بسم
الله الرحمن الرحيم
Syarah Kitab Tauhid (16)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang
mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut
lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, yang
kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya
Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
BAB : TERMASUK
SYIRIK BERISTIGHATSAH DAN BERDOA KEPADA SELAIN ALLAH
Firman
Allah Ta’ala,
وَلاَ تَدْعُ مِن دُونِ
اللهِ مَا لاَ يَنفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإِن فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِّنَ
الظَّالِمِينَ
“Dan
janganlah kamu berdoa kepada sesuatu yang tidak memberi manfaat dan tidak
(pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang
demikian) itu, maka kamu termasuk orang-orang yang zalim." (QS. Yunus:
106)
**********
Penjelasan:
Pada
bab ini, penyusun menerangkan salah satu macam syirik yang dapat menafikan
Tauhid, yaitu beristighatsah dan berdoa kepada selain Allah Subhaanahu wa
Ta’ala.
Istighatsah
artinya memohon agar dihilangkan penderitaan yang menimpanya.
Perbedaan
antara istighatsah dengan doa adalah, bahwa istighatsah dilakukan oleh orang
yang sedang menderita, sedangkan doa dilakukan oleh orang yang menderita atau
selainnya.
Dalam
ayat di atas, Allah Subhaanahu wa Ta’ala melarang Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi
wa sallam berdoa kepada salah seorang makhluk pun untuk memperoleh manfaat atau
menyingkirkan bahaya, kemudian Dia menerangkan hukumnya, yakni jika hal itu dilakukan,
maka ia akan menjadi orang-orang yang rugi. Larangan ini berlaku baik bagi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun umatnya.
Intinya,
bahwa pada ayat tersebut terdapat larangan berdoa kepada selain Allah, dan
bahwa hal itu merupakan perbuatan syirik yang menafikan tauhid.
Kesimpulan:
1.
Berdoa kepada selain Allah
Subhaanahu wa Ta’ala adalah syirik akbar.
2.
Jika manusia terbaik
(Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) melakukan berdoa kepada selain Allah
dinyatakan oleh-Nya termask orang-orang yang zalim, apalagi selain Beliau.
3.
Lemahnya sesembahan kaum
musyrik dan batilnya menyembah sesembahan itu.
**********
Firman
Allah Ta’ala,
وَإِن يَمْسَسْكَ اللهُ
بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِن يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَآدَّ
لِفَضْلِهِ يُصَيبُ بِهِ مَن يَشَاء مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Jika
Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat
menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka
tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada
siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, dan Dia Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 107)
**********
Penjelasan:
Pada
ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta’ala menerangkan, bahwa Dia yang sendiri
berkuasa, memberi dan mencegah, dan memberikan manfaat atau mudharat (bahaya).
Oleh karena itu, seharusnya hanya Dia saja yang disembah; bukan selain-Nya,
yaitu sesembahan yang tidak mampu mendatangkan manfaat dan menolak mudharat
terhadap dirinya, apalagi terhadap orang lain.
Dalam
ayat ini terdapat bukti keberhakan Allah Subhaanahu wa Ta’ala untuk diibadati,
serta ditujukan istighatsah dan doa.
Kesimpulan:
1.
Wajibnya mengesakan Allah
Subhaanahu wa Ta’ala dalam beribadah, karena keesaan-Nya dalam mencipta,
menguasai, mengatur, dan memberikan rezeki kepada alam semesta.
2.
Batilnya menyembah selain
Allah, karena keadaannya yang lemah dan tidak mampu memberikan manfaat dan
menghindarkan mudharat (bahaya).
3.
Mentapkan sifat ‘masyi’ah’
(kehendak) bagi Allah Subhaanahu wa Ta’ala .
4.
Menetapkan sifat
‘maghfirah’ (mengampuni) dan ‘rahmah’ (menyayangi) bagi Allah Subhaanahu wa
Ta’ala.
**********
Firman
Allah Ta’ala,
فَابْتَغُوا عِندَ اللهِ
الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Maka
mintalah rezeki itu di sisi Allah, sembahlah Dia, dan bersyukurlah kepada-Nya.
Hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan.” (QS. Al Ankabut: 17)
**********
Penjelasan:
Dalam
ayat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita hanya meminta
rezeki kepada-Nya; tidak kepada patung dan berhala. Dia juga memerintahkan kita
untuk beribadah hanya kepada-Nya, serta bersyukur kepada-Nya. Selanjutnya, Dia
menerangkan, bahwa kepada-Nyalah kita akan dikembalikan, lalu Dia akan
memberikan balasan kepada setiap orang yang beramal sesuai amalnya.
Kesimpulan:
1.
Wajibnya berdoa dan
meminta rezeki hanya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
2.
Wajibnya mengesakan Allah
dalam berbagai macam bentuk ibadah.
3.
Wajibnya mensyukuri nikmat
Allah, yaitu dengan mengakui nikmat-Nya dan menggunakannya untuk ketaatan
kepada-Nya.
4.
Menetapkan adanya
kebangkitan dan pembalasan terhadap amal.
5.
Beribadah dan berdoa hanya
kepada Allah tidaklah menafikan untuk mencari rezeki-Nya, karena Dia
memerintahkan kita mencarinya. Dia berfirman, “Apabila telah ditunaikan
shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; carilah karunia Allah, dan
ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. Al Jumu’ah:
10)
**********
Firman
Allah Ta’ala,
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن
يَدْعُو مِن دُونِ اللهِ مَن لَّا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَومِ الْقِيَامَةِ
وَهُمْ عَن دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ )5( وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ
أَعْدَاء وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ (6)
“Dan
siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan
selain Allah yang tidak dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari Kiamat dan
mereka (yang disembah) lalai dari (memperhatikan) doa mereka?--Dan apabila
manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi
musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka. (QS.
Al Ahqaf: 5-6)
**********
Penjelasan:
Dalam
ayat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan, bahwa tidak ada yang
lebih sesat daripada orang yang menyembah dan memohon kepada selain Allah
sesuatu yang tidak mampu mengabulkan permohonan mereka, demikian pula tidak
merasakan doa yang dipanjatkan kepadanya. Dan pada hari Kiamat nanti,
sesembahan mereka akan menjadi musuh terhadap penyembahnya dan berlepas diri
darinya. Dengan demikian, orang musyrik adalah orang yang sengsara di dunia dan
akhirat, di dunia permohonannya tidak dikabulkan dan di akhirat sesembahannya
akan menjadi musuhnya.
Kesimpulan:
1.
Doa adalah ibadah,
mengarahkannya kepada selain Allah merupakan syirik akbar dan dosa yang paling
besar.
2.
Ruginya mereka yang
menyembah dan berdoa kepada selain Allah, baik di dunia maupun di akhirat.
3.
Syirik adalah kesesatan
paling besar.
4.
Menetapkan adanya
kebangkitan, pengumpulan manusia di padang mahsyar, dan pembalasan terhadap
amal.
5.
Patung maupun berhala sama
sekali tidak dapat mendengar doa yang dipanjatkan kepadanya, apalagi
mengabulkan. Berbeda dengan apa yang disangka orang-orang musyrik.
6.
Beribadah dan berdoa hanya
kepada Allah adalah kebahagiaan bagi seseorang di dunia dan di akhirat.
**********
Firman
Allah Ta’ala,
أَمَّن يُجِيبُ
الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاء
الْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَّعَ اللهِ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ
“Atau
siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang berada dalam kesulitan apabila ia
berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu
(manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang
lain)? Sedikit sekali kamu mengingat(Nya).” (QS. An Naml: 62)
**********
Penjelasan:
Pada
ayat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala membantah kaum musyrik yang menyembah
selain-Nya, padahal mereka mengetahui dan mengakui pengabulan Allah terhadap
permohonan mereka saat mereka berdoa kepada-Nya dalam kondisi sulit. Dia pula
yang menghilangkan kesusahan dari mereka dan yang menjadikan mereka sebagai
khalifah (pengganti terhadap generasi sebelumnya). Akan tetapi mereka tidak
mengingat keagungan Allah dan nikmat-Nya kecuali sedikit sehingga tidak
membuahkan rasa takut dalam diri mereka. Oleh karenanya mereka jatuh ke dalam
perbuatan syirik.
Dalam
ayat di atas juga terdapat penjelasan batilnya beristighatsah kepada selain
Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Kesimpulan:
1.
Batilnya beristighatsah
(memohon dihilangkan derita) kepada selain Allah Subhaanahu wa Ta’ala, dimana
tidak ada yang sanggup menghilangkannya selain Dia.
2.
Kaum musyrik mengakui
tauhid Rububiyyah (hanya Allah yang menciptakan, menguasai, dan mengatur alam
semesta), namun hal itu tidak memasukkan mereka ke dalam Islam sampai mereka
mentauhidkan Allah dalam beribadah.
3.
Pengakuan terhadap tauhid
Rububiyyah mengharuskan seseorang mentauhidkan Allah dalam uluhiyyah (ibadah).
4.
Membantah kaum musyrik
dengan apa yang mereka akui.
**********
Thabrani
meriwayatkan dengan sanadnya, bahwa di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
ada seorang munafik yang mengganggu orang-orang mukmin, lalu salah seorang di
antara orang mukmin berkata, “Marilah kita bersama-sama memohon perlindungan
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari orang munafik ini,” maka
Beliau bersabda,
إِنَّهُ لاَ يُسْتَغَاثُ بِي،
وَإِنَّمَا يُسْتَغَاثُ بِاللهِ
“Sesungguhnya
aku tidak boleh dimintai perlindungan, hanya Allah saja yang boleh dimintai
perlindungan.”
**********
Penjelasan:
Hadits
di atas diriwayatkan oleh Thabrani sebagaimana diterangkan Al Haitsami dalam Majmauz
Zawaid no. 17276, namun dalam sanadnya terdapat rawi bernama Abdullah bin
Lahi’ah seorang yang dhaif dan hapalannya bercampur, sehingga hadits tersebut
dhaif, wallahu a’lam.
Kesimpulan:
1.
Tidak diperbolehkan
meminta perlindungan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, apalagi kepada
selainnya.
2.
Arahan untuk menggunakan
lafaz yang baik yang dapat menjaga tauhid.
3.
Menutup celah yang dapat
mengantarkan kepada kemusyrikan.
4.
Disyariatkan bersabar
terhadap gangguan di jalan Allah.
5.
Tercelanya sifat munafik.
6.
Haramnya menyakiti kaum
mukmin, karena yang demikian termasuk sifat orang-orang munafik.
Bersambung...
Marwan
bin Musa
Maraji’:
Al
Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan
Al Fauzan), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar