بسم الله الرحمن الرحيم
Tabdzir
dan Israf
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya
dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut kami sajikan pembahasan tentang tabdzir dan israf
(sikap boros dan berlebihan), semoga Allah menjadikan risalah ini ditulis ikhlas
karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Ta’rif (Pengertian)
Tabdzir dan Israf
Tabdzir secara bahasa
artinya memporak-porandakan. Sedangkan secara istilah, tabdzir adalah
mengeluarkan harta bukan pada hak (yang semesti)nya. Demikianlah menurut Imam
Syafi’i (Al Jaami’ Li Ahkamil Qur’an karya Al Qurthubi 10/247).
Ada yang
mengatakan, bahwa tabdzir adalah mengeluarkan sesuatu bukan dalam hal yang patut
dikeluarkan (At Ta’rifat karya Al Jurjani hal. 24).
Ada pula yang
mengatakan, bahwa tabdzir adalah mengeluarkan harta dengan porak-poranda secara
boros (At Tauqif ‘ala Muhimmatit Ta’arif karya Al Manawi hal. 90)
Adapun israf
secara bahasa artinya melewati kesederhanaan. Sedangkan secara istilah, israf
adalah mengeluarkan sesuatu untuk hal yang tidak wajar dan melebihi kadar yang
wajar (Al Kulliyyat karya Al Kafawi hal. 113).
Menurut Ar Raghib, saraf
(israf) adalah sikap melampaui batas pada setiap tindakan yang dilakukan
seseorang, meskipun lebih sering diigunakan dalam masalah pengeluaran harta (Al
Mufradat fii Gharibil Qur’an karya Ar Raghib hal. 407).
Al Jurjani berkata,
”Israf adalah mengeluarkan harta yang banyak untuk tujuan yang hina. Ada
yang mengatakan, israf adalah melampaui batas dalam mengeluarkan harta.
Ada pula yang mengatakan, bahwa israf adalah seseorang memakan sesuatu
yang tidak halal baginya atau memakan yang halal namun melebihi hal yang wajar
atau melebihi kadarnya. Ada pula yang mengatakan, bahwa israf adalah melampaui
batas dalam hal jumlah, ia merupakan sikap tidak mengetahui hak-hak (At
Ta’rifat karya Al Jurjani hal. 24).
Sufyan bin Uyaynah
berkata, “Setiap yang engkau keluarkan tidak untuk ketaatan kepada Allah adalah
israf meskipun ringan.”
Ibnu Manzhur
berkata, “Adapun israf yang Allah larang adalah semua yang dikeluarkan tidak
untuk ketaatan kepada Allah baik sedikit maupun banyak.”
Larangan bersikap
tabdzir dan israf dalam Al Qur’an dan As Sunnah
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
وَلاَ تَأْكُلُوهَا إِسْرَافاً
“Dan janganlah kamu
makan harta itu lebih dari batas kepatutan.” (QS. An Nisaa’: 6)
وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan.”
(QS. Al An’aam: 141)
وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ
الْمُسْرِفِينَ
“Makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al A’raaf: 31)
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُواْ إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ
الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُوراً
“Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat
ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al Israa’: 27)
وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
“Dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (QS. Al Israa’: 31)
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا
وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَاماً
“Dan orang-orang
yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula)
kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al Furqan:
67)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُوا، وَتَصَدَّقُوا، وَالْبَسُوا فِي غَيْرِ إِسْرَافٍ، وَلَا
مَخِيلَةٍ
“Makanlah,
bersedekahlah, dan pakailah pakaian dengan tidak berlebihan dan sombong.” (HR.
