بسم الله الرحمن الرحيم
Aqidah Islam (20)
Hakikat Iman
40- الإيمان لغة: التصديق .
وفى الشرع: الإيمان قول وعمل، يزيد وينقص، فهو قول القلب واللسان، وعمل القلب
واللسان والجوارح، فقول القلب اعتقاده وتصديقه، وقول اللسان، إقراره، وعمل القلب،
تسلميه وإخلاصه، وإذعانه، وحبه وإرادته للأعمال الصالحة . وعمل الجوارح: فعل
المأمورات وترك المنهيات .
41- من أخرج العمل عن الإيمان فهو مرجئ، ومن أدخل فيه ما ليس منه فهو
مبتدع.
42- من لم يقر بالشهادتين لا يثبت له اسم الإيمان ولا حكمه لا في
الدنيا ولا في الآخرة.
43- الإسلام والإيمان اسمان شرعيان بينهما عموم وخصوص من وجه، فكل
مؤمن مسلم، وليس كل مسلم مؤمن، ويسمى أهل القبلة مسلمين .
44- مرتكب الكبيرة التي دون الكفر والشرك لا يخرج من الإيمان فهو في
الدنيا مؤمن ناقص الإيمان، وفى الآخرة تحت مشيئة الله، إن شاء غفر له وإن شاء
عذبه، والموحدون كلهم مصيرهم إلى الجنة وإن عذب منهم بالنار من عذب، ولا يخلد أحد
منهم فيها قط .
45- لا يجوز
القطع لمعين من أهل القبلة بالجنة أو النار إلا من ثبت النص في حقه .
40.
Iman secara bahasa artinya membenarkan (percaya). Secara syara’, Iman adalah
ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang. Artinya, iman adalah
ucapan hati dan lisan, serta perbuatan hati, lisan dan anggota badan. Ucapan
hati, yaitu keyakinan dan kepercayaannya. Adapun ucapan lisan, yaitu
pernyataannya, sedangkan perbuatan hati, yaitu kepatuhan, keikhlasan, ketaatan,
kecintaan dan keinginannya kepada segala amal saleh. Adapun perbuatan anggota
badan, yaitu melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan.
41. Barang siapa yang menyatakan bahwa amal perbuatan
tidak termasuk iman maka dia adalah seorang murji'ah. Barang siapa yang
memasukkan ke dalam iman sesuatu yang tidak termasuk di dalamnya maka dia
adalah seorang mubtadi' (orang yang melakukan bid'ah).
42. Barang siapa tidak bersedia mengucapkan dua
kalimat syahadat maka dia tidak berhak memperoleh sebutan sebagai orang yang
beriman (belum muslim). Dia juga tidak dihukumi sebagai orang yang beriman,
baik di dunia maupun di akhirat.
43. Islam dan iman adalah dua sebutan dalam agama. Di
antara keduanya terdapat pengertian umum dan pengertian khusus. Setiap mukmin, sudah pasti muslim, namun tidak
setiap muslim sudah pasti mukmin. Ahlul Qiblah[i] disebut sebagai kaum
muslimin.
44. Pelaku dosa besar yang bukan kufur maupun syirk tidak
keluar dari keimanannya. Di dunia tetap beriman tetapi kurang imannya,
sedangkan di akhirat dia berada di bawah masyi'ah Allah, artinya jika Allah
mengkehendaki, akan Dia ampuni dan jika Dia mengkehendaki maka Dia akan menyiiksanya
(sesuai dengan keadilan-Nya). Orang-orang yang bertauhid tempat kembalinya
adalah surga. Meskipun ada di antara mereka yang disiksa terlebih dulu tetapi
tidak ada seorang pun dari mereka yang kekal di dalam neraka.
45. Tidak boleh menyatakan pasti terhadap salah
seorang Ahlul Qiblah, bahwa ia termasuk ahli surga atau neraka, kecuali
terhadap seseorang yang telah dinyatakan oleh nash demikian. (Mujmal Ushul
Ahlissunnah wal Jama’ah karya Dr. Nashir Al ‘Aql, tentang iman)
Syarh/Keterangan:
No. 40:
Syaikh Shalih Al Fauzan berkata ketika menerangkan perkataan Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah, bahwa iman itu adalah ucapan dan perbuatan, ”Ini adalah
pengertian iman menurut Ahlussunnah wal jama’ah, yaitu bahwa iman adalah ucapan
dan perbuatan. Ucapan ini terbagi dua: ucapan hati yang berupa keyakinan, dan
ucapan lisan yang berupa mengucapkan kalimat Islam (syahadat). Sedangkan amal,
ia juga terbagi dua; amal hati, yaitu niat dan keikhlasan, dan amal anggota
badan, seperti shalat, haji dan jihad.
Perbedaan
antara ucapan hati dan amalnya adalah, bahwa ucapan tersebut berupa keyakinan
yang diperhatikannya dan diyakininya, sedangkan amal hati, maksudnya adalah
gerakannya yang dicintai Allah dan Rasul-Nya, yaitu mencintai kebaikan dan
keinginan kuat untuk melakukannya, serta kebenciannya terhadap keburukan dan
berniat keras meninggalkannya. Dari amal hati keluarlah amal anggota badan dan
ucapan lisan. Dari sinilah, mengapa ucapan lisan dan amal anggota badan
termasuk bagian dari iman.
Pendapat
manusia tentang masalah iman
1. Menurut Ahlussunnah wal jama’ah, iman adalah keyakinan di hati, pengucapan di lisan, dan pengamalan dengan
anggota badan.
2. Menurut Murji’ah, iman itu keyakinan di hati dan ucapan di lisan saja.
3. Menurut Karraamiyyah, iman itu ucapan di lisan saja.
4. Menurut Jabariyyah, iman adalah pengakuan di hati atau cukup dengan mengenal saja di hati.
5. Menurut Mu’tazilah, iman itu keyakinan di hati,
pengucapan di lisan dan pengamalan dengan anggota badan.
Perbedaan Ahlussunnah wal jama’ah
dengan Mu’tazilah adalah, bahwa pelaku dosa besar menurut Mu’tazilah hilang
keimanannya secara keseluruhan dan kekal di neraka, sedangkan menurut
Ahlussunnah, imannya tidak hilang secara keseluruhan, bahkan ia tetap mukmin,
namun kurang imannya, dan jika masuk neraka, maka tidak kekal. Pendapat yang
benar adalah pendapat Ahlussunnah wal jama’ah berdasarkan banyak dalil.” (Syarh
’Aqidah Wasithiyyah karya Dr. Shalih Al Fauzan).
Menurut Ahlussunnah pula, iman
itu dapat bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang
dengan kemaksiatan. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
”Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut
nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal.” (Terj. Al
Anfaal: 2)
Demikian pula berdasarkan firman Allah Ta’ala di surah Al Fat-h: 4, Al Muddatstsir:
1, dll. Oleh karena iman dapat bertambah dan berkurang, maka orang-orang yang
beriman berbeda-beda tingkatannya, di antara mereka ada yang sempurna imannya,
ada pula yang berada di bawahnya, dst.
Ahlussunnah meskipun berpendapat
bahwa amal bagian dari iman, dan bahwa ia dapat bertambah dan berkurang, namun
mereka tidak menghukumi kafir kepada orang yang mengaku Islam dan menghadap
kiblat (Ahlulqiblah) hanya karena ia melakukan maksiat yang di bawah syirk dan
kufur seperti halnya yang dilakukan oleh orang-orang Khawarij.
No. 42: Berdasarkan keterangan no. 42, maka
barang siapa mengikrarkan dua kalimat syahadat dengan lisannya, berarti dia
telah masuk ke dalam agama Islam, dan berlaku padanya hukum-hukum kaum
muslimin, meskipun mungkin saja ia kafir dalam hatinya, karena kita
diperintahkan menghukumi berdasarkan zhahirnya, dan menyerahkan urusan batinnya
kepada Allah.
No. 43: Agama terkandung dalam Islam dan Iman. Apabila keduanya disebutkan secara
bersamaan, maka Islam diartikan dengan perkara-perkara yang tampak berupa amal,
sedangkan iman diartikan dengan perkara-perkara yang tersembunyi berupa
i’tiqad. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Jibril ’alaihis salam
ketika ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang
Islam dan iman dengan maksud mengajarkan agama kepada para sahabat. Di hadits
tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan tentang Islam,
yaitu:
أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ
وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ
اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً
”Kamu bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah,
kamu mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan dan berhaji jika
kamu sanggup mengadakan perjalanan ke sana.”
Sedangkan tentang iman,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ
وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ
بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.
”Yaitu kamu beriman kepada Allah,
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan kamu beriman
kepada qadar yang baik dan yang buruk.” (HR. Muslim)
Akan tetapi, ketika Islam atau
iman disebutkan secara terpisah, maka masing-masingnya menerangkan yang lain. Oleh
karena itulah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan iman kepada
utusan Abdul Qais dengan penjelasan Beliau terhadap Islam yang disebutkan dalam
hadits Jibril ’alaihis salam, demikian juga seperti yang disebutkan dalam
hadits tentang cabang-cabang keimanan, yang di sana disebutkan, bahwa yang
paling tinggi adalah ucapan Laailaahaillallah, sedangkan yang paling rendahnya
adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, di mana antara kedua amal itu ada
amalan yang tampak dan ada amalan yang tersembunyi. Namun perlu diingat, bahwa
amal yang tampak tidak dinamakan Islam kecuali dengan adanya asal tasdiq
(pembenaran) dan iman (ucapan Laailaahaillallah). Islam dan Iman adalah wajib
bagi seseorang, sehingga seseorang tidak akan mendapatkan keridhaan Allah
Ta’ala dan tidak akan selamat dari siksa-Nya kecuali dengan ketundukan zahir
(lahiriah) dengan adanya keyakinan di hati, dan keduanya tidak boleh
dipisahkan. Seseorang juga tidak akan sempurna Iman dan Islamnya yang wajib
baginya kecuali dengan mengerjakan perintah dan menjauhi larangan sebagaimana
tidak mesti sempurna itu harus sampai ke puncaknya karena berbedanya derajat
dalam bertambahnya amal yang diperoleh dari amalan sunat dan bertambahnya
pembenaran, wallahu a’lam (lihat Muqarrauttauhid hal. 11)
Adapun maksud, ”Namun tidak
setiap muslim sudah pasti mukmin” adalah bahwa seorang muslim belum tentu
sebagai seorang mukmin yang sempurna imannya. Tetapi seorang mukmin yang
sempurna imannya sudah pasti seorang muslim. Oleh karena itulah, ketika
orang-orang Arab Baduwi mengatakan, ”Kami beriman (mukmin yang sempurna
imannya),” maka Allah perintahkan untuk mengatakan, bahwa mereka muslim
(lihat surah Al Hujurat: 14).
No. 44: Madzhab Ahlussunnah tentang pelaku dosa besar adalah seperti yang
disebutkan di atas, yaitu bahwa pelaku dosa besar dari kalangan kaum muslimin
tidaklah dikafirkan. Bahkan, ia mukmin karena imannya dan fasik karena dosanya
dan berada di bawah kehendak Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Jika Dia menghendaki,
maka Dia maafkan, dan jika Dia menghendaki, maka Dia mengazabnya di neraka,
lalu dikeluarkan darinya (tidak kekal di neraka). Dalilnya adalah hadits Abu
Sa’id Al Khudriy yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, ”Allah akan memasukkan ahli surga ke surga dan ahli
neraka ke neraka. Kemudian Dia berfirman, ”Lihatlah oleh kamu (malaikat)! Siapa
saja yang kamu dapatkan ada iman di hatinya meskipun seberat biji sawi, maka
keluarkanlah.” Maka dikeluarkanlah mereka darinya dalam keadaan hangus
terbakar, lalu dilemparkan ke dalam sungai kehidupan -atau hujan-, maka mereka
pun tumbuh sebagaimana tumbuhnya biji di pinggir aliran air...dst.”
No. 45: Mengatakan seseorang masuk surga atau neraka
adalah hal gaib. Oleh karena itu, kembalinya adalah kepada keterangan dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Siapa saja yang
disebutkan oleh keduanya atau salah
satunya sebagai penghuni surga
maka kita katakan bahwa ia penghuni surga dan siapa saja yang disebutkan sebagai penghuni neraka maka kita katakan sebagai penghuni neraka. Sedangkan yang tidak dikatakan oleh keduanya sebagai penghuni surga atau neraka maka kita
tidak mengatakan bahwa ia sebagai penghuni surga atau neraka. Tetapi kita mengharapkan
orang yang berbuat kebaikan akan masuk ke surga dan kita mengkhawatirkan orang yang berbuat jahat akan masuk neraka.
Mengatakan
seseorang masuk surga atau neraka terbagi dua:
-
‘Aammah (umum)
-
Khaashshah (khusus).
‘Aammah
(umum) itu berkaitan dengan sifat, yakni kita meyakini bahwa orang mukmin itu
tempatnya di surga dan kita juga meyakini bahwa setiap orang kafir adalah di
neraka dan sifat lainnya yang dikatakan oleh syara’ sebagai sebab masuknya
seseorang ke surga atau neraka.
Sedangkan
khaashshah (khusus) berkaitan dengan orang-perorang (disebut namanya), misalnya
kita katakan bahwa orang ini di surga atau orang ini di neraka, dalam hal
-sebagaimana sudah dijelaskan di atas- sikap kita adalah diam, Al Qur’an dan As
Sunnah-lah yang berbicara. Berikut contoh di antara orang-orang yang disebutkan
oleh syara’ sebagai penghuni surga. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
أَبُو بَكْرٍ فِي
الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ وَعَلِيٌّ
فِي الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِي الْجَنَّةِ وَعَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ وَسَعْدٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَعِيدٌ فِي
الْجَنَّةِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ ابْنُ الْجَرَّاحِ فِي الْجَنَّةِ
“Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di
surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Zubair di surga, Abdurrahman bin ‘Auf di
surga, Sa’ad di surga, Sa’id di surga dan Abu Ubaidah ibnul Jaraah di surga.”
(HR. Tirmidzi)
Atau seperti
sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang Hasan dan Husain, bahwa
keduanya adalah pemimpin pemuda ahli surga, demikian juga sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa Tsaabit bin Qais termasuk penghuni surga.
Sedangkan di
antara orang-orang yang yang disebutkan oleh syara’ sebagai penghuni neraka adalah
Abu Lahab dan istrinya Ummu Jamil, Abu Thalib, ‘Amr bin ‘Amir bin Luhay Al
Khuzaa’iy.
Wallahu
a’lam wa shallallahu ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shabihi wa sallam.
Marwan bin Musa
[i] Ahlul Qiblah adalah orang yang mengaku beragama Islam,
melakukan shalat seperti kaum muslimin, menghadap ke kiblat dan memakan
sesembelihan mereka, meskipun termasuk orang yang menuruti hawa nafsunya atau
berbuat dosa, selama tidak mendustakan ajaran yang dibawa Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam.
0 komentar:
Posting Komentar