بسم الله الرحمن الرحيم
Aqidah Islam (13)
Karomah Para Wali
Termasuk prinsip 'Aqidah Ahlussunnah waljama'ah adalah
mengimani adanya karomah:
25- كرامات الأولياء والصالحين حق
وليس كل أمر خارق للعادة كرامة, بل قد يكون استدراجا وقد يكون من تأثير الشياطين
والمبطلين والمعيار في ذلك موافقة الكتاب والسنة .
26- المؤمنون كلهم أولياء
الرحمن, وكل مؤمن فيه من الولاية بقدر إيمانه .
25. Karomah para wali dan orang-orang shalih adalah benar. Namun
tidak semua sesuatu yang luar biasa disebut karomah, bahkan bisa saja sebagai
istidraj (cobaan dari Allah), pengaruh setan dan orang-orang jahat. Tolok ukur
dalam masalah ini adalah dengan melihat sesuai-tidaknya dengan Al Qur'an dan As
Sunnah.
26. Orang-orang
mukmin semuanya wali Allah Ar Rahman. Pada diri orang mukmin terdapat tingkat kewaliannya
sesuai kadar keimanannya. (Mujmal Ushul Ahlissunah karya Dr. Nashir Al ‘Aql).
Penjelasan:
No. 25:
Karomah artinya sesuatu yang luar biasa. Jika perkara luar biasa tersebut
diberikan kepada seorang nabi, maka disebut mukjizat, sedangkan jika diberikan
kepada seorang wali atau orang yang saleh, maka disebut karomah.
Dalam
masalah karomah, manusia terbagi menjadi tiga golongan:
Golongan pertama, golongan yang meniadakannya
dari kalangan ahli bid'ah, seperti kaum Mu'tazilah, Jahmiyyah dan sebagian kaum
'Asy'ariyyah. Alasan mereka adalah karena jika sesuatu yang luar biasa itu terjadi
juga dari kalangan para wali, tentu antara nabi dengan selainnya sulit
dibedakan, karena yang membedakan antara nabi dengan selainnya adalah mukjizat.
Golongan kedua, golongan yang berlebihan dalam
menetapkan karomah, seperti orang-orang tarekat Shufiyyah dan para penyembah
kubur. Mereka meyakini dan mengatakan bahwa setiap yang luar biasa adalah karomah,
meskipun itu adalah sihir dan kedustaan.
Golongan
ketiga, golongan
yang menetapkan adanya karomah para wali sesuai dengan ketentuan Al Qur'an dan
As Sunnah. Mereka membantah golongan yang meniadakannya dengan alasan bahwa di sana terdapat perbedaan
yang besar antara nabi dengan selainnya dalam masalah lain selain itu. Seorang
wali tidaklah mengaku sebagai nabi, jika mengaku seperti itu tentu ia bukan
wali lagi dan menjadi pendusta. Termasuk sunnatullah dibukanya jati diri
seorang pendusta, sebagaimana yang menimpa Musailamah Al Kadzdzab.
Karomah para
wali adalah benar adanya, ditunjukkan oleh Al Qur'an, As Sunnah, atsar dari
para sahabat dan tabi'in.
Contoh
karomah dalam Al Qur'an adalah apa yang terjadi pada pemuda As-habul Kahfi yang
berada di dalam gua tiga ratus sembilan tahun lamanya (lihat Al Kahfi: 25), demikian
juga apa yang diberikan Allah kepada Maryam, berupa makanan dari sisi-Nya saat
ia sedang beribadah (lihat Ali Imran: 37).
Contoh
karomah dalam As Sunnah yang sahih adalah apa yang dialami Usaid bin Hudhair
dan 'Abbad bin Basyir saat ia pulang dari sisi Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam di malam yang gelap, ternyata pada keduanya ada cahaya di hadapannya
(yang menerangi jalan). Ketika keduanya berpisah, cahaya itu ada pada
masing-masingnya sampai mereka berdua kembali ke keluarganya. Demikian pula yang
dialami Khubaib bin 'Addiy yang tertawan di Mekkah, ia diberi makan buah
anggur, padahal di Mekkah tidak ada anggur.
Demikian
juga pada kisah seorang pemuda yang mendatangi tukang sihir dan mendatangi
seorang rahib, di mana Allah memberikan kepadanya karomah mampu menyembuhkan
berbagai penyakit dengan izin Allah, dan pada kisah Juraij yang dituduh berzina,
lalu bayi dari pezina itu lahir dan Juraij bertanya kepadanya, "Siapa
bapakmu?" Bayi dari wanita pezina itu berkata, "Fulan yang mengembala
kambing itu."
Demikian
juga pada kisah tiga orang Bani Israil yang bermalam di gua, kemudian gua itu
tertutup batu besar, akhirnya masing-masing berdoa kepada Allah dengan menyebut
amal saleh yang dikerjakannya, sehingga batu itu bergeser dan akhirnya mereka
bisa keluar.
Pada kisah
seorang yang yang mendengar suara di awan, "Siramilah kebun si
fulan." Di mana orang yang disirami kebunnya biasa membagi hasil kebunnya
tiga bagian; sepertiga untuk diri dan keluarganya, sepertiga untuk disedekahkan
dan sepertiga dikembalikan ke kebun, dan lainnya (lihat Riyadhush Shaalihin bab
Karaamaatul awliyaa' wa fadhluhum).
Sedangkan
Contoh karomah dalam atsar adalah melihatnya Umar radhiyallahu 'anhu pasukan
Sariyah ketika ia sedang berada di atas Mimbar di Madinah, sedangkan pasukan
Sariyah berada di Nahawand di bagian Timur, ia memanggil mereka, "Wahai
Sariyah! Naik ke gunung." Maka Sariyahnya mendengar seruan itu dan
mengikuti arahannya sehingga mereka selamat dari tipu daya musuh.
Adapun jika
perkara luar biasa itu ada pada diri seorang dukun, penyihir, atau pelaku
maksiat, maka hal itu bukanlah karomah, tetapi dari perbuatan setan.
Cara
mengetahui sesuatu yang luar biasa, apakah sebagai karomah atau termasuk
perbuatan setan adalah dengan melihat keadaan orang tersebut, jika di atas iman
dan amal salih, dalam arti Aqidahnya lurus, mengikuti sunnah Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dan orangnya saleh, maka perkara luar biasa tersebut adalah
karomah. Sebaliknya, jika orangnya tidak berada di atas Aqidah yang lurus,
berada di atas bid'ah dan kemaksiatan, maka yang demikian merupakan pelayanan
setan kepadanya atau sebagai istidraj (cobaan).
Imam Syafi’i rahimahullah berkata :
إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ
يَمْشِي عَلَى الْمَاءِ أَوْ يَطِيْرُ فِي الْهَوَاءِ فَلاَ تُصَدِّقُوْهُ وَلاَ
تَغْتَرُّوْا بِهِ حَتَّى تَعْلَمُوْا مُتَابَعَتَهُ لِلرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Apabila
kamu melihat ada seseorang yang berjalan di atas air atau terbang di udara,
maka janganlah kamu membenarkannya dan jangan pula tertipu olehnya sampai kamu
mengetahui bahwa ia mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.”
Setan mau
melayani manusia setelah mereka mau tunduk dan mengikuti ajakannya, berupa
syirk atau kemaksiatan. Setan merasa senang dengan tunduknya manusia kepadanya,
dan sebagai balasannya mereka (setan-setan) memberikan pelayanan kepada manusia
apa yang diinginkannya; yang salah satunya adalah ditunjukkan pada dirinya
perkara yang luar biasa, seperti terbang di udara dan berjalan di atas air, dsb.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
"Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka
semuanya (dan Allah berfirman), "Wahai golongan jin! Sesungguhnya kamu
telah banyak menyesatkan manusia", lalu berkatalah kawan-kawan meraka dari
golongan manusia: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah
mendapat kesenangan dari sebagian (yang lain)." (Terj. Al
An'aam: 128)
Maksudnya setan telah berhasil memperdayakan manusia sampai
manusia mengikuti ajakannya, dan manusia pun telah menikmati pelayanan setan
itu.
Faedah:
Perlu diketahui bahwa
tidak diberikan-Nya karomah kepada seorang hamba bukanlah menunjukkan kurang
imannya, karena Karomah yang Allah Ta’ala berikan kepada hamba-Nya karena
beberapa sebab, antara lain: 1) Untuk menguatkan dan mengokohkan imannya, 2)
Untuk menegakkan hujjah terhadap musuhnya.
Di samping itu, karomah
terjadi tidak disesuaikan keinginan seorang hamba tetapi terjadi apabila
dikehendaki Allah Ta’ala.
Demikian pula perlu
diketahui, bahwa karomah yang paling besar yang Allah berikan kepada seseorang
adalah diberikan taufiq oleh Allah untuk dapat istiqamah di atas ketaatan dan
ibadah disertai sikap berwala' kepada para wali Allah dan berbaraa' (berlepas
diri) terhadap musuh-musuh-Nya. Oleh karena itu, para ulama berkata,
"Istiqamah adalah karomah yang paling utama."
No. 26: Wali berasal dari kata walaa', yang artinya cinta dan
dekat, sehingga wali Allah maksudnya orang yang memberikan wala' kepada Allah
dengan mengikuti apa yang dicintai-Nya, dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan
mengerjakan apa yang diridhai-Nya. Dalam Al Qur'an
disebutkan bahwa wali Allah adalah mereka yang beriman dan
bertakwa. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah
itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati.---(yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa."
(Terj. Yunus: 62-63)
Berdasarkan ayat ini, semua orang mukmin adalah wali Allah, hanya
saja tingkat kewaliannya tergantung kadar keimanan yang ada dalam dirinya.
Marwan bin Musa
0 komentar:
Posting Komentar