بسم
الله الرحمن الرحيم
Fawaid Riyadhush Shalihin (13)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits)
Riyadhush Shalihin yang banyak kami rujuk dari kitab Syarh
Riyadhush Shalihin karya Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy, kitab
Bahjatun Nazhirin karya Syaikh Salim bin Ied Al Hilaliy, dan lainnya. Hadits-hadits di dalamnya banyak merujuk kepada kitab Riyadhush
Shalihin, akan tetapi kami mengambil matannya dari kitab-kitab
hadits induk. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
عَنْ أُسَيْدِ بْنِ حُضَيْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَجُلًا
مِنَ الأَنْصَارِ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلاَ تَسْتَعْمِلُنِي كَمَا
اسْتَعْمَلْتَ فُلاَنًا؟ قَالَ: «سَتَلْقَوْنَ بَعْدِي أُثْرَةً، فَاصْبِرُوا
حَتَّى تَلْقَوْنِي عَلَى الحَوْضِ»
(52) Dari Usaid
bin Khudhair radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada salah seorang Anshar berkata, “Wahai
Rasulullah, tidakkah engkau mengangkatku sebagai pegawai sebagaimana engkau
mengangkat si fulan?” Beliau bersabda, “Sesungguhnya engkau akan menemui sikap
mementingkan diri sendiri setelahku, maka bersabarlah sampai engkau menemuiku
di telaga (pada hari Kiamat).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Tidak boleh
meminta jabatan, dan bahwa orang yang memintanya tidak diberikan.
2. Perintah
bersabar terhadap kezaliman penguasa dan tidak keluar memberontak kepadanya.
3. Keutamaan
kaum Anshar, karena mereka termasuk orang-orang yang mendatangi telaga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana umat manusia pada saat itu
merasakan kehausan dan penderitaan yang luar biasa.
4. Ibnul Qayyim
dalam Madarijus Salikin (2/293) berkata, “Perhatikanlah rahasia takdir.
Allah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui menakdirkan sikap mementingkan
diri sendiri kepada manusia yang lain tidak kepada kaum Anshar yang merupakan
kaum yang mengutamakan orang lain. Yang demikian agar Dia membalas mereka
karena sikap mereka mengutamakan orang lain di dunia dengan balasan berupa
tempat-tempat yang tinggi di surga Adn di atas manusia yang lain. Ketika itu,
tampak jelas keutamaan sikap mereka mengutamakan orang lain dan kedudukannya,
sehingga orang-orang yang mementingkan diri sendiri dalam urusan dunia iri
terhadap mereka. Itu adalah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki, dan Allah memiliki karunia yang besar. Jika engkau lihat manusia
lebih mementingkan dirinya daripada dirimu padahal engkau telah mengutamakan
mereka, maka ketahuilah bahwa yang demikian karena kebaikan yang diinginkan
untukmu, dan Allah Subhaanahu wa Ta’ala lebih mengetahui.”
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: أَنَّ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ فِي بَعْضِ أَيَّامِهِ
الَّتِي لَقِيَ فِيهَا الْعَدُوَّ، يَنْتَظِرُ حَتَّى إِذَا مَالَتِ الشَّمْسُ
قَامَ فِيهِمْ، فَقَالَ: «يَا أَيُّهَا النَّاسُ، لَا تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ
الْعَدُوِّ، وَاسْأَلُوا اللهَ الْعَافِيَةَ، فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا،
وَاعْلَمُوا أَنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ ظِلَالِ السُّيُوفِ» ، ثُمَّ قَامَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَالَ: «اللهُمَّ، مُنْزِلَ
الْكِتَابِ، وَمُجْرِيَ السَّحَابِ، وَهَازِمَ الْأَحْزَابِ، اهْزِمْهُمْ،
وَانْصُرْنَا عَلَيْهِمْ»
(53) Dari
Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam ketika bertemu musuh pada salah satu perangnya, maka Beliau menahan
diri, sehingga ketika matahari telah tergelincir, maka Beliau berdiri di
tengah-tengah mereka (para sahabat) dan bersabda, “Wahai manusia! Janganlah
berangan-angan ingin bertemu musuh dan mintalah kepada Allah keselamatan. Jika
kalian ternyata bertemu mereka, maka bersabarlah. Ketahuiah, bahwa surga berada
di bawah naungan pedang.” Selanjutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bangkit dan berdoa, “Ya Allah yang menurunkan kitab, menjalankan awan, dan
mengalahkan pasukan bersekutu. Kalahkanlah mereka dan menangkanlah kami atas
mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Persiapan
untuk berjihad. Hal ini mencakup persiapan lahir (fisik dan senjata) dan batin
(akidah yang kuat), keluar menghadapi musuh, dan menghadap Allah dengan berdoa,
setelah sebelumnya meninggalkan maksiat dan bertaubat secara murni.
2. Anjuran berdoa
pada suasana genting, terutama pada situasi berhadapannya dua pasukan, karena
keadaan ini merupakan keadaan dan tempat dikabulkannya doa.
3. Sayangnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya.
4. Tidak
bersandar kepada kekuatan lahiriah, tetapi bersandar dan bertawakkal kepada
Allah Azza wa Jalla.
5. Bersabar
ketika berhadapan dengan musuh.
6. Memberikan
pesan kepada para mujahid fi sabililah sebelum berperang.
7. Anjuran
bertawassul dalam berdoa menggunakan Asma’ul Husna dan sifat-sifat-Nya yang
tinggi.
8. Allah
Subhaanahu wa Ta’ala telah membeli jiwa dan harta orang mukmin dan membalas
mereka dengan surga.
9. Larangan
berangan-angan bertemu musuh.
10. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam diberikan jawami’ul kalim (kalimat ringkas
namun padat maknanya) seperti dalam doa di atas, Beliau berdoa dengan
menyebutkan nikmat diturunkan kitab sehingga tercapai nikmat akhirat, nikmat
dijalankan awan sehingga diperoleh nikmat duniawi berupa rezeki, dan nikmat
dikalahkannya musuh yang sekutu sehingga diperoleh kedua nikmat itu.
Wabillahit
taufiq
BAB:
KEJUJURAN
Allah Ta’ala
berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَكُونُوا مَعَ
الصَّادِقِينَ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah:
119)
وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ
“Dan
orang-orang yang jujur; laki-laki dan perempuan.” (QS. Al Ahzab: 35)
فَلَوْ صَدَقُوا اللهَ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ
“Tetapi
jika mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih
baik bagi mereka.” (QS. Muhammad: 21)
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ
الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ
يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا
وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ
الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى
الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
(54)
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, “Kalian harus berlaku jujur, karena kejujuran
membawa seeorang kepada kebaikan dan kebaikan membawa seseorang ke surga, dan
jika seseorang selalu berlaku jujur dan terus memilih kejujuran hingga nantinya
dicatat di sisi Allah sebagai orang yang shiddiq (sangat jujur). Jauhilah oleh
kalian dusta, karena dusta membawa seseorang kepada perbuatan jahat dan
perbuatan jahat membawa seseorang ke neraka, dan jika seseorang senantasa
berkata dusta dan memilih kedustaan hingga dicatat di sisi Allah sebagai
Kadzdzaab (pendusta).” (HR. Bukhari-Muslim)
Fawaid:
1. Dorongan
berkata jujur, karena yang demikian merupakan sebab memperoleh kebaikan dan
surga.
2. Peringatan
terhadap dusta, karena yang demikian merupakan sebab yang mengantarkan
seseorang kepada keburukan dan neraka.
3. Barang siapa
yang berlaku jujur dan mengedepankannya, maka kejujuran akan menjadi tabiatnya,
dan barang siapa yang berlaku dusta dan mengedepankannya, maka kedustaan akan
menjadi tabiatnya.
4. Barang siapa
yang dikenal dengan sebuah sikap, maka orang tersebut bisa disifati dengannya.
5. Akhlak utama
dimiliki dengan cara membiasakan diri dan melatihnya (muktasabah), meskipun di
antara manusia ada yang diberikan Allah akhlak yang mulia yang menjadi
tabiatnya (ghariziyyah) sejak awal.
6. Amal saleh mengantarkan
ke surga, sedangkan amal buruk mengantarkan ke neraka.
عَنْ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: حَفِظْتُ مِنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى
مَا لَا يَرِيبُكَ، فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ، وَإِنَّ الكَذِبَ رِيبَةٌ»
(55) Dari Al
Hasan bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Aku hapal dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebuah hadits, yaitu, “Tinggalkanlah
apa yang meragukanmu kepada yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran
adalah ketenangan, dan dusta adalah kegelisahan.” (HR. Tirmidzi, ia
berkata, “Hadits shahih.”)
Maksud hadits di
atas adalah tinggalkanlah apa yang meragukanmu tentang kehalalannya dan
beralihlah kepada yang tidak meragukanmu.
Fawaid:
1. Termasuk
sikap wara’ (hati-hati) adalah tidak masuk ke dalam lingkaran syubhat (yang
belum jelas kehalalannya). Dan barang siapa yang menjaga dirinya dari syubhat,
maka berarti ia telah menjaga agamanya dan kehormatannya.
2. Kembali
kepada hati yang bersih dan jiwa yang suci saat terjadi kesamaran, karena jiwa
seorang mukmin terbentuk di atas tenang kepada kehalalan dan kejujuran, dan
gelisah terhadap sesuatu yang belum jelas dan dusta.
3. Seorang muslim hendaknya
mendasari perkaranya di atas hal yang yakin dan hendaknya ia berada di atas
ilmu dalam agamanya.
عَنْ أَبِي سُفْيَانَ صَخْرِ بْنِ حَرْبٍ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
- فِي حَدِيْثِهِ الطَّوِيْلِ فِي قِصَّةِ هِرَقْلَ ، قَالَ هِرَقْلُ: فَمَاذَا
يَأَمُرُكُمْ - يَعْنِي: النَّبيَّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ أَبُوْ
سُفْيَانَ: قُلْتُ: يَقُوْلُ: «اعْبُدُوا اللهَ وَحْدَهُ لاَ تُشْرِكوُا بِهِ شَيْئًا،
وَاتْرُكُوا مَا يَقُولُ آبَاؤُكُمْ، وَيَأْمُرُنَا بِالصَّلاةِ، وَالصِّدْقِ،
والعَفَافِ، وَالصِّلَةِ»
Dari Abu Sufyan
Shakhr bin Harb radhiyallahu ‘anhu dalam haditsnya yang panjang tentang kisah
Heraklius (raja Romawi), Heraklius berkata, “Apa perintah Nabi ini -shallallahu
‘alaihi wa sallam- kepada kalian?” Abu Sufyan menjawab, “(Yaitu) Sembahlah
Allah saja; jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan tinggalkanlah apa yang
dikatakan nenek moyang kamu (kebiasaan buruk kaum Jahiliyah).” Dia juga
menyuruh kami mendirikan shalat, berkata jujur, menjaga diri (dari yang haram),
dan menyeruh kami menyambung tali silaturrahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang senantiasa jujur dan perintah Beliau memiliki sikap jujur.
2. Pondasi agama
Islam adalah Tauhid.
3. Syariat Islam
datang untuk memperbaiki keadaan manusia yang rusak.
4. Peringatan
terhadap sikap taqlid buta (ikut-ikutan tanpa dasar ilmu).
5. Ajaran Islam
mencakup akidah, ibadah, hukum, akhlak mulia, dan sebagainya, dimana ini semua
merupakan sendi-sendi kehidupan umat manusia.
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji': Tathriz Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy),
Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin Shalih Al Utsaimin), Bahjatun Nazhirin (Salim bin ’Ied Al
Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll.
1 komentar:
bismillah, ustadz ana irham dari garut. Besok ana mau ke jakarta ada acara di masjid dewan da'wah (pemateri ustd syuhada bahri)., allhamdulillah ana udah punya laptop,.pengen di isi sama sofware islami. Soalnya kalo download,susah sinyal dan terbatas kouta,.
#afwan
(murid ustad. Abu yazied, allhamdulillah sekarang kuliah di Akademi Da'wah Indonesia Dewan Da'wah Jabar)
Posting Komentar