بسم
الله الرحمن الرحيم
Fawaid Riyadhush Shalihin (14)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits)
Riyadhush Shalihin yang banyak kami rujuk dari kitab Syarh
Riyadhush Shalihin karya Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy, kitab
Bahjatun Nazhirin karya Syaikh Salim bin Ied Al Hilaliy, dan lainnya. Hadits-hadits di dalamnya banyak merujuk kepada kitab Riyadhush
Shalihin, akan tetapi kami mengambil matannya dari kitab-kitab
hadits induk. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
عَنْ سَهْلِ ابْنِ حُنَيْفٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أنَّ النَّبيَّ - صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: «مَنْ سَأَلَ اللهَ تَعَالَى الشَّهَادَةَ
بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ»
(57) Dari Sahl
bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barang siapa yang meminta mati syahid kepada Allah Ta’ala dengan
jujur, maka Allah akan menyampaikannya kepada kedudukan para syuhada meskipun
ia wafat di atas kasurnya.” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Keutamaan
jujur.
2. Kejujuran di
hati sebab untuk mencapai tujuan, dan bahwa barang siapa yang berniat melakukan
kebaikan, maka dia akan diberi balasan meskipun ia belum mampu, atau telah
berusaha namun belum berhasil.
3. Anjuran
meminta syahid dan ikhlas di dalamnya, karena seorang hamba akan memperoleh
kedudukan tersebut ketika memiliki niat untuk itu dengan jujur.
4. Nikmat besar
dari Allah Ta’ala untuk umat ini; Dia memberikan untuk umat ini derajat yang
tinggi di surga meskipun amalnya kurang.
5. Para syuhada
ada banyak macamnya, di antaranya: orang yang meninggal dunia karena wabah
tha’un, para ulama, karena penyakit di perut, karena terbakar, karena tetimpa
reruntuhan, karena tenggelam, orang yang terbunuh karena membela harta, jiwa,
dan keluarganya, orang yang dibunuh secara zalim, dan orang yang gugur di jalan
Allah dalam berperang. Tingkatan syuhada paling tinggi adalah gugur dalam
berperang di jalan Allah Azza wa Jalla (lihat Syarh Riyadhush Shalihin
karya Syaikh Ibnu Utsaimin).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَزَا نَبِيٌّ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ
فَقَالَ لِقَوْمِهِ لَا يَتْبَعْنِي رَجُلٌ قَدْ مَلَكَ بُضْعَ امْرَأَةٍ وَهُوَ يُرِيدُ
أَنْ يَبْنِيَ بِهَا وَلَمَّا يَبْنِ وَلَا آخَرُ قَدْ بَنَى بُنْيَانًا وَلَمَّا يَرْفَعْ
سُقُفَهَا وَلَا آخَرُ قَدْ اشْتَرَى غَنَمًا أَوْ خَلِفَاتٍ وَهُوَ مُنْتَظِرٌ وِلَادَهَا
قَالَ فَغَزَا فَأَدْنَى لِلْقَرْيَةِ حِينَ صَلَاةِ الْعَصْرِ أَوْ قَرِيبًا مِنْ
ذَلِكَ فَقَالَ لِلشَّمْسِ أَنْتِ مَأْمُورَةٌ وَأَنَا مَأْمُورٌ اللَّهُمَّ احْبِسْهَا
عَلَيَّ شَيْئًا فَحُبِسَتْ عَلَيْهِ حَتَّى فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ قَالَ فَجَمَعُوا
مَا غَنِمُوا فَأَقْبَلَتْ النَّارُ لِتَأْكُلَهُ فَأَبَتْ أَنْ تَطْعَمَهُ فَقَالَ
فِيكُمْ غُلُولٌ فَلْيُبَايِعْنِي مِنْ كُلِّ قَبِيلَةٍ رَجُلٌ فَبَايَعُوهُ فَلَصِقَتْ
يَدُ رَجُلٍ بِيَدِهِ فَقَالَ فِيكُمْ الْغُلُولُ فَلْتُبَايِعْنِي قَبِيلَتُكَ فَبَايَعَتْهُ
قَالَ فَلَصِقَتْ بِيَدِ رَجُلَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٍ فَقَالَ فِيكُمْ الْغُلُولُ أَنْتُمْ
غَلَلْتُمْ قَالَ فَأَخْرَجُوا لَهُ مِثْلَ رَأْسِ بَقَرَةٍ مِنْ ذَهَبٍ قَالَ فَوَضَعُوهُ
فِي الْمَالِ وَهُوَ بِالصَّعِيدِ فَأَقْبَلَتْ النَّارُ فَأَكَلَتْهُ فَلَمْ تَحِلَّ
الْغَنَائِمُ لِأَحَدٍ مِنْ قَبْلِنَا ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
رَأَى ضَعْفَنَا وَعَجْزَنَا فَطَيَّبَهَا لَنَا
(58) Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Ada seorang Nabi di antara Nabi-Nabi
Allah yang ingin berperang. Dia berkata kepada kaumnya, 'Tidak boleh ikut
bersamaku (dalam peperangan ini) seorang laki-laki yang baru menikah sedangkan
ia ingin menggauli istrinya, namun belum sempat menggauli, demikian juga orang
yang telah membangun rumah tetapi atapnya belum selesai. Juga orang yang telah