Nasa’i, dan dihasankan oleh Al Albani)
كُلْ,
وَاشْرَبْ, وَالْبَسْ, وَتَصَدَّقْ فِي غَيْرِ سَرَفٍ, وَلَا مَخِيلَةٍ
“Makanlah, minumlah,
dan bersedekahlah dengan tidak sombong serta berlebihan.” (HR. Abu Dawud dan
Ahmad, dan diriwayatkan oleh Bukhari secara mu’allaq dan dihasankan oleh Al Albani
dalam Shahih Ibnu Majah dan Al Misykaat (4381))
Abdullatif Al
Baghdaadiy berkata, “Hadits ini mencakup tentang keutamaan seseorang menata
dirinya (dengan baik). Di dalamnya juga terdapat berbagai maslahat bagi diri
(batin) dan jasad di dunia-akhirat, karena berlebihan dalam sesuatu itu dapat
membahayakan jasad, membahayakan kesejahteraan dan dapat membawa kepada
kebinasaan sehingga membahayakan diri apabila selalu mengikuti apa yang
diinginkan oleh jasad dalam berbagai keadaan. Sedangkan kesombongan sendiri
dapat membahayakan batin, dimana ia timbul dari rasa ‘ujub (merasa bangga),
demikian juga membahayakan akhiratnya karena hal itu mengakibatkan dosa serta
membahayakannya di dunia karena akan mendatangkan kebencian dari orang-orang.”
إِيَّاكَ وَ التَّنَعُّمَ فَإِنَّ عِبَادَ اللهِ لَيْسُوْا بِالْمُتَنَعِّمِيْنَ
“Hindarilah
bersikap mewah, karena hamba-hamba Allah tidaklah bermewah-mewah.” (HR. Ahmad
dan Baihaqi dalam Asy Syu’ab, dan dihasankan oleh Al Albani)
Pendapat para ulama
tentang tabdzir dan israf
Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Barang siapa yang menginfakkan satu dirham bukan
pada hak(yang semesti)nya, maka itu termasuk israf.”
Umar bin Khaththab
radhiyallahu ‘anhu berkata, “Jauhilah kekenyangan dalam makan dan minum, karena
ia dapat merusak jasad, mewariskan penyakit, membuat malas dari melakukan
shalat. Dan hendaknya kamu bersikap sederhana, karena itu lebih baik bagi jasad
dan lebih jauh dari israf.”
Atha bin Abi Rabah rahimahullah
berkata tentang firman Allah Ta’ala, “Dan janganlah kamu berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al
An’aam: 141)” yakni mereka dilarang berlebih-lebihan dalam segala sesuatu.
Ibnu Katsir
rahimahullah berkata, “Janganlah kalian berlebihan dalam makan, karena sikap
itu dapat memadharatkan akal dan badan.”
Fenomena tabdzir
dan israf
Ar Raghib berkata,
“Pengeluaran harta terbagi dua, yaitu: terpuji dan tercela.
Yang terpuji adalah yang
menghasilkan sikap adil bagi pelakunya, yaitu mengeluarkan harta dalam hal yang
diwajibkan syariat, seperti sedekah yang wajib dan berinfak kepada keluarga
yang ditanggung.
Sedangkan yang
tercela terbagi dua:
(1) ifrath,
yaitu sikap boros dan berlebihan, dan tafrith, yaitu sikap bakhil dan
menahan harta. Ada yang bertanya kepada seorang ulama, “Kapan mengeluarkan yang
sedikit bisa menjadi israf, dan mengeluarkan yang banyak menjadi iqtishad
(hemat)?” Ia menjawab, “Jika ia keluarkan yang sedikit di jalan yang batil
(menjadi israf), dan mengeluarkan yang banyak naman di jalan yang hak (benar).”
(2) taqtir
(bakhil), hal ini bisa terjadi dalam hal kwantitas, yaitu ketika mengeluarkan
harta di luar kemampuan yang ada, atau dalam hal praktiknya, yaitu ketika
mencegah hal yang wajib dikeluarkan dan mengeluarkan dalam hal yang tidak
wajib. Dan sikap israf tidak hanya terkait dengan harta saja, bahkan dalam
segala hal yang tidak diarahkan pada tempatnya yang layak juga termasuk israf.
Tidakkah engkau perhatikan, bahwa Allah Ta’ala menyifati kaum Luth dengan sifat
israf ketika mereka menaruh benih (mani) mereka bukan pada ladangnya, Allah
Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّساءِ بَلْ
أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ
“Sesungguhnya kamu
mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada
wanita, bahkan kamu adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Al A’raaf:
81)
Dia juga menyifati
Fir’aun dengan firman-Nya,
إِنَّهُ كانَ عالِيًا مِنَ المُسْرِفِينَ
“Sesungguhnya dia
adalah orang yang sombong; salah seorang dari orang-orang yang melampaui
batas.”
(QS. Ad Dukhan: 31)
Abul Hasan Al
Mawardi rahimahullah berkata, “Termasuk tabdzir adalah seseorang
menginfakkan hartanya dalam hal yang tidak berguna baginya di dunia dan tidak
menghasilkan pahala di akhirat, bahkan di dunia hanya mendatangkan celaan dan
di akhirat mendatangkan dosa seperti mengeluarkan harta untuk hal-hal yang
diharamkan, untuk meminum khamr dan melakukan perbuatan keji, memberikan harta
kepada orang-orang yang dungu seperti para penyanyi, para pelaku hal yang sia-sia,
para pengejek, dan para pelawak. Termasuk tabdzir juga adalah mengeluarkan
harta untuk rumah-rumah tambahan yang tidak dibutuhkan, padahal boleh jadi ia
tidak menempatinya atau membangunnya yang ternyata untuk musuh-musuhnya, dan
akan hancur ditelan masa dan diambilnya. Termasuk tabdzir juga adalah
mengeluarkan harta untuk membeli kasur-kasur yang empuk, bejana-bejana yang
banyak baik dari perak maupun dari emas yang merepotkan hari-harinya dan tidak
bisa diambil manfaatnya...dst.”
Ia juga berkata, “Dan
semua yang dikeluarkan manusia yang dapat menghasilkan pahala di sisi Allah,
meninggikan derajatnya, mendatangkan pujian di kalangan orang-orang yang
berakal dan cerdas, maka hal itu merupakan kedermawanan, dan bukan tabdzir
meskipun besar dan banyak yang
dikeluarkannya. Sebaliknya, setiap harta yang dikeluarkan seseorang untuk
maksiat kepada Allah yang malah mendatangkan dosa di sisi Allah dan
mendatangkan celaan di kalangan orang-orang yang berakal, maka hal itu
merupakan tabdzir meskipun sedikit...dst.”
Termasuk tabdzir
pula membuang makanan dan minuman ke tempat sampah.
Termasuk tabdzir
juga, bahkan sebagai sikap tabdzir yang sangat parah adalah mengeluarkan harta
untuk membeli rokok, narkoba, dan minuman yang memabukkan.
Sebab terjadinya
israf
Ada beberapa sebab
terjadinya israf, di antaranya:
1.
Tidak mengetahui larangan tabdzir
dan israf dalam syariat.
2.
Tidak terdidik di atas sikap sederhana.
3.
Memperoleh kelapangan setelah
kesempitan.
4.
Biasa bergaul dengan orang-orang
yang suka boros.
5.
Senang bermewah-mewahan.
6.
Ikut-ikutan dengan para pemboros.
Bahaya tabdzir dan Israf
1.
Mendatangkan kemurkaan Allah Azza wa
Jalla.
2.
Menyerupai setan dalam sifatnya
mengadakan kerusakan.
3.
Menjadi saudara setan.
4.
Menyia-nyiakan harta dan membuat
seseorang fakir.
5.
Membuat seseorang menyesal. Allah
Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلاَ تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً
إِلَى عُنُقِكَ وَلاَ تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوماً
مَّحْسُوراً
“Dan
janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu
terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. Al Israa’: 29)
6.
Menjadi beban orang lain.
Khatimah
Singkatnya, agama
Islam berada di tengah-tengah antara meremehkan dan melampaui batas, dan antara
sikap menahan harta dan mengeluarkan harta secara boros. Sikap bakhil dan
menahan harta itulah yang membinasakan generasi terdahulu sebagaimana yang
disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
اتَّقُوا
الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَاتَّقُوا الشُّحَّ
فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا
دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ
“Jauhilah
kezaliman, karena kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat. Dan jauhilah sikap
kikir karena ia telah membinasakan orang-orang sebelummu, membuat mereka
menumpahkan darah dan menganggap halal yang diharamkan.” (HR. Muslim)
Sedangkan sikap
israf dapat merusak akal manusia dan akhlak mereka.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa a’ala
aalihi wa shahbihi wa sallam
Marwan
bin Musa
Maraji’: http://www.dorar.net/enc/akhlaq/1664,
http://kep.org.sa/ar/ArticlesDetails.aspx?NewsID=99,
http://articles.islamweb.net/media/index.php?page=article&lang=A&id=144049,
Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar