بسم
الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (bag. 6)
Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam memelihara dan mempertahankan masyarakat
Islam
Ada
dua kekuatan yang hendak memadamkan cahaya Islam di Madinah, yaitu dari dalam dan
dari luar. Dari dalam adalah orang-orang Yahudi dan kaum munafik, sedangkan
dari luar adalah kaum kafir Quraisy dengan sekutunya.
a.
Penggerogotan
orang-orang Yahudi
Orang
Yahudi sudah sejak lama hidup di Madinah. Orang-orang Yahudi yang tinggal di
Madinah terdiri dari tiga golongan; Bani Qainuqa’, Bani Nadhir dan Bani
Quraizhah. Dengan ketiga golongan inilah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam mengikat perjanjian, guna menjaga kesejahteraan dan keamanan kota
Madinah. Bangsa Yahudi memandang bahwa diri mereka adalah kekasih Allah, dan
kenabian hanyalah hak bagi orang Yahudi. Betapa sakitnya hati mereka ketika
melihat agama Islam dibawa oleh orang yang bukan dari yahudi, kemudian agama
itu berkembang sedemikian cepatnya.
Maka
dengan diam-diam mereka berusaha memadamkan cahaya Allah ini, awalnya mereka
tempuh dengan jalan berdebat. Dengan jalan perdebatan ini mereka kira akan
dapat menyusupkan rasa keraguan ke dalam dada kaum muslimin, dengan demikian
kaum muslimin akan meninggalkan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
Tipu muslihat mereka semacam ini telah disebutkan dalam Al Quran sebagai
berikut:
وَدَّ كَثِيرٌ
مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّاراً
حَسَدًا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ
فَاعْفُواْ وَاصْفَحُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللّهَ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Sebagian besar Ahli Kitab
menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu
beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata
bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah
mendatangkan perintah-Nya[1]. Sesungguhnya Allah
MahaKuasa atas segala sesuatu. (QS. Al Baqarah: 109)
Usaha-usaha
mereka untuk hendak menjatuhkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melalui
perdebatan itu tidak berhasil. Bahkan kepalsuan mereka akhirnya dibongkar Allah
Subhaanahu wa Ta'aala, mereka mengadakan perdebatan bukan untuk mencari
kebenaran, tetapi hanya ingin menjatuhkan Beliau semata-mata. Kedudukan Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam pun semakin kuat, pengikut Beliau pun
semakin banyak karena dapat menunjukkan kebenaran risalah Beliau shallallahu
'alaihi wa sallam.
Orang
Yahudi kemudian menempuh jalan yang tidak sah, yaitu jalan kekerasan. Mereka
mengadakan keonaran, menghasut serta memprovokasi di kalangan penduduk Madinah,
dan orang-orang Yahudi yang pertama kali merusak perjanjian adalah Yahudi Bani
Qainuqa’. Mereka berani menampakkan permusuhan dan melanggar perjanjian.
Imam
Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ketika Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam berhasil mengalahkan orang-orang Quraisy pada perang badar
dan tiba di Madinah, Beliau mengumpulkan orang-orang Yahudi di pasar Bani
Qainuqa’, lalu bersabda, “Wahai kalangan Yahudi! Masuk Islamlah sebelum kalian
mengalami hal yang dialami kaum Quraisy.” Namun mereka balik menjawab, “Wahai
Muhammad! Janganlah kamu terpedaya hanya karena bisa mengalahkan segolongan
orang-orang Quraisy, mereka bukanlah orang-orang yang ahli bahkan tidak
mengenal cara berperang, jika anda coba melawan kami, niscaya anda mengetahui
siapa kami dan anda tidak pernah menjumpai orang yang seperti kami,” maka Allah
menurunkan ayat,
قُل لِّلَّذِينَ
كَفَرُواْ سَتُغْلَبُونَ وَتُحْشَرُونَ إِلَى جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمِهَادُ--قَدْ
كَانَ لَكُمْ آيَةٌ فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا فِئَةٌ تُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ
اللّهِ وَأُخْرَى كَافِرَةٌ يَرَوْنَهُم مِّثْلَيْهِمْ رَأْيَ الْعَيْنِ وَاللّهُ
يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهِ مَن يَشَاء إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لَّأُوْلِي
الأَبْصَارِ
Katakanlah
kepada orang-orang yang kafir, "Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini)
dan akan digiring ke dalam neraka Jahannam, dan itulah tempat yang
seburuk-buruknya"---Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua
golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah
dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan)
orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan
bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati. (QS. Ali Imran:
12-13)
Namun
hadits di atas, menurut Syaikh Al Albani rahimahullah adalah dha'if
isnadnya, wallahu a'lam.
Karena
sudah beberapa kali mereka menunjukkan sikap permusuhan kepada kaum muslimin,
maka Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam mengambil tindakan tegas
dengan orang-orang yahudi Bani Qainuqa’, yaitu dengan diusirnya mereka dari
kota Madinah, peristiwa ini terjadi sehabis perang Badar.
Kira-kira
setahun kemudian setelah peristiwa ini, orang-orang Yahudi Bani Nadhir
melakukan pula pengkhianatan yang keji. Mereka mencoba melakukan pembunuhan
atas diri Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, sewaktu Beliau dengan
beberapa orang sahabat berkunjung ke perkampungan mereka untuk suatu keperluan.
Hanya berkat pertolongan Allah, Beliau selamat dari makar ini. Komplotan para
pengkhianat ini akhirnya terbongkar. Terhadap mereka, Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam menjalankan hukuman yang serupa dengan saudara mereka yang
dahulu Bani Qainuqa’, yaitu pengusiran dari Madinah. Hukuman ini sebenarnya
sangat ringan dibanding kemungkinan yang bisa terjadi dari perbuatan mereka
itu. Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan kejadian ini sebagai suatu nikmat
atas Beliau dan para sahabatnya dalam Al Qur’an surat Al Ma’idah: 11.
Pengusiran
Bani Nadhir ini terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal tahun ke 4 Hijrah. Di antara
orang Yahudi yang diusir itu ada yang menetap di Khaibar. Orang-orang Bani
Nadhir ini sama sekali tidak merasakan belas kasihan Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam atas hukuman yang mereka alami. Bahkan mereka melanjutkan
permusuhan terhadap Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka
menghasut kabilah-kabilah Arab yang besar seperti Qurasiy dan Ghathfan serta
kabilah-kabilah lainnya untuk bersama-sama memerangi Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam dan umatnya di Madinah. Hasutan mereka pun berhasil. Kedua
kabilah itu dibantu oleh kabilah-kabilah lainnya termasuk bani Nadhir mengadakan
persekutuan untuk kemudian bersama-sama menyerang kota Madinah. Peperangan ini
dikenal dengan nama perang Al Ahzab yang artinya persekutuan golongan-golongan,
terjadi pada tahun ke 5 H. peperangan ini adalah peperangan yang paling berat
bagi kaum muslimin, karena mereka menderita kelaparan. Musuh-musuh mereka
mengepung rapat kota Madinah. Pada saat yang kritis ini orang-orang Yahudi Bani
Quraizhah pun mengkhianati kaum muslimin dari dalam. Pemimpin mereka Ka’ab bin
Asad dihasut oleh pemimpin Bani Nadhir Huyay bin Akhthab dan diajaknya agar
membatalkan perjanjian dengan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam serta
menggabungkan diri ke Al Ahzab yang sedang mengepung Madinah.
Berita
pengkhinatan Bani Quraizhah ini menggemparkan kaum muslimin. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam segera mengutus dua orang sahabatnya; Sa’ad bin
Mu’adz kepala suku Aus dan Sa’ad bin Ubadah kepala suku Khazraj untuk pergi
kepada bani Quraizhah agar menasehati mereka untuk tidak meneruskan
pengkhinatan itu. Setibanya kedua utusan itu ke tempat kepala suku Bani
Quraizhah Ka’ab bin Asad, keduanya segera menyampaikan pesan-pesan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi mereka ditolak dengan sikap kasar
dan penuh keangkuhan serta kesombongan. Pengkhinatan pun terus dilakukan.
Pengkhianatan
Bani Quraizhah ini sangat menyusahkan kaum muslimin dan menakutkan hati mereka,
karena orang Yahudi tersebut berada di dalam kota Madinah. Dengan pertolongan
Allah Subhaanahu wa Ta'aala pasukan sekutu itu bercerai-berai pulang kembali ke
negeri mereka masing-masing tanpa membawa hasil apa-apa. Tinggallah sekarang
Bani Quraizhah sendirian. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam beserta
kaum muslimin segera membuat perhitungan dengan para pengkhianat ini. Setelah
dua puluh lima hari lamanya mereka dikepung dalam benteng. Mereka mau menyerah
kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dengan syarat bahwa yang
akan menjadi hakim atas perbuatan mereka adalah Sa’ad bin Mu’adz kepala suku
Aus, lalu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menerima syarat itu. Setelah
mempertimbangkan matang-matang, Sa’ad kemudian menjatuhkan hukuman mati;
laki-laki mereka yang sudah baligh dibunuh, sedangkan wanita dan anak-anak
mereka ditawan.
Hukuman
demikian adalah wajar bagi pengkhianat-pengkhianat masyarakat yang sedang dalam
keadaan perang, lebih-lebih pengkhianatan itu dilakukan ketika musuh sedang
melancarkan serangannya.
Dengan
lenyapnya orang-orang Yahudi itu, berakhirlah riwayat mereka di kota Madinah,
Umat Islam merasa aman dan tentram dalam kota Madinah. Mereka mendapatkan
kesempatan seluas-luasnya menyusun dan membangun masyarakatnya.
b.
Penggerogotan
orang-orang munafik
Di
samping orang-orang Yahudi, ada pula satu golongan di kota Madinah yang selalu
berusaha melemahkan perjuangan umat Islam. Mereka itulah orang-orang munafik.
Ketuanya adalah Abdullah bin Ubay bin Salul. Ia memiliki kedudukan sebagai
kepala suku, yang selalu memimpikan akan menjadi raja di kota Madinah. Untuk
kepentingan ini, ia kumpulkan orang-orang di sekelilingnya untuk dijadikan
pengikutnya. Rencana itu akan dapat dilaksanakan jika Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam tidak ada lagi. Usaha kaum munafik yang utama adalah
menghalangi orang-orang masuk Islam. Mereka sama sekali tidak mendapatkan kesempatan
untuk bertindak terhadap kaum muslimin, karena penjagaan Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak henti-hentinya. Sikap Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap golongan munafik ini sangat lunak tidak
seperti orang-orang Yahudi. Beliau selalu berusaha memberikan
pengajaran-pengajaran dan nasehat kepada mereka agar mereka suatu saat dapat
insyaf dan beriman dengan iman yang sebenar-benarnya. Harapan Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam itu terbukti setelah Abdullah bin Ubay meninggal,
maka golongan munafik ini tidak tampak lagi di masyarakat Islam. Golongan
munafik ini mengadakan hubungan baik dengan orang-orang Yahudi. Mereka pernah
menjanjikan bantuan kepada Bani Quraizhah sewaktu mereka mengkhianati kaum
muslimin. Untunglah bantuan ini tidak jadi mereka berikan.
Di
waktu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam memimpin kaum muslimin untuk
menghadapi perang Uhud, golongan munafik ini keluar dari barisan kaum muslimin
secara demonstratif untuk tidak mengikuti peperangan.
Dalam
peristiwa Qishshatul ifki (cerita bohong) yang menyangkut pribadi Siti Aisyah,
istri Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, orang-orang munafik ini pula
yang menjadi biangkeladinya.
Banyak
perbuatan-perbuatan mereka yang merugikan kaum muslimin. Namun demikian, Beliau
tetap tidak mengadakan tindakan-tindakan terhadap kaum munafik ini; Beliau
dengan penuh kesabaran dan harapan terus membimbing sampai mereka beriman
dengan sebaik-baiknya.
Dalam
Al Qur’an, yaitu pada surat-surat yang diturunkan di Madinah, banyak
diceritakan keadaan orang-orang munafik ini. Surat yang ke 63 bernama Al
Munafiqun; menggambarkan sifat-sifat mereka itu.
Bersambung...
Bersambung...
Wallahu a'lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa
sallam.
Marwan bin Musa
Maraji':
Al
Qur'anul Karim (Terj.
DEPAG bagian mukadimah), Ar Rahiiqul Makhtum (Syaikh Shafiyyurrahman),
Tafsir Ibnu Katsir, dll.
0 komentar:
Posting Komentar