membeli kambing atau unta bunting yang dia tunggu kelahiran anaknya.” Maka
berangkatlah Nabi itu berjihad, dia sudah berada di dekat daerah yang dia tuju
saat tiba shalat Ashar atau hampir tiba, lalu dia berkata kepada matahari, “Wahai
matahari! Engkau diperintah dan aku pun diperintah. Ya Allah, tahanlah matahari
itu untukku sejenak (agar tidak terbenam).” Maka ditahanlah matahari
untuknya sehingga Allah menaklukkan daerah tersebut untuknya. Setelah itu
balatentaranya mengumpulkan semua harta rampasan (di sebuah tempat), kemudian
ada api yang datang untuk memakannya, namun ia tidak mau melalapnya. Maka Nabi
itu berkata, “Di antara kamu ada yang khianat (masih menyimpan sebagian dari
harta rampasan). Oleh karena itu, seseorang dari setiap kabilah hendaknya membaiatku,” lalu mereka membaiatnya, tiba-tiba ada seseorang yang tangannya
menempel pada tangan Nabi itu, kemudian Nabi itu berkata, “Di antara kalian ada
yang berkhianat, maka kabilahmu hendaknya membai’atku,” maka dibai’atlah dia
(Nabi tersebut). Tiba-tiba tangan Nabi itu lengket pada tangan dua atau tiga
orang di antara mereka, ia berkata, “Di antara kalian ada yang berkhianat.
Kalianlah yang berkhianat.” Lalu mereka mengeluarkan emas sebesar kepala
sapi. Emas itu kemudian mereka taruh di harta rampasan lain (yang telah
dikumpulkan sebelumnya) di sebuah lapangan. Maka datanglah api menyambar dan
melalapnya. Harta rampasan tidak dihalalkan untuk seorang pun sebelum kita,
tetapi Allah melihat kelemahan dan ketidakmampuan kita sehingga Dia
menghalalkannya untuk kita." (HR. Bukhari dan Muslim).
Fawaid:
1. Nabi yang
disebutkan dalam hadits di atas adalah Nabi Yusya’ bin Nun ‘alaihis salam murid
Nabi Musa ‘alaihis salam berdasarkan riwayat yang lain.
2. Fitnah dunia
mendorong seseorang untuk bersikap tamak dan mengutamakan dunia.
3. Urusan
penting hendaknya tidak diserahkan kecuali kepada orang yang siap dan fokus.
4. Imam Al
Qurthubi berkata, “Nabi tersebut melarang kaumnya mengikutinya saat berada
dalam keadaan seperti ini karena hati orang tersebut bergantung kepadanya,
sehingga semangatnya dalam berjihad dan mencari syahid melemah. Bahkan
terkadang sikap itu sampai berlebihan sehingga membuatnya enggan berjihad dan
berat mengerjakan perbuatan baik.”
5. Adanya
mukjizat untuk para nabi ‘alaihimush shalatu was salam.
6. Harta
rampasan perang di zaman dahulu dilarang untuk diambil, namun dihalalkan untuk
umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
7. Allah menutup
aib umat ini dan menyayanginya, berbeda dengan umat-umat terdahulu yang jika
terjadi tindakan ghulul atau kemaksiatan, maka Allah akan membuka aibnya.
عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: «الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، فَإِنْ
صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا
مُحِقَ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا»
(59) Dari Hakim
bin Hizam radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau
bersabda, “Dua orang penjual dan pembeli berhak khiyar selama keduanya belum
berpisah. Jika keduanya jujur dan menerangkan apa adanya, maka akan diberkahi
jual belinya, tetapi jika keduanya berdusta dan menyembunyikan (cacat), maka
akan dicabut keberkahan jual belinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Adanya khiyar
majlis (hak melanjutkan dan membatalkan jual beli selama berada di majlis).
2. Wajibnya
menerangkan cacat pada barang dan haramnya menyembunyikan. Jika ada cacat, maka
ia berhak khiyar untuk membatalkan jual beli.
3. Berkahnya
sebuah amal saleh.
4. Keburukan
maksiat, yang ternyata menghilangkan keberkahan.
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji': Tathriz Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy),
Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin Shalih Al Utsaimin), Bahjatun Nazhirin (Salim bin ’Ied Al
Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar