بسم
الله الرحمن الرحيم
Kaedah Penting Asma'ul Husna
(bag. 11)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut ini pembahasan lanjutan tentang kaedah
penting Asma'ul Husna, dan sekarang masuk ke dalam tanya-jawab. Semoga Allah
menjadikannya ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamiin.
**********
Pertanyaan: Apa maksud firman
Allah Ta'ala berikut:
ß`øtwUur Ü>tø%r& Ïmøs9Î) ô`ÏB È@ö7ym ÏÍuqø9$# ÇÊÏÈ
"Dan
Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya," (Terj. QS. Qaaf: 16)
dan ayat,
ß`øtwUur Ü>tø%r& Ïmøs9Î) öNä3ZÏB `Å3»s9ur w tbrçÅÇö6è? ÇÑÎÈ
"Dan
Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. tetapi kamu tidak melihat," (Terj.
QS. Al Waaqi'ah: 85)?
Jawab: Yang dimaksud pada ayat tersebut
adalah malaikat berdasarkan lanjutan ayatnya. Lanjutan surat Qaaf ayat 17 dan
18 yaitu:
øÎ) ¤+n=tGt Èb$uÉe)n=tGßJø9$# Ç`tã ÈûüÏJuø9$# Ç`tãur ÉA$uKÏe±9$# ÓÏès% ÇÊÐÈ $¨B àáÏÿù=t `ÏB @Aöqs% wÎ) Ïm÷ys9 ë=Ï%u ÓÏGtã ÇÊÑÈ
(yaitu) ketika dua orang Malaikat mencatat
amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di
sebelah kiri.----Tidak ada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di
dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (Terj. QS. Qaaf: 17-18)
Sedangkan lanjutan ayat 85 surat Al Waaqi'ah adalah, "wa
laakil laa tubshiruun" (tetapi kamu tidak melihat), di mana hal ini
menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah para malaikat, karena mereka berada
dekat dengan seorang yang akan meninggal, akan tetapi tidak terlihat. Mungkin
seorang bertanya, "Tetapi, mengapa Allah menghubungkan kedekatan itu
kepada-Nya?" Jawabnya adalah, bahwa Allah Ta'ala menghubungkan kedekatan
malaikat kepada-Nya, karena mendekatnya mereka atas perintah-Nya, mereka adalah
para utusan-Nya dan tentara-Nya. Contoh yang sama dengan hal ini adalah firman
Allah Ta'ala:
#sÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ
Apabila Kami telah selesai membacakannya
maka ikutilah bacaannya itu." (Al Qiyamah: 18)
Yang dimaksud di sini adalah bacaan malaikat Jibril
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, namun di ayat ini Allah ta'ala
menghubungkan bacaan terebut kepada-Nya karena malaikat Jibril membacakan Al
Qur'an kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam atas perintah-Nya.
**********
Pertanyaan: Apa maksud firman
Allah Ta'ala tentang kapal Nabi Nuh 'alaihis salam,
ÌøgrB $uZÏ^ãôãr'Î/ [ä!#ty_ `yJÏj9 tb%x. tÏÿä. ÇÊÍÈ
"Yang
berlayar dengan pengawasan Kami sebagai balasan bagi orang-orang yang diingkari
(Nuh)." (Terj. QS. Al Qamar: 14)
dan ayat,
yìoYóÁçGÏ9ur 4n?tã ûÓÍ_øtã ÇÌÒÈ
"Dan
agar kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku," (Terj. QS. Thaahaa:
39)
Jawab: Makna pada kedua ayat di atas
adalah sesuai zhahir dan hakikatnya, akan tetapi apa zhahir dan hakikatnya pada
ayat tersebut? Apakah zhahirnya bahwa kapal tersebut berlayar di
penglihatan-penglihatan Allah dan bahwa Nabi Musa 'alaihis salam diasuh di
depan mata-Nya atau zhahirnya bahwa kapal tersebut berlayar, sedangkan mata
Allah memperhatikan dan mengawasi, demikian juga Nabi Musa 'alaihis salam
diasuh di bawah penglihatan Allah; Dia melihat dan mengawasinya?
Tidak diragukan lagi bahwa pendapat pertama batil
berdasarkan dua sisi:
Pertama, pendapat tersebut tidak sesuai
dengan pembicaraan dalam bahasa Arab, padahal Al Qur'an diturunkan dengan
bahasa Arab, dan lagi tidak ada seorang yang memahami perkataan seseorang,
"fulan berjalan di mataku" bahwa maksudnya adalah bahwa si
fulan berjalan di dalam mataku, atau perkataan seseorang, "fulan lulus
di hadapan mataku" bahwa maksudnya adalah ia lulus naik berada di atas
matanya. Kalau ada orang yang berpendapat bahwa inilah zhahir lafaz itu tentu
orang-orang dungu akan tertawa apalagi orang-orang yang berakal.
Kedua, hal ini sangat tidak mungkin, yakni
tidak mungkin bagi orang yang mengenal Allah dan mengagungkan-Nya dengan
pengagungan yang semestinya memahami seperti di atas berkaitan dengan Allah
Ta'ala, karena Allah bersemayam di atas 'Arsy-Nya, berpisah dengan makhluk-Nya,
tidak menempati ke dalam salah satu makhluk-Nya dan tidak bisa ditempati oleh
makhluk-Nya; Mahasuci Allah Ta'ala dari yang demikian.
Jika telah jelas bagimu batilnya pendapat kedua dari
sisi lafaz dan makna, maka jelaslah bahwa pendapat kedua itulah zhahirnya,
yakni bahwa kapal itu berlayar, sedangkan mata Allah memperhatikan dan
mengawasi, demikian juga Nabi Musa 'alaihis salam diasuh, sedangkan mata Allah
memperhatikan dan mengawasi. Inilah maksud perkataan sebagian kaum salaf bahwa
maksudnya adalah "di bawah penglihatan-Nya", karena jika Allah
Ta'ala mengawasi dengan mata-Nya, tentu lazimnya adalah bahwa Dia melihatnya,
dan lazim dari makna yang shahih adalah bagian daripadanya sebagaimana telah
diterangkan sebelumnya tentang dilalah lafaz.
**********
Pertanyaan: Apa maksud firman
Allah Ta'ala dalam hadits qudsi berikut:
وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ
حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ: كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ
الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي
بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ،
"Hamba-Ku
senantiasa mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan amalan sunat sehingga Aku
mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya
yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat
dan tangannya yang dia digunakan untuk bertindak serta kakinya yang dia gunukan
untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku. Niscaya Aku akan berikan dan jika
Dia meminta perlindungan kepada-Ku, niscaya Aku akan melindungi." (HR.
Bukhari)
Jawab: Ahlus Sunnah berpegang dengan
zhahir hadits tersebut dan mereka memberlakukannya sesuai hakikatnya, namun apa
zhahir hadits tersebut? Apakah zhahirnya adalah bahwa Allah Ta'ala menjadi
pendengaran wali-Nya, penglihatan wali-Nya, tangan dan kaki wali-Nya? Atau
apakah zhahirnya bahwa Allah Ta'ala mengarahkan wali-Nya baik pada
pendengarannya, penglihatannya, tangan dan kakinya sehingga tindakan dan amalnya
dilakukan karena Allah dan di jalan Allah?
Perkataan kedua inilah yang benar, yakni Allah Ta'ala
mengarahkan wali-Nya baik pada pendengarannya, penglihatannya, tangan dan
kakinya sehingga tindakan dan amalnya dilakukan karena Allah dan di jalan Allah.
Adapun perkataan yang pertama adalah bukan zhahir hadits tersebut berdasarkan
beberapa keterangan berikut:
1. Susunan
hadits tersebut menunjukkan ada dua pihak yang berbeda, yang satu dengan yang
lain berbeda. Di hadits tersebut ada hamba dan ada yang disembah, ada yang
mendekatkan diri dan ada yang didekati, ada yang mencintai dan ada yang
dicintai, ada yang meminta dan ada yang diminta dst. Hal ini menunjukkan bahwa
yang satu tidak bisa menjadi sifat bagi yang lain atau menjadi bagiannya.
2. Pendengaran,
penglihatan, tangan dan kaki si wali semuanya merupakan sifat atau bagian pada
diri makhluk yang terwujud setelah sebelumnya tidak ada. Tidak mungkin bagi
orang yang berakal memahami bahwa Al Khaaliq yang tidak ada sebelum-Nya sesuatu
menjadi pendengaran, penglihatan, tangan dan kaki makhluk. Dengan demikian, ia
bukanlah zhahir hadits tersebut.
Oleh karena itu, yang benar adalah bahwa
Allah Ta'ala mengarahkan wali-Nya; baik mengarahkan pendengarannya,
penglihatannya dan amalnya sehingga tindakan yang dilakukannya ikhlas karena
Allah, sambil senantiasa berharap kepada-Nya dan di jalan Allah Ta'ala
(mengikuti syari'at-Nya), ia pun dapat melaksanakan tiga hal secara sempurna;
ikhlas, isti'anah (memohon pertolongan kepada-Nya) dan mutaba'ah (mengikuti sunnah
Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam), inilah taufiq yang sebenarnya, dan
inilah tafsir salaf; sebagai tafsir yang sesuai dengan zhahir lafaz, sejalan
dengan hakikat dan bukan sebagai ta'wil atau pengalihan dari zhahirnya.
**********
Pertanyaan: Apa maksud firman
Allah Ta'ala dalam hadits Qudsi berikut:
مَنْ تَقَرَّبَ مِنِّي شِبْرًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ
ذِرَاعًا، وَمَنْ تَقَرَّبَ مِنِّي ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ بَاعًا، وَمَنْ أَتَانِي
يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
"Barang
siapa yang mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya
sehasta, dan barang siapa yang mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku akan
mendekatinya sedepa dan barang siapa saja yang datang kepada-Ku dengan
berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari." (HR. Bukhari dan
Muslim)?
Jawab: Hadits ini sama dengan
hadits-hadits lainya yang menerangkan tegak(berjalan)nya perbuatan-perbuatan
ikhtiyariy (yang dipilih) Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dan bahwa Dia melakukan
apa yang diinginkan-Nya, sebagaimana disebutkan tentang hal ini dalam Al Qur'an
maupun As Sunnah, misalnya ayat:
uä!%y`ur y7/u à7n=yJø9$#ur $yÿ|¹ $yÿ|¹ ÇËËÈ
"Dan
datanglah Tuhanmu; sedang Malaikat berbaris-baris." (Terj. QS. Al Fajr:
22)
#sÎ)ur y7s9r'y Ï$t6Ïã ÓÍh_tã ÎoTÎ*sù ë=Ìs% ( Ü=Å_é& nouqôãy Æí#¤$!$# #sÎ) Èb$tãy (
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat." Sku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku,..dst.".
(Terj.
QS. Al Baqarah: 186)
ß`»oH÷q§9$# n?tã ĸöyèø9$# 3uqtGó$# ÇÎÈ
"(Yaitu)
Tuhan Yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy." (Terj. Thaha: 5)
Demikian juga dalam hadits, seperti di bawah ini:
يَنْزِلُ رَبُّنَا إِلَى السَّمَاءِ
الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرِ
"Rabb
kita turun ke langit dunia ketika masih tersisa sepertiga malam terakhir."
مَا تَصَدَّقَ أَحَدٌ بِصَدَقَةٍ مِنْ طَيِّبٍ،
وَلَا يَقْبَلُ اللهُ إِلَّا الطَّيِّبَ، إِلَّا أَخَذَهَا الرَّحْمَنُ بِيَمِينِهِ
"Tidaklah
seseorang bersedekah dari yang baik, dan memang Allah hanya menerima yang baik,
kecuali Ar Rahman akan mengambilnya dengan Tangan kanan-Nya." (HR. Muslim)
dan hadits-hadits lainnya yang menunjukkan tegaknya
(berjalannya) perbuatan-perbiatan ikhtiyari bagi Allah Ta'ala.
Kaum salaf Ahlus Sunnah wal Jama'ah memberlakukan
nash-nash ini sesuai zhahirnya dan hakikat maknanya yang layak bagi Allah
Ta'ala tanpa mentakyif (menanyakan bagaimana) maupun mentamtsil (menyerupakan
dengan sifat makhluk). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Adapun
kedekatan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan mendekat-Nya kepada sebagian
hamba-Nya, maka ditetapkan juga oleh orang-orang yang menetapkan
tegak(berjalan)nya perbuatan-perbuatan ikhtiyari bagi Allah sendiri, (termasuk
juga) kedatangan-Nya pada hari kiamat, turun-Nya (ke langit dunia) dan
bersemayam-Nya di atas 'Arsy. Ini adalah madzhab para imam salaf dan imam-imam
Islam yang masyhur serta (madzhabnya) Ahlul hadits, penukilan dari mereka
adalah mutawatir." (Majmu' Fatawa Juz 5, hal. 366 bagian syarh
hadits nuzul)
Apa yang
menghalangi untuk mengatakan bahwa Dia mendekat kepada hamba-Nya sesuai yang
dikehendaki-Nya dengan ketinggian-Nya? Apa yang menghalangi untuk mengatakan
bahwa Dia akan datang pada hari kiamat sesuai yang dikehendaki-Nya tanpa perlu
mengkaifiyatkan bagaimananya dan menyerupakan dengan makhluk-Nya? Bukankah ini
merupakan tanda kesempurnaan-Nya, Dia berbuat apa yang diinginkan-Nya sesuai
yang layak bagi-Nya!
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji':
Al Qawaa'idul Mutsla fi Asmaa'illahi wa shifaatihil 'Ula karya Syaikh
Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin (tahqiq Hani Al Haaj, cet. Maktabah Al 'Ilm,
Cairo, th.1425 H).
0 komentar:
Posting Komentar