بسم الله الرحمن الرحيم
Khutbah
Jumat
Tafsir
Surah Al Fatihah
Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I
Khutbah I
إنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ
بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ
اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ
وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ
اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا --يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فقَدْ فَازَ فوْزًا عَظِيمًا.
أما بعد: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ
اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاثُهَا وَكُلَّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Ma'asyiral
muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah
Pertama-tama kita panjatkan puja dan puji syukur kepada
Allah Subhaanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kepada kita berbagai nikmat,
terutama nikmat Islam dan nikmat taufiq, sehingga kita dapat melangkahkan kaki
kita menuju rumah-Nya melaksanakan salah satu perintah-Nya, yaitu shalat Jumat
berjamaah.
Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya, para sahabatnya dan
orang-orang yang mengikuti Sunnahnya hingga hari Kiamat.
Khatib berwasiat baik kepada diri khatib sendiri maupun
kepada para jamaah sekalian; marilah kita tingkatkan terus takwa kita kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Takwa dalam arti melaksanakan perintah-perintah
Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, karena orang-orang yang bertakwalah
yang akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Ma'asyiral
muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah
Di antara sekian
surah, yang paling sering dibaca dan sebagai surah yang paling agung dalam Al
Qur’an adalah surah Al Fatihah.
Surah ini
dinamakan Al Fatihah atau Faatihatul Kitab yang artinya pembuka
kitab, karena kitab Al Qur’an dibuka atau dimulai dengannya.
Surah ini dinamakan juga Ummul kitab (induk
Al Qur’an), karena berbagai tema dan pembahasan dalam Al Qur’an dihimpun secara
garis besar dalam surah Al Fatihah. Nama lainnya adalah As Sab’ul Matsaaniy, yaitu
tujuh ayat yang diulang-ulang, karena jumlah ayatnya tujuh dan keadaannya
diulang-ulang dalam setiap shalat di setiap rakaat.
Di antara hikmah diulangnya surah ini dalam
setiap shalat di setiap rakaat adalah agar nilai-nilai yang terkandung dalam
surah ini senantiasa kita ingat dalam kehidupan sehari-hari.
Firman Allah
Ta’ala,
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (1)
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.”
Mengajarkan
kepada kita mengawali nama Allah dalam kegiatan kita yang baik sebagai bentuk
pengagungan nama Allah, agar nama-Nya saja yang disebut, agar Dia saja yang
diagungkan dan agar Dia saja yang diesakan, sekaligus agar kegiatan kita
mendapatkan keberkahan sambil memohon kepada Allah agar diberikan kemudahan.
Beberapa
kegiatan yang baik yang dianjurkan mengawali dengan nama Allah di antaranya: berwudhu, makan, minum, menyembelih
hewan, berburu, menaiki kendaraan, meruqyah, membaca Al Qur'an di awal surat,
masuk dan keluar masjid, mengunci pintu dan menutup wadah air, masuk dan keluar
rumah, menulis surat, pada saat dzikr pagi dan petang, berjima’ dan sebagainya.
“Allah” adalah nama yang khusus untuk Tuhan kita,
tidak bisa untuk selain-Nya, maknanya adalah “Al Ma’luuh” (Yang berhak disembah
satu-satunya dengan rasa cinta dan pengagungan).
“Ar
Rahman (Maha Pemurah) dan Ar Rahiim (Maha Penyayang)” berasal dari kata Ar Rahmah (kasih sayang),
Ar Rahman lebih dalam dari kata Ar Rahiim. Al ‘Azramiy mengatakan bahwa Ar
Rahman itu kepada seluruh makhluk, sedangkan Ar Rahiim kepada orang-orang
mukmin. Nama Ar Rahman ini hanya khusus untuk Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Menurut
Ibnu ‘Utsaimin dalam Syarh Tsalatsatil Ushul hal. 18, bahwa Ar Rahman
adalah Yang memiliki rahmat (kasih sayang) yang luas, sedangkan Ar Rahiim Yang
menyampaikan rahmat-Nya (kasih sayangNya) kepada hamba-Nya yang dikehendaki. Sifat
rahmat-Nya berdasarkan nama-Nya Ar Rahman, sedangkan memberikan rahmat-Nya
kepada hamba-Nya yang dikehendaki berdasarkan nama-Nya Ar Rahiim.
Firman Allah Ta’ala
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (2)
“Segala
puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”
“Al
Hamdu (segala puji)” maksudnya menyifati Allah Subhaanahu wa Ta'aala dengan
kesempurnaan disertai rasa cinta dan pengagungan. Kata “Al” pada Al Hamdu
adalah untuk istighraaq (menyeluruh) yakni segala pujian adalah untuk Allah
sehingga Dia berhak mendapatkan pujian secara mutlak dan dalam keadaan
bagaimana pun. Dari sini diketahui bahwa bahwa Allah-lah yang berhak mendapat
pujian yang sempurna dari segala sisi. Memuji dilakukan karena perbuatannya yang baik. Maka memuji Allah berarti
menyanjung-Nya karena perbuatan-Nya yang baik seperti melimpahkan karunia dan
berbuat adil, karena nama-nama-Nya yang indah, karena sifat-sifat-Nya yang
sempurna dan karena nikmat-nikmat-Nya yang begitu banyak yang dilimpahkan-Nya
kepada makhluk-Nya baik nikmat yang berkaitan dengan agama maupun dunia.
Sedangkan
“Rabbil ‘aalmiin (Tuhan semesta alam)” maksudnya Allah-lah Yang
Menciptakan, Yang Menguasai dan Yang Mengatur alam semesta tidak selain-Nya.
Alam semesta adalah segala sesuatu selain Allah, disebut ‘aalamin karena pada
alam semesta itu ada ‘alam (tanda) terhadap Penciptanya, tanda kekuasaan
Penciptanya, kebijaksanaan-Nya, kasih sayang-Nya dan Kemuliaan-Nya.
Ayat
ini menunjukkan keesaan Allah dalam Rububiyyah-Nya.
Firman Allah
Ta’ala,
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (3)
“Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang.”
Sudah dijelaskan maknanya pada Ar Rahman dan
Ar Rahim. Dan dilanjutkannya ayat “Rabbil
‘aalmiin” dengan “Ar Rahmanir Rahiim” menunjukkan bahwa Allah Subhaanahu wa
Ta'aala dalam mengatur alam semesta didasari rasa kasih sayang-Nya bukan dengan
menghukum dan menyiksa.
Dalam
ayat ini terdapat tauhid Asma wa Shifat.
Firman
Allah Ta’ala,
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4)
“Yang
menguasai hari pembalasan.”
“Maalik
(Yang mengusai)” bisa juga dibaca Malik (tidak panjang mimnya). Dikhususkannya
mengusai pada hari pembalasan tidaklah menafikan pada selain hari pembalasan,
karena sudah disebutkan bahwa Allah adalah Rabbul ‘aalamin yakni mencipta,
mengatur dan menguasai alam semesta. Dihubungkannya kata “Yang Menguasai”
dengan hari pembalasan adalah karena ketika itu tampak sekali kerajaan-Nya,
bahkan seseorang tidak berkuasa apa-apa seperti halnya ketika mereka di dunia,
bahkan seseorang tidak bisa bicara kecuali dengan izin-Nya.
Firman
Allah Ta’ala,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5)
“Hanya
Engkaulah yang kami sembah/‘ibadahi, dan
hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.”
“Na’budu
(kami sembah/ibadahi)” yakni hanya kepada Engkaulah ya Allah kami menghinakan
diri, oleh karena itu kita lihat orang mukmin menaruh anggota badan mereka yang
paling mulia (muka) ke tempat pijakan kaki meskipun mukanya terkena debu-debu,
kalau seandainya ada orang yang berkata kepada seorang mukmin “Saya berikan
untukmu dunia beserta isinya dengan syarat kamu sujud kepadaku.” Niscaya orang
mukmin menolaknya mentah-mentah, karena ketundukan ini hanya untuk Allah saja.
Menyembah/berIbadah
itu mencakup mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah, karenanya
tidaklah bisa dikatakan ‘abid (penyembah) hakiki yang meninggalkan perintah dan
mengerjakan larangan yang disembahnya. Dan untuk mencapai ‘abid hakiki ini
hanya bisa terwujud dengan pertolongan Allah, oleh karena itu kita mengatakan “dan
hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan”. Dikedepankannya kata-kata
“Iyyaaka” (hanya kepada-Mu) adalah untuk menunjukkan bahwa ibadah kita hanya
ditujukan kepada Allah saja tidak boleh kepada selain-Nya, doa kita hanya ditujukan
kepada-Nya saja, tawakkal kita dan ibadah-ibadah lainnya hanya ditujukan kepada-Nya
saja. Juga kita diperintahkan untuk meminta pertolongan hanya kepada-Nya.
Dalam
ayat ini terdapat tauhid Uluhiyyah.
Selanjutnya
bolehkah kita meminta pertolongan kepada makhluk? Jawabnya boleh dalam hal yang
mereka mampu, karena isti’anah (meminta pertolongan) terbagi dua:
Pertama,
Isti’anah tafwidh,
yakni meminta pertolongan dengan sikap menyandarkan/menyerahkan sepenuhnya
kepada Allah dan merasakan ketidakmampuan diri kita, maka ini hanya kepada
Allah saja.
Kedua,
Isti’anah yang musyaarakah
yakni meminta keikutsertaan orang lain untuk turut membantu, maka ini boleh
dengan syarat dalam hal yang mereka mampu membantunya.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah II
الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ . أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ إِيَّاهُ نَعْبُدُ
وَإِيَّاهُ نَسْتَعِيْنُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ الْمَبْعُوْثُ
رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ:
Ma'asyiral
muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah
Firman Allah Ta’ala,
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6)
“Tunjukilah kami jalan yang lurus.”
Ayat
ini tidak memakai kata “Ilaa (kepada)” yakni tidak “Tunjukilah kami kepada
jalan..dst” tetapi langsung “Tunjukilah kami jalan yang lurus”, karena yang
kita minta dalam ayat ini dua hidayah:
Pertama, hidayah irsyad yakni meminta kepada Allah
diberitahukan jalan yang lurus itu; diterangkan mana yang hak dan mana yang
batil.
Kedua, hidayah taufiq yakni meminta kepada Allah
agar dibawa (dibantu menempuh) kepada jalan yang lurus.
Hal
itu, karena betapa banyak orang yang mengetahui kebenaran, tetapi tidak mau
mengikutinya. Jalan yang lurus adalah jalan yang benar yaitu Islam.
Firman Allah Ta’ala,
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ
عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (7)
“Jalan
orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan jalan mereka
yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.”
Jalan
yang lurus di ayat sebelumnya masih mujmal (umum), maka dipertegas dengan ayat
ini. Di ayat ini diterangkan jalan yang kita mintakan kepada Allah Azza wa
Jalla, yaitu jalan orang-orang yang mendapatkan nikmat atau kebahagiaan di
dunia dan di akhirat, mereka adalah para nabi, para shiddiqin, para syuhada dan
orang-orang saleh sebagaimana diterangkan di surah An Nisaa: 69, dimana ciri jalan
mereka adalah berilmu dan beramal, inilah golongan pertama dan inilah
golongan yang selamat.
Golongan
yang kedua, adalah golongan yang dimurkai,
dimana ciri mereka adalah berilmu tetapi tidak beramal, terdepannya adalah
orang-orang Yahudi dan yang mengikuti jejak langkah mereka.
Golongan
yang ketiga adalah golongan yang sesat,
dimana ciri mereka adalah beramal tetapi tidak berilmu, terdepannya adalah
orang-orang Nasrani dan yang mengikuti jejaknya.
Inilah
yang bisa khatib sampaikan, semoga bermanfaat. Kita meminta kepada Allah agar
Dia selalu membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya dan memberikan kita
taufiq untuk menempuhnya, aamin.
اَللَّهُمَّ
صَلِّ
عَلَى
مُحَمَّدٍ
وَعَلَى
آلِ
مُحَمَّدٍ
كَمَا
صَلَّيْتَ
عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى
آلِ
إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ
حَمِيْدُ
مَجِيْدٌ،
اَللَّهُمَّ بَارِكْ
عَلَى
مُحَمَّدٍ
وَعَلَى
آلِ
مُحَمَّدٍ
كَمَا
بَارَكْتَ
عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى
آلِ
إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ
حَمِيْدُ
مَجِيْدٌ
رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا
تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ
رَّحِيمٌ
رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ
سُبْحَانَ
رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ -- وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ –
وَ الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
وَقُوْمُوْا إِلَى صَلاَتِكُمْ يَرْحَمُكُمُ اللهُ
0 komentar:
Posting Komentar