحَابِيُّونَ، قَالَ: كَانَ أبي يَزِيدُ أَخْرَجَ دَنَانِيرَ
يَتصَدَّقُ بِهَا فَوَضَعَهَا عِنْدَ رَجُلٍ في الْمَسْجِدِ فَجِئْتُ فَأَخَذْتُهَا
فَأَتيْتُهُ بِهَا. فَقَالَ: وَاللَّهِ مَا إِيَّاكَ أَرَدْتُ، فَخَاصَمْتُهُ
إِلَى رَسُوْلِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَقَالَ: "لَكَ مَا نَوَيْتَ
يَا يَزِيدُ، وَلَكَ مَا أَخذْتَ يَا مَعْنُ
(5) Dari
Ma’an bin Yazid bin Akhnas radhiyallahu ‘anhum –dia, ayahnya, dan kakeknya
adalah termasuk sahabat-, ia berkata, “Ayahku, yaitu Yazid pernah mengeluarkan
beberapa dinar untuk ia sedekahkan, lalu ia berikan kepada seseorang di masjid,
maka aku datang mengambilnya dan membawa beberapa uang itu.” Ia pun berkata,
“Demi Allah, bukan kepadamu aku berikan,” Selanjutnya aku adukan hal itu kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Beliau bersabda, “Engkau
telah memperoleh pahala sesuai niatmu wahai Yazid, dan engkau berhak memiliki
yang engkau ambil wahai Ma’an (karena telah diizinkan oleh orang yang
berada di masjid tadi).” (HR. Bukhari)
Fawaid:
1. Seseorang
akan mendapatkan pahala sesuai niatnya.
2. Berniat
sedekah untuk orang yang membutuhkan tetap memperoleh pahala meskipun sedekah
itu diambil oleh orang yang ditanggung nafkahnya atau selainnya.
عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - قَالَ: جَاءَنِي
رَسُوْلُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - يَعُودُنِي عَامَ حَجَّةِ الوَدَاعِ مِنْ
وَجَعٍ اشْتَدَّ بي، فقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إنِّي قَدْ بَلَغَ بي مِنَ
الوَجَعِ مَا تَرَى، وَأَنَا ذُو مَالٍ وَلاَ يَرِثُني إِلاَّ ابْنَةٌ لِي، أَفأَتَصَدَّقُ
بِثُلُثَيْ مَالِي؟ قَالَ: «لاَ» ، قُلْتُ: فالشَّطْرُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ فَقَالَ:
«لاَ» ، قُلْتُ: فالثُّلُثُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «الثُّلُثُ والثُّلُثُ
كَثيرٌ - أَوْ كَبِيْرٌ - إنَّكَ إِنْ تَذَرْ وَرَثَتَكَ أغنِيَاءَ خيرٌ مِنْ أَنْ
تَذَرَهُمْ عَالَةً يتكفَّفُونَ النَّاسَ، وَإنَّكَ لَنْ تُنفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي
بِهَا وَجهَ اللهِ إلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ في فِيِّ
امْرَأَتِكَ» ، قَالَ: فَقُلتُ: يَا رسولَ اللهِ، أُخلَّفُ بعدَ أصْحَابي؟ قَالَ:
«إِنَّكَ لَنْ تُخَلَّفَ فَتَعْمَلَ عَمَلًا تَبتَغي بِهِ وَجْهَ اللهِ إلاَّ
ازْدَدْتَ بِهِ دَرَجَةً ورِفْعَةً، وَلَعلَّكَ أَنْ تُخَلَّفَ حَتّى يَنتَفِعَ
بِكَ أقْوَامٌ وَيُضَرَّ بِكَ آخَرُونَ. اللَّهُمَّ أَمْضِ لأصْحَابي هِجْرَتَهُمْ
ولاَ تَرُدَّهُمْ عَلَى أعقَابهمْ، لَكِنِ الْبَائِسُ سَعدُ بْنُ خَوْلَةَ» يَرْثي
لَهُ رَسُولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - أَنْ مَاتَ بمَكَّة. مُتَّفَقٌ عليهِ.
(6) Dari
Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah menjengukku karena sakit parah yang kuderita, lalu aku
berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya sakitku ini begitu parah seperti yang
engkau lihat, dan saya seorang yang memiliki harta, namun tidak ada yang
menjadi Ahli Warisku kecuali puteriku. Bolehkah aku bersedekah dengan dua
pertiga hartaku?” Beliau menjawab, “Tidak boleh.” Aku berkata lagi, “Kalau
begitu separuh saja?” Beliau menjawab, “Tidak boleh.” Aku berkata lagi, “Kalau
begitu sepertiga wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Sepertiga saja. Sepertiga
itu sudah banyak -atau besar-. Sesungguhnya engkau meninggalkan Ahli Warismu
dalam keadaan kaya lebih baik daripada engkau tinggalkan mereka dalam keadaan
miskin meminta-minta kepada manusia. Sesungguhnya engkau tidaklah mengeluarkan
sebuah infak karena mengharapkan keridhaan Allah melainkan engkau akan diberi
pahala karenanya sampai makanan yang engkau berikan kepada istrimu.” Aku pun
berkata, “Wahai Rasulullah, apakah saya akan ditinggalkan (di Mekkah) setelah
kepulangan kawan-kawanku?” Beliau bersabda, “Sesungguhnya engkau tidaklah
ditinggalkan, kemudian engkau mengerjakan amal saleh karena mencari keridhaan
Allah melainkan derajat dan kedudukanmu semakin bertambah. Mungkin saja engkau
ditinggalkan sehingga sebagian orang mendapatkan manfaat darimu, sedangkan yang
lain mendapatkan madharat. Ya Allah, lanjutkanlah hijrah para sahabatku dan
jangan engkau kembalikan mereka ke belakang.” Yang disayangkan adalah Sa’ad bin
Haulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat kasihan kepadanya
karena wafat di Mekkah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Perintah
menghadirkan niat yang ikhlas agar suatu perbuatan mendapatkan pahala dari sisi
Allah Azza wa Jalla.
2. Disyariatkan menjenguk orang sakit.
3. Perintah
menafkahi orang yang ditanggungnya.
4. Bagi yang
meninggalkan sedikit harta, maka yang disarankan baginya adalah tidak berwasiat
dan membiarkan hartanya untuk Ahli Waris, tetapi barang siapa yang meninggalkan
harta yang banyak, maka boleh berwasiat maksimal sepertiga.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللهُ عَنْه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ
الله - صلى الله عليه وسلم: «إنَّ الله لاَ ينْظُرُ إِلَى أجْسَامِكُمْ، وَلاَ إِلَى
صُوَرِكمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ» . رواه مسلم.
(7) Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk tubuhmu dan
rupamu, akan tetapi Dia melihat kepada hatimu dan amalmu.” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Perintah
memperhatikan niat.
2. Tidak
cukup niat yang baik, bahkan amal pun harus baik, yaitu sesuai sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bersambung…
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi
wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Syarh Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An
Najdiy), Al Maktabatusy
Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar